Kehadiran manusia di dunia adalah untuk belajar dan memanfaatkan alam untuk kebutuhan hidupnya. Agama diturunkan bagi mereka yang berakal dan berpikir. Tidak menghendaki kaum yang apatis terhadap prosesi dialektika kehidupan manusia beserta fenomena alam di sekitarnya.
Alam adalah objek bagi manusia yang memegang teguh prinsip antroposentrisme atau egoisme yang memandang manusia sebagai pusat alam semesta. Sehingga tidak menghiraukan nasib selain dirinya. Prinsip tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal keserakahan manusia di muka bumi. Seharusnya mengekspolrasi ketersediaan alam, malah dijadikan ajang ekspoitasi memperkaya diri.
Deforestasi, pembuangan sampah sembarangan, produksi limbah dan polusi, reklamasi adalah sebagian dari banyak perilaku manusia yang memperlakukan bumi sebagai likuidasi di dalam bisnis. Banyak negosiasi antara kepentingan ekonomi dan lingkungan hidup. Para negosiator pada umumnya gagal untuk menemukan perdagangan yang saling menguntungkan karena ada asumsi dimana kepentingan mereka secara langsung menentang kepentingan pihak lain Alam rela dikorbankan karena watak manusia yang terlanjur mengabaikan kehidupan masa depan.
Baca Juga :
Filosofi Pohon Jati
Sebelum berkembangnya agama-agama samawi (Yahudi, Nasrani, dan Islam), masyarakat Jawa begitu menggandrungi pohon jati karena memiliki kekuatan dan keawetan prima dalam hitungan abad, sedangkan daun jati banyak digunakan untuk pembungkus makanan di masa lalu. Kayunya yang berkualitas tinggi membuat jati banyak diminati oleh banyak orang yang kemudian menjadi komoditas unggulan dibidang kehutanan.
Penggunaan kata jati bermakna sejati, atau sebenarnya (asli, murni, tulen, bukan palsu) yang dijadikan filosofi bagi kehidupan orang Jawa. Menurut sejumlah ahli botani, jati adalah spesies asli di Burma, yang menyebar ke Semenanjung India, Muangthai, Filipina, dan Jawa.
Biji merupakan awal mula (dasar) tumbuhnya pohon jati. Dalam merancang kehidupan, manusia yang menghendaki adanya perkembangbiakan terbaik. Kemudian dalam tradisi Jawa ada istilah bibit, bebet, bobot, sebagai prasyarat mengawinkan duo sejoli. Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya adalah ungkapan bahwa untuk menghasilkan produk yang bagus harus didasari dari produk yang bagus juga. Demikian yang menjadi jati sebagai bahan berkualitas dengan harga yang berkelas.
Pohon Jati bisa tumbuh pada tanah yang tandus. Bertahan hidup pada lokasi dengan curah hujan yang sangat rendah, sedangkan di tempat yang memiliki curah hujan tinggi pertumbuhannya menjadi kurang baik. Pelajaran bagi manusia untuk bersikap adaptif pada setiap kondisi. Manusia dituntut fleksibel menghadapi problematika kehidupan. Tidak sombong ketika sedang di atas dan tidak putus asa ketika sedang di bawah.
Banyak manfaat dari pohon jati seperti batangnya untuk furniture, ranting untuk bahan bakar, daunnya untuk bungkus makanan, hingga serangganya (ulat jati, kepompong dan belalang) bisa dimakan karena mempunyai kadar protein yang sangat tinggi. Demikian halnya dengan manusia yang dianugerahi banyak keahlian jika tekun mengasahnya. Manusia modern banyak yang malas untuk mengembangkan potensi dalam dirinya. Pesatnya kemajuan teknologi membuat manusia menjadi robot-robot digital yang tidak peka terhadap kondisi lingkungan sekitar.
Untuk sampai masa tebang jati membutuhkan waktu paling tidak 40 tahun, bahkan di Jawa Timur dan Jawa Tengah daur jati mencapai 60 tahun dan ada yang 80 tahun. Sebuah pesan bahwa manusia bijak harus ikhlas mengorbankan diri untuk orang lain (generasi setelahnya). Menghilangkan sikap angkuh dan serakah yang bertujuan untuk memanjakan dirinya sendiri. Jati adalah simbol bahwa kita yang menanam, sedangkan generasi mendatang yang akan memanen. Menjadi pribadi yang ikhlas, meski tidak pernah menikmati hasilnya.
Pelajaran selanjutnya adalah sikap bersabar dan tidak tergesa-gesa. Manusia modern selalu berharap instan apapun yang dikerjakannya. Ibarat bertani padi, pagi menanam berharap sore memanen. Butuh 3-4 bulan untuk panen dengan berbagai proses yang dijalani. Ketika berhasil melampui segala permasalahan dan solusi bertani, maka manusia akan menuai hasilnya. Menekuni aktivitas yang dicintai, maka uang akan datang mencari.
Dalam sekala nasional, masyarakat selalu menuntut terjadinya perubahan segera. Mencemooh kebijakan yang dianggap basa-basi karena tidak instan dirasakan oleh masyarakat. Pohon jati mengajak manusia untuk berpikir panjang sebelum mengambil kesimpulan.
Pohon jati mengajarkan kehidupan yang sejati. Menemukan jati diri berdasarkan pengetahuan dan pengalaman hidup masing-masing. Tidak terikat dan dipengaruhi oleh faktor lain yang bisa mengubah perilaku manusia menjadi menyimpang dari kesejatiannya. Ada banyak tempat di Indonesia yang menggunakan diksi jati. Menandakan bahwa ada keluhuran yang sarat filosofis dari pohon jati.
Pernah dimuat di Modus Aceh
https://modusaceh.co/news/belajar-hidup-dari-pohon-jati/index.html
0 comments: