CATEGORIES

Showing posts with label lingkungan. Show all posts

  Ada yang lebih memprihatinkan dari ancaman krisis ekonomi (resesi), yaitu krisis ekologi global. Ditandai dengan ketidakteraturan musim (i...

 

krisis ekologi

Ada yang lebih memprihatinkan dari ancaman krisis ekonomi (resesi), yaitu krisis ekologi global. Ditandai dengan ketidakteraturan musim (iklim), beragam bencana alam, dan ancaman bahaya kelangsungan hidup manusia. Seluruh komponen masyarakat sepakat bahwa eksploitasi penggunaan sumber daya alam merupakan variabel utama pemanasan global yang diiringi dengan perilaku manusia yang mengakibatkan banyak polusi.

Kehadiran teknologi sebagai turunan dari kemajuan ilmu pengetahuan merekayasa alam untuk kepentingan pemenuhan hidup manusia. Perkembangan teknologi memicu lahirnya globalisasi dan kelebihan keterhubungan (hyperconnectedness). Bukan menata struktur sosial-budaya, namun malah menciptakan kesenjangan ekonomi dan krisis ekologi.

Ancaman krisis ekologi bukan hanya dalam lingkup domestik, di Eropa misalnya, mengalami gelombang panas berminggu-minggu yang mengakibatkan menurunnya curah hujan dan kekeringan di banyak tempat. Begitu juga dengan negara China, India, Korea Selatan, hingga Amerika Serikat yang terimbas bencana alam akibat perubahan iklim.

Laporan terbaru dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), bumi dapat mencapai atau melampaui pemanasan 1,5 derajat Celsius dalam dua dekade dan pada tahun 2100 suhu bumi bisa mencapai 4,4 derajat Celsius. Ancaman bencana alam akibat krisis ekologi rupanya belum menyadarkan pola perilaku manusia modern. Lalu apa yang menyebabkan krisis ekologi sulit diatasi?

 

Faktor Individu

Ketidakpedulian terhadap generasi mendatang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Kurangnya sikap empati untuk mengambil alih sudut pandang orang lain dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan. Globalisasi membawa manusia berpaham egosentrisme. Tidak lagi mementingkan nasib orang lain yang berorientasi pada perilaku mengeksploitasi alam.

Agama yang dihadirkan sebagai aturan untuk menjaga alam tidak lagi dijadikan parameter selain kebutuhan bertahan hidup dan memperkaya diri. Seolah alam dan manusia tidak punya korelasi. Bencana alam dianggap hanya bagian dari skenario Tuhan tanpa introspeksi perilaku diri yang berpotensi merusak alam.

Data pemanasan global, kepunahan spesies makhluk hidup, dan bencana alam hanya menjadi informasi yang tidak mempengaruhi perilaku manusia yang aktif menyebarkan polusi. Krisis ekologi harus dijadikan tanggung jawab bersama tanpa harus melempar kesalahan pada kelompok atau institusi tertentu.

 

Baca Juga : Krisis Iklim, Krisis Moralitas

Perilaku Sosial

Lingkungan dan budaya juga punya andil terhadap perubahan iklim. Kesadaran beberapa individu tidak dapat mengubah perilaku sosial yang aktif melakukan pencemaran. Kebiasaan yang kemudian dijadikan budaya mengabaikan keselamatan ekologi yang berimplikasi terhadap bencana alam dan perubahan iklim.

Prinsip peduli lingkungan dianggap sia-sia ketika banyak di antaranya terbiasa membuang sampah sembarangan, melakukan pembuangan emisi gas, hingga penebangan pohon. Lingkungan alam menjadi korban sebagai bentuk keserakahan manusia pada pilihan hidup saat ini.

Kemajuan teknologi informasi mengubah persepsi manusia praindustri yang begitu peduli terhadap kondisi lingkungan alam untuk keberlangsungan hidup manusia di masa depan. Kurangnya publikasi dan sosialisasi terhadap kondisi ekologi belum menyadarkan perilaku masyarakat yang masih konsisten mengabaikan ancaman pemanasan global.

Meski disadari bahwa perubahan suhu bumi yang semakin meningkat, namun kebiasaan mencemari lingkungan masih sering dilakukan seiring tidak adanya revolusi perilaku manusia modern yang lebih mementingkan aspek ekonmi daripada aspek ekologi. Dalam artian, manusia tega menyiksa keturunannya (generasi berikutnya) yang diwarisi kondisi bumi yang semakin sulit diselamatkan.

 

Kepentingan Ekonomi

Faktor ekonomi jelas berpengaruh terhadap perubahan iklim yang dimulai dari terpenuhinya kebutuhan dan keinginan manusia. Masih banyak perusahaan industri yang melakukan deforestasi dan menjalankan proses produksi tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan hidup.

Tindak Pidana Lingkungan Hidup yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak membuat jera pelaku industri yang berfokus pada keuntungan ekonomi. Akibatnya, pelaku industri berhasil memenuhi tuntutan kebutuhannya, sementara warga miskin mendapat imbasnya (bencana alam).

Bahaya krisis ekologi perlu kembali dikampanyekan di berbagai media dan ruang publik. Komitmen dunia dalam pertemuan negara-negara G-20 mengenai isu perubahan iklim harus diaktualisasikan secara nyata dan menyentuh berbagai lapisan masyarakat. Kebijakan menangani krisis ekologi harus beriringan dengan kesadaran masyarakat tentang arti penting kondisi lingkungan alam di masa mendatang.

Setiap orang harus menurunkan ego terkait kepentingan politik dan ekonomi. Menyadari bahwa kehadiran manusia di muka bumi untuk menjadi pemimpin dan penjaga kelestarian alam, bukan malah merusaknya. Ketergantungan masyarakat terhadap teknologi juga harus bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap empati pada ancaman krisis ekologi.***

Cuitan walikota Solo, Gibran Rakabuming soal bekingan penambangan liar di Klaten menambah keresahan rakyat tentang nasib bangsa di masa depa...

Bekingan

Cuitan walikota Solo, Gibran Rakabuming soal bekingan penambangan liar di Klaten menambah keresahan rakyat tentang nasib bangsa di masa depan. Sekelas anak presiden yang notabene orang nomor satu di Indonesia pun memberikan pernyataan tentang kekuatan besar yang merongsong kedaulatan negara.

Bekingan dapat diartikan sebagai penyokong perilaku ilegal yang punya kekuasaan atau sumber daya yang besar. Gibran menanggapi keluhan warga tentang masifnya penambangan pasir liar di Klaten. Aduan tersebut mengungkapkan ada lebih dari 20 tambang ilegal, sementara dilansir dari Kementerian ESDM, baru terdapat tujuh tambang legal yang beroperasi di Klaten.

Bukan hanya Gibran, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo pun ikut merespon tentang keberadaan bekingan dalam aktivitas tambang pasir ilegal di daerahnya. Sementara publik dibuat penasaran tentang kapasitas kekuasaan bekingan yang “sulit” dihentikan tersebut. Bahwa ada yang lebih tinggi daripada pemimpin daerah atau bahkan pemimpin negeri dalam mengeksploitasi alam.

Dari berbagai informasi, penambangan pasir liar di Klaten sudah terjadi puluhan tahun yang lalu. Beberapa sempat dihentikan, sementara lainnya masih langgeng beroperasi di wilayah lereng Gunung Merapi. Bahkan, beberapa bulan lalu Satreskrim Polres Klaten pernah melakukan penyidikan terhadap tiga perkara penambangan pasir ilegal.

Kasus ini kembali membangkitkan pemberitaan kasus Sambo yang dinarasikan memiliki jaringan kejahatan tingkat nasional seperti perjudian, perizinan proyek pembangunan, hingga penyuapan. Ada juga isu lama tentang kekuatan Sembilan Naga yang menahkodai iklim kekuasaan politik Indonesia. Siapa dan apa perannya masih menjadi bola liar di masyarakat tentang dominasi bekingan di belakang presiden dan pejabat daerah lainnya.

Kongkalikong proyek industri dan kekuasaan sulit dipisahkan dari kasus bekingan di banyak tempat selain penambangan liar. Peran kepala daerah dalam melegalkan perilaku ekonomi ilegal menjadi objek politik dari kekuatan ekonomi dan kekuasaan. Ketika masyarakat mengharap keadilan hukum, persepsi negatif keterlibatan penegak hukum membuat pesimis keberlangsungan negara di masa mendatang.

Secara hukum, penambangan pasir ilegal jelas merupakan pelanggaran sesuai pasal 33 ayat (3) bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Diksi bekingan jelas tidak mewakili kapasitas negara dan tidak ditujukan untuk kepentingan rakyat. Dalam Perpres Nomor 70 tahun 2014 menyatakan bahwa wilayah Kabupaten Klaten berada pada Zona Budi Daya lebih dominan daripada zona wilayah pertambangan. Karena itu sejak tahun 2019 izin pertambangan di Kabupaten Klaten sudah tidak dikeluarkan.

Kerusakan ekositem dan lingkungan akibat penambangan ilegal kawasan sensitif ekologi yang ditempati masyarakat sekitar berdampak pada erosi, longsor, polusi udara, dan berkurangnya debit air permukaan. Padahal Indonesia baru saja sukses menggelar hajatan G20 yang salah satu fokusnya meningkatkan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian perubahan iklim global.

Isu prioritas yang diangkat adalah mendukung pemulihan lingkungan alam yang berkelanjutan, peningkatan aksi berbasis daratan dan lautan untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan tujuan pengendalian perubahan iklim, dan peningkatan mobilisasi sumber daya untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan tujuan pengendalian perubahan iklim.

Kasus bekingan penambangan pasir liar di Klaten menunjukan inkonsistensinya Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim global dan dampak kerusakan lingkungan alam. Keseriusan komitmen pemerintah menegakan hukum dalam membongkar identitas bekingan penambangan pasir ilegal dinantikan masyarakat untuk kemaslahatan dunia.


Baca Juga : 

Risiko

Bekingan tentu punya jaringan kekuasaan yang bisa melibatkan banyak pihak. Risiko membongkar identitas bekingan akan menciptakan ketidakkondusifan sosial dan politik di masyarakat. Seperti halnya kasus Sambo yang dibatasi seputar tindakan pembunuhan terhadap Josua tanpa ada ruang membongkar kasus dan isu lain yang melibatkan jaringan di lembaga kepolisian.

Negara punya kewajiban membangun kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, kejaksaan, hakim, dan advokat. Jika bekingan melibatkan banyak tokoh kepolisian dan kehakiman, maka hancurlah sistem demokrasi negara. Membongkar identitas bekingan tidak hanya menindak salah satu nama dengan hukuman denda dan penjara, melainkan pencatutan nama lain yang terlibat dalam operasi hitam di dalam negara.

Di sisi lain, sikap menyembunyikan identitas bekingan juga semakin menggulirkan narasi publik tentang siapa tokoh di balik kekuatan besar yang mampu mengontrol kebijakan pemerintah. Bahwa kedaulatan rakyat bisa mudah diperjualbelikan demi kepentingan kekuasaan dan kekayaan segelintir orang. Belum lagi dampak terhadap masa depan masyarakat dan lingkungan ketika eksploitasi alam bebas dilakukan di Indonesia.

Dampak positif dan negatif perlu dipertimbangakan sebelum mengungkap bekingan di balik perilaku ilegal perusakan lingkungan dimulai dari tingkat kabupaten: Klaten. Sementara Klaten hanyalah satu dari sekian banyak daerah yang diekploitasi oleh bekingan lain yang memanfaatkan kekayaan sumber daya alam di Indonesia. Bekingan adalah simbol kapitalisasi di negara demokrasi yang jauh dari prinsip keadilan dan kesejahteraan.***

Paradoksikal manusia modern yang berjuang untuk memanipulasi dan menaklukkan alam demi melestarikan dirinya. Tapi sesungguhnya usaha itu mal...

Pariwisata dan Konsep Perusakan Alam

Paradoksikal manusia modern yang berjuang untuk memanipulasi dan menaklukkan alam demi melestarikan dirinya. Tapi sesungguhnya usaha itu malah menjadi upaya penghancuran bagi dirinya sendiri. Sumber Daya Alam (SDA) adalah berkah untuk manusia, supaya bisa mempertahankan dan mengembangkan kebudayaannya.

Namun, kehadirannya justru menjadi kutukan bagi manusia. Sehingga konflik banyak terjadi karena memperebutkan SDA. Manusia menjadi malas karena menggantungkan hidup dan kemakmuran kepada alam. Alam dieksploitasi untuk mencukupi kebutuhan manusia dan hasrat untuk bersenang-senang. Kemajuan peradaban memaksa manusia modern bersikap kapitalis dengan mengambil manfaat dari perusakan lingkungan dan berorientasi pada keuntungan.

Ketika negara tunduk pada korporasi yang hendak mengeruk SDA, maka berbagai krisis energi akan tercipta. Komunitas lokal akan dirugikan mulai soal tanah, udara, dan air bersih. Dalam hal ini, orang-orang yang miskin dan tak punya kekuatan sebagai pihak yang akan dirugikan paling besar. Alam seolah hanya dimiliki oleh segelintir orang yang punya modal berdalih pemanfaatan, pemberdayagunaan, dan kepentingan ekologi.

Kurangnya wawasan tentang kajian ekologi dan dampak perusakan alam menjadi alasan terbesar krisis lingkungan hidup. Bencana alam, peningkatan suhu bumi, hingga terbatasanya pasokan kebutuhan dasar manusia. Alam banyak dialihfungsikan untuk kepentingan sesaat. Mengorbankan keberlangsungan lingkungan hidup untuk kepentingan material.

Ketika alam dipasrahkan kepada pemerintah (negara), pemangku kebijakan malah memanfaatkan jabatan untuk mengekploitasi alam dengan iming-iming keuntungan membuat kampanye pariwisata yang menarik bagi wisatawan. Tidak memperhatikan kajian lingkungan hidup dan mengerahkan modal untuk mengubah wajah natural alam menjadi wahana wisata yang dinikmati manusia-manusia modern.

Kecanggihan teknologi digital bukan digunakan untuk menginformasikan kepentingan lingkungan hidup, malah dijadikan sarana mempromosikan pariwasata yang berpotensi menambah kerusakan alam. Bahkan, gerakan mempariwisatakan alam malah didukung pemerintah sebagai alat membantu memulihkan ekonomi negara.

 

Baca Juga : Politik Kerakyatan Desa Wadas

Konsep Ekowisata

Ekowisata atau Ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan. Namun masih banyak lokasi pariwisata yang mengabaikan konsep ekowisata di daerahnya masing-masing.

Perhatian terhadap lingkungan hidup dianggap sebagai penghalan eksistensi pariwisata lokal mengeksplore keindahan alam yang berorientasi pada keuntungan. Indonesia yang dikenal sebagai negara religus pun tidak punya fokus menjaga keberlangsugan lingkungan hidup. Padahal negara-negara besar sudah mengkhawatirkan dampak perusakan lingkungan yang mengancam kehidupan manusia beberapa tahun mendatang.

Sosialisasi dan kajian seputar lingkungan hidup masih belum menyasar masyarakat luas. Anggaran menyelamatkan alam juga kalah dengan kepentingan politik, olahraga, dan ekonomi. Sementara pilihan terhadap konsep ekowisata hanya diimplementasikan di beberapa kota besar yang punya peran strategis terhadap pendapatan negara. Sedangkan di banyak daerah tidak menggunkan konsep ekologis dalam menciptakan tempat pariwisata.

Padahal dengan memanfaatkan ekowisata dapat berdampak dalam berbagai aspek kehidupan manusia seperti konservasi, pemberdayaan, dan pendidikan lingkungan. Konservasi, merupakan eterkaitan ekoturisme dan satwa yang terancam punah sangat erat, bahkan harus bersifat positif, sebagaimana studi yang dilakukan oleh peneliti Universitas Griffith. Wisata berkorelasi positif dengan konservasi berarti memberikan insentif ekonomi yang efektif untuk melestarikan, meningkatkan keanekaragaman hayati budaya, melindungi warisan alam serta budaya di planet bumi.

Pemberdayaan ekonomi. Ekoturisme melibatkan masyarakat lokal berarti meningkatkan kapasitas, kesempatan kerja masyarakat lokal. Konsep eko-wisata adalah sebuah metode yang efektif untuk memberdayakan masyarakat lokal di seluruh dunia guna melawan kemiskinan, mencapai pembangunan berkelanjutan.

Pendidikan lingkungan. Melibatkan pendidikan lingkungan berarti kegiatan wisata yang dilakukan harus memperkaya pengalaman, juga kesadaran lingkungan melalui interpretasi. Kegiatan harus mempromosikan pemahaman, penghargaan yang utuh terhadap alam, masyarakat, budaya setempat.

Ekowisata adalah suatu usaha untuk memenuhi keingintahuan (curiosity), mengagumi (astonishing), menciptakan saling pengertian (understanding), tentang sistem ekologi keindahan alam (natural beauty), warisan budaya (cultural heritage), adat istiadat masyarakat setempat (customs and traditions), serta menghargai dan mengakui keberadaannya (appreciate).

Kelangsungan hidup dan alam bergantung pada manusia itu sendiri. Apakah mau memanfaatkan konsep ekowisata atau masih konsisten menjadikan pariwisata sebagai alat merusak alam. Di sisi lain, pemerintah perlu mengaplikasikan kebijakan yang berpihak pada alam. Menghentikan laju kapitalisme kebijakan swasta yang berdampak pada perusakan alam.

Generasi milenial harus disadarkan akan pentingannya mencintai dan menghargai alam sebagai modal dasar kelangsungan hidup generasi setelahnya. Masyarakat harus mulai memaklumi persepi pariwisata harus tetap mempertimbangkan kebutuhan ekologi yang terkonsep pada ekowisata.***

  Sebagai pengurus RT di salah satu desa di Klaten, saya begitu antusias mengikuti rapat formal maupun informal untuk mengimplementasikan pr...

 

kualitas desa ternak

Sebagai pengurus RT di salah satu desa di Klaten, saya begitu antusias mengikuti rapat formal maupun informal untuk mengimplementasikan program bantuan dana desa sebesar 10 juta/ RT. Infonya, program tersebut dimaksudkan untuk pencapaian ketahanan pangan dan hewani. Menunggu pencairan dana atas proposal yang sudah diajukan, saya mulai mencari informasi mengenai anggaran, tujuan, dan manfaat program tersebut.

Sejak pandemi, pemangkasan dana desa cukup signifikan untuk dialihkan ke Bantuan Langsung Tunai sebesar 40% dari total anggaran. Kemudian 8% untuk mendukung kegiatan penanganan Covid-19, 32% untuk program prioritas hasil Musyawarah Desa, dan 20% untuk ketahanan pangan dan hewani. Fokus kebijakan dana desa untuk peningkatan ekonomi dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).

Pagu Dana Desa tahun 2022 sebesar 68 triliun rupiah akan dialokasikan kepada 74.961 desa di 434 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Secara keseluruhan, Dana Desa sudah memotong APBN sebesar 400,1 triliun rupiah sejak tahun 2015. Namun, besaran anggaran dana desa lebih terfokus pada pembangunan infrastruktur seperti jalan desa, irigasi, jembatan, pasar desa, drainase, sumur, dan lain sebagainya.

Belum ada tujuan terstruktur penggunaan dana desa untuk ketahanan pangan desa dan peningkatan kualitas SDM. Beberapa desa masih terlihat sama seperti sebelum adanya kebijakan dana desa. Bahkan ada indikasi distribusi anggaran dana desa dijadikan lahan basah para koruptor. Berdasarkan data ICW, sejak 2015 hingga 2020, terdapat 676 terdakwa kasus korupsi yang dilakukan perangkat desa dengan perkiraan kerugian mencapai total 111 miliar rupiah.

Dalam Pasal 11 PP No 60/2014, formulasi penentuan besaran dana desa per kabupaten cukup transparan, yakni dengan mencantumkan bobot pada setiap variabel. Namun, pada PP No 22/2015 pasal 11, 90 persen anggaran dialokasikan merata ke semua desa. Sisanya, dibagikan menggunakan formula berdasarkan variabel jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.

Pemerintah masih berharap banyak kebijakan dana desa mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat dan negara. Evaluasi sering dilakukan untuk perbaikan formulasi perhitungan klaster alokasi dasar, percepatan proses penyaluran langsung dari RKUN ke RKDes, dan penguatan fokus dan prioritas program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat pandemi Covid-19. Semuanya merupakan bagian dari peningkatan kualitas taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa.


Baca Juga : Ilusi Negara Agraris

Budaya Masyarakat Desa

Desa bukanlah kumpulan masyarakat yang “berpendidikan”. Ada budaya erat gotong royong di lingkup tetangga tanpa ikut pusing memikirkan anggaran dan program pemerintah pusat maupun daerah. Mereka diberi bantuan pemerintah bersyukur, tidak pun sudah biasa. Masayarakat desa masih kurang kritis terkait program yang melibatkan hajat hidupnya.

Proses pemilihan kepala desa (kades) juga atas dasar pertimbangan kemasyarakatan (tokoh terpandang). Tidak ada debat terbuka mengenai program ketika akan dilakukan pemilu. Apalagi politik uang di desa sudah dianggap keniscayaan menjelang pencoblosan. Demokrasi yang usang masih membelenggu paradigma masyarakat desa untuk tumbuh secara moral dan pemikiran.

Dampaknya roduk yang dihasilkan atas pemilihan kepala desa tidak seberkualitas pemilihan bupati, gubernur, atau bahkan presiden. Kades dipilih bukan berlandaskan kapabilitas dan integritas sebagai seorang pemimpin. Ketika dana desa disalurkan, banyak aparatur desa yang kesulitan memanajemen anggaran hingga tersendatknya pembangunan infrastruktur dan SDM unggul. Bahkan beberapa di antaranya memanfaatkan untuk menumpuk kekayaan pribadi (korupsi).

Sistem demokrasi yang berbeda di tingkat desa dan di atasnya menjadikan permasalahan tersendatnya pembanguan desa. Berbeda dengan kelurahan yang status pemimpin (lurah) dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan ditunjuk langsung oleh bupati/ walikota, kepala desa merupakan tokoh non-ASN yang dipilih melalui pemilu. Tidak ada jaminan kualitas manajemen kepemimpinan dan anggaran.

Masyarakat pada akhirnya yang dirugikan sebab macetnya pencairan dana desa, ketidakefektifan pembangunan infrastruktur, dan kurang akuratnya pemerataan bantuan pemerintah. Fenomena seperti ini seharusnya dijadikan pertimbangan pemerintah menentukan kebijakan yang menguras kantong APBN. Mempercayakan desa mengelola anggaran secara mandiri, malah dijadikan lahan korupsi.

Namun demikian, program dana desa sedikit-banyak mampu menekan angka kemiskinan di Indonesia. Evaluasi selanjutnya tinggal bagaimana pemerintah mampu membimbing kades dengan memberikan sosialisasi untuk lebih bijak mengatur dana desa agar tepat sasaran. Isu yang beredar dari diskusi masyarakat, dana desa akan tiada seiring bergantinya kepemerintahan. Sehingga bantuan ketahanan pangan dan hewani yang dialokasikan tiap RT bisa dijadikan usaha mandiri warga jika nanti tidak ada lagi dana desa.

Namun ada yang lebih penting dari hanya pencapaian ketahanan pangan dan pembangunan infrastruktur, yakni peningkatan SDM. Pemerintah harus gencar memberikan arahan tentang pentingnya ruang literasi, pendidikan informal, dan kegiatan lain yang bisa dijadikan modal untuk menghadapi ancaman dunia digital. Menjadikan masyarakat yang melek internet, bijak memilah informasi, dan kreaktif menyusun ide untuk pembangunan desa di masa mendatang.

  Manusia dan lingkungan hidup mempunyai keterikatan erat dan saling mempengaruhi. Lingkungan hidup yang berkualitas akan menjadikan manusia...

 

menghirup-asap

Manusia dan lingkungan hidup mempunyai keterikatan erat dan saling mempengaruhi. Lingkungan hidup yang berkualitas akan menjadikan manusia yang berkualitas, begitu juga sebaliknya. Ketidaksadaran manusia dengan melakukan perusakan alam menyebabkan keterbelakangan kualitas hidup. Tindakan penggundulan hutan, pencemaran udara dan air, berkurangnya kesuburan tanah, menipisnya lapisan ozon di atmosfer, dan gejala global warming semua diakibat ulah manusia.

Dalam literatur masalah-masalah lingkungan hidup dapat dikelompokan ke dalam tiga kategori, yaitu pencemaran lingkungan (pollution), pemanfaatan lahan secara salah (land misuse), dan pengurasan atau sumbar daya alam (natural resource depeletion). Sdangkan dalam perpektif hukum di kelompokan ke dalam dua kategori, yakni pencemaran lingkungan (environmental pollution) dan perusakan lingkungan hidup.

Manusia dijajah etika antroposentrisme dalam memanadang dan menempatkan diri dalam konteks alam semesta. Nilai-nilai atau prinsip moral hanya berlaku bagi manusia dan kepentingan manusia lebih penting. Alam dipandang hanya sekedar alat pemenuhan kebutuhan manusia. Eksploitasi menjadi keniscayaan di tengah laju industrialisasi zaman.

Perlu upaya pendidikan lingkungan yang ekosentris. Mengintegrasikan nilai etika tanah (land ethics), ekologi dalam (deep ecology), ekologi sosial (social ecology), ekofeminisme (ecofeminism), dan perubahan paradigma ekologi (the change of paradigm ecologies). Tujuannya mencapai kesadaran ekologis dan pengembangan ilmu pengetahuan yang berpijak pada pelestarian lingkungan hidup dan keadilan sosial.

Pendidikan ekologis mengajarkan komunitarianisme biosfer, di mana keberadaan manusia senantiasa dalam solidaritas dengan dunia sekitar. Menghadapi krisis ekologi dalam konteks relasi antara manusia, sumber daya alam, dan lingkungan sosial, manusia perlu menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan batasan. Penelitian, inovasi, dan evaluasi mampu meningkatkan kualitas pembangunan berkelanjutan dan keutuhan lingkungan hidup serta budaya.

 

Baca Juga: Berdialog dengan Alam

Asap Kehidupan

Pencemaran udara adalah peristiwa tercampurnya polutan (unsur-unsur berbahaya) ke dalam lapisan udara (atmosfer) yang dapat menyebabkan penurunan kualitas udara (lingkungan). Pencemaran udara berasal dari polutan yang dihasilkan kendaraan bermotor, produksi pabrik, asap rokok, dan sampah yang telah membusuk.

Berdasarkan data Air Quality Live Index (AQLI), kondisi kualitas udara di Indonesia terus memburuk sejak dua dekade terakhir. Tahun lalu Indonesia berada di peringkat ke-20 negara dengan kualitas udara terburuk di dunia. 91% penduduk Indonesia berada di wilayah dengan tingkat polusi udara melebihi batas aman yang ditetapkan organisasi kesehatan dunia (WHO).

El Nino sering dijadikan dalih penyebab utama polusi udara melalui kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia. Namun ternyata El Nino hanya salah satu faktor, menurut Center for International Forestry Research (CIFOR), salah satu penyebabnya adalah ulah manusia dengan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit.

Partikel dalam asap karhutla berukuran sangat kecil (kurang dari 1-2,5 mikron) dan dapat masuk lebih jauh ke dalam paru-paru. Data Kementerian Kesehatan mencatat sekitar 425.400 orang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada 2015. Pada 2019, angkanya meningkat hingga 919.516 orang (Bank Dunia). Belum lagi berurusan dengan asap industri, kendaraan bermotor, dan rokok. Manusia dipaksa menghirup asap dan bernafaskan polusi.

Pencemaran udara akibat kontaminasi asap menyebabkan berkurangnya kadar oksigen di dalam tubuh manusia. Memicu terjadinya gangguan pernapasan, seperti asma, ISPA, hingga kanker paru-paru. Asap juga bisa menyebabkan pemanasan global dengan ditandai peningkatan suhu udara, permukaan laut yang meninggi, dan mencairnya es di daerah kutub.

Literasi ekologi dan kampanye penyelamatan bumi perlu digencarkan di berbagai ruang publik. Kehidupan manusia di masa mendatang berada di tangan kita saat ini. Perilaku egois dan rakus hingga mengorbankan alam untuk kepentingan bisnis menimbulkan efek domino terhadap keselahatan bumi dan kehidupan manusia secara keseluruhan.

Hukum perlu ditegakan menumpas penjahat lingkungan hidup yang berlindung di bawah naungan korporasi. Pemerintah juga harus konsisten memegang amanat undang-undang untuk menyediakan lingkungan hidup yang sehat sebagai hak warga negara. Ketidaktegasan melawan korporasi dengan iming-iming bagi hasil akan mempercepat punahnya kehidupan di muka bumi.

Lebih mementingkan bangunan infrastruktur fisik daripada kelesatarian alam. Mengorbankan ekosistem demi investasi asing. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan manusia menyelamatan kehidupan dari paparan asap yang lebih parah adalah mengurangi emisi (kendaraan pribadi), menggunakan produk ramah lingkungan, tidak sembarang membakar sampah, mengurangi penggunaan bahan kimia, dan mengurangi intensitas (menghentikan) kebiasaan merokok.

Mari kembalikan udara yang bersih dan sehat. Hentikan kebiasaan menghirup asap dan bernafaskan polusi untuk kehidupan yang layak di masa mendatang. Kebiasaan merusak lingkungan hidup: semakin berulah, semakin bertulah.

 

Pernah dimuat Alif.id

 

 

  Belum selesai mengatasi pandemi Covid-19, dunia dihadapkan ancaman kriris iklim yang menjadi isu panas sejak beberapa tahun ke belakang. P...

 

krisis iklim

Belum selesai mengatasi pandemi Covid-19, dunia dihadapkan ancaman kriris iklim yang menjadi isu panas sejak beberapa tahun ke belakang. Perubahan iklim telah berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat. Kenaikan suhu bumi tidak hanya berdampak pada meningkatnya temperatur udara tapi juga mengubah sistem iklim yang bisa mempengaruhi perubahan alam dan kehidupan manusia secara universal, seperti kesehatan, kualitas dan kuantitas air, hutan, lahan pertanian, habitat, dan ekosistem wilayah pesisir.

Krisis iklim disebabkan oleh beragam hal, seperti deforestasi, penggunaan energi tak terbarukan, hingga penangkapan berlebihan terhadap ikan di laut. Hingga saat ini hutan hujan Amazon menghasilkan karbon dioksida sebanyak 1,5 miliar ton, jumlah ini lebih banyak daripada yang diserap oleh hutan hujan Amazon, yaitu sebanyak 0,5 miliar ton. Hal ini berarti masih tersisa 1 miliar ton karbon dioksida di atmosfer (Carrington, 2021).

Krisis iklim tidak hanya menjadi ancaman keanekaragaman hayati akibat berkurangnya jumlah luasan hutan yang berdampak pada penurunan luas habitat ideal dari spesies target terancam punah, namun juga berdampak luas terhadap semua sektor kehidupan manusia. Berdasarkan data Bappenas, Indonesia berpotensi mengalami kerugian hingga 544 triliun pada periode 2020–2024 akibat perubahan iklim.

Perkiraan terbaru dari InfluenceMap pada tahun 2019 mencatat lima perusahaan gas dan minyak terbesar di dunia (BP, Shell, Exxon Mobil, Chevron, dan Total) mengucurkan dana sekitar US$ 200 juta per tahunnya untuk melobi kontrol, penundaan, atau melakukan block binding atas kebijakan iklim. Sistem ekonomi kapitalis yang hanya memikirkan tentang keuntungan berperan besar terciptanya krisis iklim. Pelaku usaha masih sibuk dengan omset (keuntungan) dan mengabaikan nilai kemanusiaan dan kondisi lingkungan hidup.

Jika dianalisis lebih jauh, dampak pemanasan global bisa membunuh lebih banyak manusia dibandingkan dengan pandemi. Krisis iklim bisa menimbulkan ancaman yang bertahan hingga ratusan tahun ke depan. Dampak besarnya dapat menyebabkan kerugian terhadap kebutuhan dasar manusia seperti air, energi, dan ketahanan pangan.

 
Baca Juga : Berdialog dengan Alam

Peran Masyarakat

Perlu diketahui bahwa masyarakat masih banyak yang tidak peduli terhadap ancaman perubahan iklim. Ketika kampanye pemanasan global dianggap sebagai gagasan permasalahan tingkat negara atau dunia untuk mengatasi lingkungan, penggunaan istilah perubahan iklim diharapkan mampu membuka mata masyarakat tentang fenomena peningkatan suhu bumi. Bahkan diksi krisis iklim menjadi harapan terakhir menyadarkan manusia untuk lebih khawatir terhadap masa depan kehidupan di muka bumi.

Berdasarkan survei YouGov-Cambridge Globalism Project terhadap 23 negara, tercatat bahwa Indonesia (18%) menjadi negara tertinggi dengan persentase orang yang tidak memercayai bahwa krisis iklim disebabkan oleh aktivitas manusia. Kemudian diikuti oleh Arab Saudi (16%) dan Amerika Serikat (13%) sebagai 3 teratas pemuncak survei.

Masyarakat menyangkal bahwa krisis iklim tidak berpengaruh secara langsung terhadap kehidupannya -setidaknya untuk saat ini-. Urusan masa depan dunia dilemparkan kepada pemangku kebijakan yang dituntut untuk menyelesaikan masalah krisis iklim. Sedangkan masyarakat masih acuh tak acuh dengan melakukan berbagai aktivitas yang semakin menambah beban krisis iklim dunia. Gas rumah kaca, emisi aerosol, dan perubahan penggunaan lahan menjadi faktor terjadinya perubahan iklim.

Salah satu strategi transformasi yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan kebijakan ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan sosial dengan tetap menjaga kualitas lingkungan hidup. Dengan permasalahan dunia yang belum bebas dari pandemi, krisis iklim memperbesar risiko kemiskinan dan bencana kemanusiaan secara global.

Disadari atau tidak, perilaku masyarakat secara nyata telah merusak keseimbangan alam namun masih mengabaikan isu krisis iklim dunia. Saat tata nilai dan norma yang dibuat manusia untuk memanfaatkan potensi alam telah diingkarinya sendiri. Nilai-nilai agama dibutuhkan untuk memberi peringatan kepada umat dan memberi koridor dimensi etis bagi manusia.

Sedangkan untuk keberlangsungan penanganan krisis iklim secara berkelanjutan dibutuhkan sistem atau kurikulum seputar perubahan iklim di tingkat pendidikan dasar. Masyarakat harus diberikan edukasi secara masif mengenai bahaya krisis iklim yang mengancam kehidupan di masa depan. Percuma pemerintah atau lembaga tertentu serius menangani krisis iklim sedangkan masyarakatnya masih konsisten melakukan kerusakan lingkungan.

Selain itu dibutuhkan juga peran media untuk terus memviralkan isu krisis iklim dunia. Semua harus gotong royong fokus menyelamatkan bumi dari segala bentuk bencana yang disebabkan perubahan iklim. Kesadaran terhadap krisis iklim setidaknya mengurangi krisis moralitas manusia tentang hakekat keselarasan kehidupan di bumi. Mengurangi ego terhadap kekayaan (ekonomi) dan kekuasan (politik) demi kehidupan yang lebih layak untuk anak cucu di masa depan.

 

Pernah dimuat Presisi

https://presisi.co/read/2022/01/11/4816/krisis-iklim-krisis-moralitas 

  Dalam agama Hindu, tumbuhan dianggap sebagai petapa sejati. Tumbuhan hidup dan berkembang menggunakan kekuatannya sendiri. Meskipun terlih...

 pohon mistis

Dalam agama Hindu, tumbuhan dianggap sebagai petapa sejati. Tumbuhan hidup dan berkembang menggunakan kekuatannya sendiri. Meskipun terlihat seolah-olah tidak bergerak, namun sesungguhnya tumbuhan tengah memberi manfaat bagi kehidupan banyak makhluk lainnya.

Kultur masyarakat Jawa mengamini cara pandang tersebut. Tumbuhan dianggap sebagai guru kehidupan. Mereka menganggap bahwa tumbuhan mengajari banyak hal tentang konsep kebermanfaatan. Demikian yang mendorong masyarakat Jawa zaman dulu menggunakan nama-nama tumbuhan untuk menamai suatu daerah. Misalnya; Jati, Waru, (be)Ringin, Kemiri, Manggis, dan lain sebagainya.

Banyak manfaat yang bisa didapatkan dari keberadaan tumbuhan selain berfungsi sebagai pondasi utama kelangsungan hidup manusia. Mengurangi polusi udara, meningkatkan kualitas tanah, menjaga kestabilan iklim, mengatur siklus air, menyediakan habitat satwa liar, sarana pengobatan, hingga yang paling utama adalah sumber bahan makanan.

Dalam tradisi Jawa (sebelum mengenal agama), masyarakat begitu menghormati tumbuhan sebagai penghubung kekuatan supernatural di luar dirinya. Dengan menggunakan berbagai simbol, masyarakat menjalankan ritus sesaji, tiban, tedak siten, hingga selamatan untuk mengenalkan manusia dengan alam dan bentuk syukur atas kenikmatan yang diberikan semesta.

Ada anggapan juga yang menyatakan bahwa tumbuhan adalah saudara tua dari manusia. Pemikiran tersebut dilandaskan atas dasar keberadaan tumbuhan yang sudah ada jauh sebelum kehadiran manusia. Manusia diciptakan hanya untuk membuat kerusakan alam beserta tatanannya. Melakukan reboisasi, menebang pohon secara liar, membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya.

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau!" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui." (QS. Al-Baqarah: 30).

Penambahan jumlah penduduk dunia naik sekitar 1,5 persen setiap tahun (bertambah 90 juta orang/ tahun). Pada tahun 1990, populasi dunia mencapai 5,3 milyar. Pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 8,5 milyar. Dampak utamanya adalah peningkatan polusi. Mengurangi lahan pertanian dan lingkungan alam untuk kebutuhan tempat tinggal dan industri. Alam kembali dikorbankan.

Manusia modern lebih mengedepankan ego untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya sendiri. Acuh tak acuh pada kehidupan sosial, apalagi terhadap lingkungan alam. Konsep ekonomi yang akhirnya menghendaki segala cara untuk memperoleh kebahagiaan individu, meskipun harus mengorbankan alam. Manusia modern cenderung mengabaikan alam dan kelangsungan hidup di masa mendatang.


Baca Juga : Belajar Hidup dari Pohon Jati

Generasi saat ini harus menengok ke belakang untuk belajar khasanah kebudayaan masyarakat Jawa. Bagaimana memegang nilai-nilai keluhuran etika ekologi untuk kelangsungan hidup keturunannya. Bahkan, ada ritual tertentu (berdoa) sebelum menebang pohon yang saat ini sering diabaikan. Jika memotong hewan ada doanya, kenapa memotong (menebang) pohon tidak berdoa? Bukankah keduanya sama-sama makhluk hidup?!

Perilaku merusak alam adalah kejahatan paling brutal dari manusia. Kalau korupsi atau mencuri adalah perilaku mengambil hak orang lain, merusak alam adalah perilaku “membunuh kehidupan” di muka bumi. Manusia tidak sadar bahwa sedikit-banyak perilaku perusakan alam telah menciptakan peluang untuk kehancuran dunia. Suhu udara meningkat, abrasi laut, banjir bandang, tanah longsir, dan dampak lainnya yang akan menyiksa generasi berikutnya.

Menghargai tumbuhan dalam tradisi masyarakat Jawa zaman dulu bukan berarti menjadikannya sesembahan. Ada ikatan persaudaraan antara manusia dan tumbuhan. Ada interaksi dan etika sosial ketika tumbuhan memberi makan dan manusia mengucapkan syukur. Alam memberikan segala hal, namun seringkali manusia merusakannya.

University of Maryland mencatat bahwa daerah tropis kehilangan 12,2 juta hektare tutupan pohon pada tahun 2020. Deforestasi global akan mengancam kehidupan manusia saat ini dan masa mendatang. Manusia modern harus mulai peka terhadap isu lingkungan. Jika tidak bisa menghargai lingkungan alam, minimal jangan angkuh merusak alam.

Manusia harus bisa berguru kepada tumbuhan. Belajar tentang keikhlasan dengan selalu memberi namun tidak pernah meminta, malah kadang sering “dihancurkan”. Belajar tentang karma. Ketika manusia melakukan sesuatu harus bersedia mendapatkan risiko. Kejahatan terhadap alam/ tumbuhan akan dibalas dengan kebinasaan.

Ditanam (tanaman), bertumbuh (tumbuhan), dan dipanen untuk konsumsi manusia. Ekosistem alam harus kembali ditata agar manusia tidak menjadi rakus. Tumbuhan adalah makhluk yang lebih tua dari manusia. Hargailah untuk menciptakan harmonisasi alam. Tumbuhan adalah sejatinya guru semesta.

Manusia mempunyai cita-cita yang kuat menciptakan masyarakat dalam kehidupan sosial yang damai dan teratur sesuai dengan ukuran pemahaman ak...

hak asasi manusia

Manusia mempunyai cita-cita yang kuat menciptakan masyarakat dalam kehidupan sosial yang damai dan teratur sesuai dengan ukuran pemahaman akal budi. Menurut Hugo Grotius, aturan keadilan didasarkan pada kecenderungan: Pertama, Setiap orang harus membela hidupnya dan menentang kecenderungan yang merugikan. Kedua, setiap orang diperkenankan memperoleh hak yang berguna bagi hidupnya.

HAM adalah hak kodrati yang dimiliki setiap manusia. Dalam pengaplikasiaannya, tidak lagi dibedakan oleh jenis kelamin, budaya, bahasa, warna kulit, ataupun kewarganegaraan. Hak asasi manusia tidak diperoleh karena adanya hukum positif atau hukum masyarakat, tetapi hak didapat karena martabatnya sebagai manusia. Semua orang mempunyai hak yang sama di mata negara.

Lingkungan hidup sehat adalah kunci dasar dalam menghormati HAM. Setiap manusia mempunyai hak untuk menikmati kesehatan, kebahagiaan, dan ketersediaan lingkungan yang aman dan sehat. Lingkungan dan alam terikat dalam sebuah entitas sosial yang tidak bisa dipisahkan dengan manusia. Jika ekosistem rusak, maka ada hak manusia yang diambil secara paksa.

Hak asasi setiap manusia dalam hal akses terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dijadikan sebagai sarana utama dan tujuan akhir dari hak menguasai negara, sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 33 (3) UUD 1945. Memang hak atas lingkungan hidup tidak diatur secara eksplisit dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Gerakan lingkungan hidup (Environmental Movement) di dunia biasanya diambil dari pasal 28 sebagai dasar justifikasi argumen bahwa hak atas lingkungan juga menjadi bagian dari hak asasi manusia.

Kondisi lingkungan dan kebijakan pembangunan era teknologi industri seperti saat ini sangat berpengaruh terhadap hak untuk hidup, hak atas kesehatan, hak atas pekerjaan dan pendidikan, hak atas informasi, berpartisipasi, dan mendapatkan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Akibatnya masih banyak penduduk hidup dalam garis kemiskinan dimana sebagian besar tinggal di lingkungan hidup yang buruk dan tak layak huni.

Di sisi lain, degradasi lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas ekonomi yang mengorbankan rakyat menengah ke bawah. Tidak ada akses publik terhadap informasi, partisipasi, serta kebebasan untuk berbicara dan berkumpul. Kualitas lingkungan hidup, air, udara maupun kerusakan alam lainnya menurun yang akan menimbulkan bencana alam bagi sebuah negara dan dunia. Tak dapat dihindari, rakyat yang pada akhirnya akan menjadi korban atas keserakahan mengeksploitasi lingkungan hidup yang tidak sesuai aturan. Hal ini menjadi kontradiktif dengan semangat konstitusi yang dijanjikan untuk memberikan jaminan terhadap perlindungan HAM.

Indonesia sebagai negara yang mengakui nilai-nilai universal hak asasi manusia, mempunyai kewajiban untuk melindungi (to protect), menghormati (to respect) dan memenuhi (to fulfill) hak-hak dasar warga negaranya, seperti; pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, lapangan kerja, keamanan, lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tetapi kenyataannya kualitas hidup rakyat justru mengalami penurunan. Saat ini, hak dasar manusia terancam oleh pengerusakan alam, pencemaran air dan udara, deforestasi, perampasan sumber kehidupan rakyat (agraria dan sumber daya alam).

Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat laju kehilangan lahan hutan periode 2013-2017 mencapai rata-rata 1,47 juta hektare per tahun. Kalimantan dan Sumatra yang mendominasi dengan proyeksi tren kehilangan hutan yang akan bergeser ke arah Indonesia Timur sekitar 245 ribu Ha/tahun pada periode 2017-2034. Salah satunya penyebab kerusakan hutan yaitu akibat penebangan hutan secara ilegal (Illegal logging) yang masih menjadi isu global yang cukup persisten (FAO, 2020).

Dalam tata hukum lingkungan hidup dikenal dengan istilah ekosida, yang diartikan sebagai pemusnahan atau pengerusakan sistem ekologi. Lingkungan yang rusak akan membunuh lingkungan itu sendiri (ecocide) - bunuh diri suatu masyarakat akibat perusakan lingkungan. Dalam mempertahankan hidupnya, manusia bergantung pada alam sebagai ruang, penghasil oksigen, penghasil pangan, penyedia air, maupun sebuah lingkungan di mana di dalamnya tercakup berbagai ekosistem yang saling bergantung dan menghidupi satu sama lain.

Berbagai kasus perusakan lingkungan hidup dan bencana alam sebagai akibatnya membuka mata stakeholder untuk lebih memperhatikan keselamatan secara komunal di suatu negara. Terjadinya depresi ekologi terjadi karena kebijakan yang mengarahkan pembangunan yang tidak memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup dan generasi masa mendatang. Setiap tahunnya tak kurang dari 4,1 juta hektar hutan di Indonesia berganti menjadi areal pertambangan, perkebunan besar, dan kawasan industri lainnya. Hutan, sawah, kebun, dan lahan asri lainnya sudah tidak dijangkau lagi oleh masyarakat setempat dan lebih banyak dikuasai golongan kapitalis modern.

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) diharapkan mampu mengatasi problematika pelanggaran HAM terhadap lingkungan hidup. Menciptakan keadilan secara ekonomi, sosial maupun lingkungan bagi generasi saat ini maupun generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan yang dilakukan harus berbasiskan tata kelola lingkungan yang baik (Good Sustainable Development Governance).

Kesadaran mengenai pentingnya pemahaman tentang hak asasi di bidang lingkungan hidup merupakan salah satu sebuah solusi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Semua mempunyai hak untuk melindungi lingkungannya dari pengerusakan alam yang dilakukan individu atau organisasi (perusahaan) yang berdampak buruk kepada dirinya. Pemerintah juga harus berperan aktif dalam membuat kebijakan yang difungsikan untuk menyelamatkan lingkungan hidup sesuai konstitusi yang diatur. Jika pemerintah berfokus untuk mengejar pendapatan negara dengan melanggar asas perlindungan ekosistem, maka pemerintah terlibat dalam usahanya menjadikan rakyat kehilangan hak atas lingkungan hidup yang baik.

Sudah saatnya dilakukan gerakan masif untuk menyelamatkan dan melindungi lingkungan hidup yang berdasarkan pada hak asasi manusia. Pada dasarnya, setiap manusia berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Lingkungan hidup juga harus ditempatkan sebagai subjek dinamis untuk dihormati. Dengan demikian, gerakan HAM dan lingkungan akan lebih dirasakan manfaatnya oleh publik jika melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Rakyat sebagai pemegang hak harus bersikap melindungi dan menyelamatkan lingkungannya. Saat inn, rakyat khususnya kelompok minoritas dan kaum miskin, selalu menjadi korban pertama dan terberat dari konsekuensi pelanggaran HAM atas kerusakan lingkungan hidup.


Pernah dimuat di Mongabay

https://www.mongabay.co.id/2020/12/20/ham-dan-perlindungan-warga-negara-dari-perusakan-sumberdaya-alam/

  Indonesia merupakan negara dengan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.500 pulau. 70 persen wilayah Indonesia adalah pe...

 

potensi udang

Indonesia merupakan negara dengan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.500 pulau. 70 persen wilayah Indonesia adalah perairan laut dan menjadi negara dengan garis pantai terpanjang (54.716 km) kedua di dunia, setelah Kanada. Potensi besar kelautan Indonesia bisa dilihat dari statistik ekspor perikanan yang terus meningkat setiap tahunnya. Indonesia digadang akan menjadi negara maju di sektor perikanan dan kelautan.

Sektor kelautan terus digenjot pemerintah untuk meningkatkan perekonomian negara. Periode tahun 2020-2024 dilakukan pendekatan pilar pembangunan tentang budidaya perikanan yang berkelanjutan. (1) Teknologi Produksi, untuk meningkatkan nilai jual atau nilai tambah produksi, (2) Market Oriented, sebagai pengembangan komoditas unggulan yang berorientasi pada permintaan pasar, (3) Sosial Ekonomi, keterlibatan stakeholder budidaya ikan untuk peningkatan kesejahteraan sosial-ekonomi, (4) Keberlanjutan Lingkungan, aktivitas budidaya perikanan yang dilakukan harus ramah lingkungan.

Namun untuk mewujudkan visi-misi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut, Indonesia dihadapkan beberapa tantangan baik secara internal maupun eksternal. Seperti pemanfaatan potensi lahan perikanan yang belum optimal, kelembagaan yang masih lemah, manajemen sertifikasi sistem produksi, ketergantungan impor sarana produksi, dan keterbatasan infrastruktur pendukung.

Potensi lahan kelautan di Indonesia adalah 2.964.331,24 Ha. Sementara pemanfaatannya sekitar 605.908,818 Ha. Tahun 2024 target budidaya perikanan adalah 22,65 juta ton dengan rincian ikan (10,32 juta ton) dan rumput laut (12,33 juta ton). Selain itu produksi ikan hias ditargetkan mencapai 2,33 miliar ekor. Kluster sentra produksi budidaya perikanan diharapkan mencapai 50 kawasan. Sedangkan pendapatan nelayan atau pembudidaya sekitar 3,7 juta.

Saat ini, rumput laut menjadi komoditas unggulan dalam budidaya produksi kelautan. Selanjutnya berturut ada Nila, Lele, Udang, Bandeng, dan Ikan Mas. Pemanfaatan lahan untuk budidaya udang sampai dengan tahun 2017 baru mencapai 20% dari keseluruhan potensi yang dimiliki, masih sangat terbuka potensi untuk pengembangan lahan budidaya udang dengan ekstensifikasi dengan memperhatikan RTRW di setiap daerah. Ekspor udang Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia baru memenuhi 7% dari total kebutuhan udang dunia.

Potensi tambak Indonesia sebesar 2.964.331,24 Ha. Dengan potensi terbesar berada di Provinsi Sumatera sebesar 34%, Kalimantan sebesar 23%, dan Jawa sebesar 14%. Udang menjadi salah satu komoditas penting dengan kuantitas produksi nasional sebesar 886.520 ton. Pulau Jawa menjadi kontributor terbesar dengan 28,52% (252.813,89 ton) dan Pulau Sumatra dengan 18,61% (165.020,35 ton).

Arah pengembangan dan kebijakan budidaya udang nasional dimulai dari perbaikan sarana dan prasarana produksi, selanjutnya dilakukan klasterisasi kawasan udang. Pemerintah juga ikut andil untuk melakukan integrasi program pengembangan udang DJPB lintas sektor, kemudian penguatan kelembagaan, pengaturan regulasi usaha, inovasi teknologi berkelanjutan, dan tujuan akhirnya adalah menciptakan budidaya udang yang mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Untuk mencapai target dari kementerian kelautan dan perikanan, pemerintah dan pihak terkait akan melakukan revitalisasi dan mendorong BBU (UPTD), dan HSRT untuk meningkatkan produksi benih udang berkualitas. Peningkatan produksi benur berkualialitas di 5 Balai utama: BBAP Situbondo, BBPBAP Jepara, BBAP Takalar, dan BBAP Ujung Batee Aceh. Pembinaan dalam penerapan cara pembenihan ikan yang baik (CPIB) serta sertifikasi pembenihan bagi hatchery besar dan rakyat (HSRT) oleh tenaga penyuluh, pembina dan pengawas pembudidayaan UPT pusat dan daerah. Pengaturan sistem distribusi benur dengan jaringan produksi benur dan pembesaran dengan prinsip efisiensi. Pelatihan teknis pembenihan dan pendederan bagi tehnisi HSRT dan pendederan.

Pihak swasta juga harus terlibat untuk bersama meningkatkan produksi budidaya udang nasional dengan mengembangkan kemitraaan usaha dengan para pembudidaya udang (pembinaan, menampung, dan memasarkan hasil produksi). Selain itu juga diharapkan bisa terlibat dalam produksi benih udang berkualitas untuk membantu memenuhi kebutuhan pasar. Menyediakan pakan berkualitas dengan harga terjangkau, untuk meningkatkan competitiveness produk udang hasil budidaya.

Untuk infrastruktur, peningkatan budidaya udang harus diikuti dengan penyediaan air bersih, penyediaan lahan sentra budidaya udang, penyediaan sarana dan prasarana  pembenihan dan pemasaran, penyediaan rehabilitasi saluran primer, sekunder, dan tersier. Jika semua elemen terkait bisa bekerjasama untuk memajukan budidaya udang, maka cita-cita luhur memajukan sektor kelautan, khususnya potensi budidaya udang, akan bisa dicapai. Ketersediaan sumber daya alam negara yang potensial harus cermat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.

Dengan usaha meningkatkan produksi udang nasional, diharapkan bisa menarik investasi dalam negeri yang akan berdampak kepada kesejahteraan pembudidaya, sektor swasta, hingga negara sebagai objek utama investasi jangka panjang. Udang hanya salah satu dari banyak budidaya sektor kelautan dan perikanan yang bisa menjadi aset bagi negara. Pengelolaan dan strategi pemerintah dan instansi terkait harus tepat agar bisa menghasilkan produktivitas yang maksimal.

Eboni mempunyai nama latin Diospyros Celebica Bakh,  merupakan salah satu jenis kayu dari famili Ebenaceae. Pohon Eboni juga dikenal sebagai...

pohon eboni

Eboni mempunyai nama latin Diospyros Celebica Bakh, merupakan salah satu jenis kayu dari famili Ebenaceae. Pohon Eboni juga dikenal sebagai kayu hitam karena memiliki teras kayu berwarna hitam dengan garis-garis merah-cokelat. Nama Celebia diambil dari kata Selebes yang berarti Eboni merupakan kayu spesifik (asli) di Sulawesi, Indonesia.

Ada beberapa jenis pohon serupa yang termasuk dalam klasifikasi kayu Eboni, yakni: Diospyros Ebeum Koen, Diospyros Macrohylla Bl, Diospyros Pilosanthera Blanco, Diospyros Ferea Bakh, Diospyros Tolin Bakh, dan Diospyros Rumphii Bakh. Hampir semua jenis tumbuhan tersebut mudah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, namun jenis Diospyros Celebica Bakh memiliki persebaran terbatas, hanya di hutan-hutan Sulawesi.

Pohon Eboni dapat tumbuh mencapai tinggi 40 meter dengan diameter 1 meter. Mempunyai tajuk berbentuk silindris hingga kerucut dan percabangannya agak leteral dan kokoh. Sedangkan sistem perakarannya sangat dalam, luas, dan intensif. Kulit luar berwarna hitam dan mengelupas kecil-kecil sejalan dengan bertambah umur pohon. Buahnya berdaging dan bunganya berukuran kecil.

Sifat fenologi Eboni menunjukkan bahwa buahnya sudah matang secara fisiologi sekitar bulan November dan Desember. Biji Eboni yang sehat ditandai dengan warnanya yang cokelat kehitaman dan memiliki radikel berwarna kuning kecokelatan. Karena sifatnya yang rekalsitran, maka biji Eboni tidak dapat disimpan dalam kurun waktu yang lama.

Eboni dapat tumbuh di berbagai tipe tanah. Di Hutan Sulawesi, pohon Eboni banyak ditemukan pada daerah yang memiliki curah hujan lebih dari 1.500 mm. Secara alami tegakan Eboni dapat dijumpai di daerah pegunungan berbukit yang mencapai ketiggian di atas 400 meter dpl. Pohon Eboni termasuk jenis pohon semi toleran terhadap cahaya. Suhu udara maksimum pada musim kemarau berkisar 21,5 hingga 30 derajat celcius. Sedangkan untuk suhu minimun berkisar 22 hingga 26 derajat celcius.

Saat ini diperkirakan persebaran pohon Eboni paling selatan berada di wilayah Maros, Sulawesi Selatan, sedangkan bagian utara di daerah Tomimi dan Toli-Toli, Sulawesi Tengah. Masyarakat suku Bugis mengenal tanaman ini dengan nama daerah Aju Lotong, sedangkan suku Kaili mengenalnya dengan nama Moutong.

Biasanya kayu Eboni digunakan sebagai bahan mebel, patung, hiasan dinding, ukiran, kipas, alat musik, dan kayu lapis mewah. Di Jepang, sebagai negara utama tujuan ekspor kayu Eboni dianggap bahwa perabotan rumah tangga yang dengan menggunakan kayu Eboni dapat meningkatkan derajat status sosial.

Berdasarkan peraturan Departemen Peindustrian dan Perdagangan SK Menperindag No. 726/MPP/Kep/12/1999 harga patokan kayu eboni ditetapakan sebesar 6 juta rupiah per tonnya. Sedangkan di kalangan pengumpul kayu Eboni, harga berkisar 3 sampai 7 juta per meter kubik, tergantung kualitas kayu.


Baca Juga : Belajar Hidup dari Pohon Jati

Kelangkaan dan Pelestarian Pohon Eboni

Saat ini keberadaan pohon Eboni di hutan Sulawesi sudah mengalami kelangkaan karena penebangan secara ilegal baik secara terorganisir maupun perorangan. Pertumbuhan Eboni yang sekitar 0,5 – 1 cm per tahun tidak selaras dengan upaya pelestarian dan konservasi yang dilakukan pemerintah dan masyarakat pemerhati lingkungan sekitar.

Pada awal 1990-an, Departemen Kehutanan sudah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) No. 950/IV-PPHH/1990 tetnag pelarangan tebang baru terhadap pohon Eboni, kecuali mendapatkan izin khusus. Namun kenyataannya, pohon Eboni sering dijadikan incaran aktivitas Ilegal Logging dan penyelundupan. Berdasarkan laporan pemerhati lingkungan, hingga kini kayu Eboni sering diselendupkan ke Tawau, Sabah, dan Malaysia melalui daerah pantai barat Sulawesi Tengah.

World Conservation Union (IUCN), mencantumkan pohon Eboni sebagai kategori vulnerable (VU AL cd), yang artinya berada pada batas resiko tinggi kepunahan di alam. Estimasi volume kayu Eboni tersisa di Sulawesi Tengah pada tahun 2003 sekitar 3,16 juta meter kubik. Dari jumlah tersebut hanya 0,96 juta meter kubik yang relatif aman dari kasus penebangan liar.

Aktivitas eksploitasi pohon Eboni tanpa diimbangi pelestarian dapat menyebabkan penipisan keanekaragaman hayati yang pada akhirnya akan menghilangkan sumber daya genetik dari tanaman Eboni. Perlu upaya pelestarian secara terpadu mulai dari penanaman bibit hingga pemanfaatan menjadi barang produksi. Tujuannya untuk meningkatkan nilai ekonomi dan ekologis sosial budaya pohon Eboni yang sekarang merupakan jenis endemi di Sulawesi.

Selain itu juga harus ada intervensi dari pemerintah untuk perlindungan dari pencegahan penebangan liar, termasuk pengendalian perdagangan internasional melalui CITES. Kemudian menerpakan metode konservasi in-situ dan ex-situ seperti penetapan cagar alam atau taman nasional, menjadikan tanaman pekarangan, hutan rakyat, hutan kota dan peneduh jalan.


Pernah dimuat di Forest Digest

https://www.forestdigest.com/detail/1081/eboni-kayu-langka-sulawesi

“Dunia merindukan predator manusia.” Begitulah yang diinginkan oleh alam agar kembali seimbang dengan dialektika yang normal antara manusia ...

manusia predator


“Dunia merindukan predator manusia.” Begitulah yang diinginkan oleh alam agar kembali seimbang dengan dialektika yang normal antara manusia dan semesta. Covid-19 dihadirkan sebagai jalan pintas “memangsa manusia” karena keserakahannya mengeksploitasi alam secara berlebihan.

Berkah pandemi, polusi berkurang sedemikian dahsyat. Tumbuhan dan hewan liar kembali merekonstruksi ekosistem yang baru. Deforestasi, reklamasi, hingga perburuan ilegal tidak lagi menjadi fokus utama bagi manusia, selain usahanya untuk bertahan hidup dari ancaman Covid-19.

Hampir 2,5 juta penduduk di dunia meninggal terpapar Corona. Korporasi global perlahan gulung tikar. Sekitar setahun bumi mengistirahatkan diri dari ancaman predator alam yang bernama, manusia. New Normal adalah konsep untuk menyeimbangkan kembali alam yang sudah lama dijarah oleh kebiadaban manusia.

 

Baca Juga : Jerinx Hingga Pulau Komodo

Predator Alam

Ekosistem hutan memberikan gelar predator kepada singa dengan julukan raja hutan. Dalam teorinya, Charles Darwin berargumen bahwa adanya kompetisi merupakan penggerak utama dari evolusi. Organisme akan berjuang untuk supremasi, yang kuat yang bertahan.

Selain singa sebagai penguasa hutan, di lautan ada Orca (Orcinus orca) yang menjadi predator utama. Orca merupakan jenis mamalia laut yang masih berkerabat dengan lumba-lumba dalam keluarga Delphinidae yang mempunyai berat mencapai 11 ton. Orca diketahui memangsa mamalia laut seperti singa laut (Otariinae), anjing laut (Pinnipedia), walrus (Odobenus rosmarus), hingga paus besar.

Di sungai, kita mengenal buaya sebagai monster yang disegani dalam ekosistemnya. Namun ada predator lain di sungai, yakni Ikan Araipama yang sempat menghebohkan jagad maya karena dianggap menjadi predator ganas di Sungai Brantas, Jawa Timur. Ukuran ikan tersebut mencapai lebih dari 1,5 meter dengan berat sekitar 30 kilogram.

Sedangkan di udara, elang adalah prodator ulung yang bisa memangsa habitat di daratan. Kehadiran predator di setiap habitat adalah untuk menjaga keseimbangan alam. Dalam ekosistem makhluk hidup dibutuhkan rantai makanan sebagai dialektika antar alam dan makhluk hidup. Rantai makanan merupakan bagian dari jaring-jaring makanan yang bergerak secara linear dari produsen menuju konsumen teratas.

Dalam rantai makanan terdapat tiga macam rantai pokok yang menghubungkan antar tingkatan trofik, yaitu rantai pemangsa, rantai saprofit, dan rantai parasit. Rantai makanan berperan penting dalam analisis kesehatan ekologi. Akumulasi polutan dan dampak pada hewan dapat ditelusuri dari rantai makanan di dalam ekologi.

 

Baca Juga : Hukum Pengerusakan Lingkungan

Manusia Predator

Di dunia, singa mati kebanyakan disebabkan karena adanya perburuan liar dan hilangnya habitat. Laporan dari National Geography menunjukkan satu abad lalu ada sebanyak 200.000 ekor singa yang hidup di daratan Afrika. Saat ini populasi singa kurang dari 30.000 ekor di Afrika. Kelompok pecinta lingkungan International Union for Conservation of Nature menyebutkan perburuan singa ilegal mencapai 105.000 ekor hewan per tahun di Afrika.

Selain Singa, manusia juga aktif berburu gajah, badak, zebra, dan hewan liar lainnya yang sudah terancam punah. Transaksi jual-beli hewan liar masih marak di pasar dunia. Data dari WWF yang diambil oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakankan bahwa ada 6.517 satwa liar yang diperdagangkan melalui media sosial selama kurun waktu November 2015 hingga April 2016.

Indonesia dikenal sebagai negara megabiodiversitas. Ada 1.771 spesies yang hidup di Indonesia, 513 spesies di antaranya merupakan burung endemik yang hanya ditemui di Indonesia. Namun kekayaan keanekaragaman hewani tersebut tidak diikuti dengan sikap predator manusianya.

Laju kepunahan burung di Indonesia menempati posisi tertinggi di dunia dan perburuan ilegal menjadi salah satu ancaman terbesar hilangnya beragam spesies yang ada. Berdasarkan data penelusuran Pusat Penelusuran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kerugian negara akibat perdagangan satwa liar mencapai 13 triliun setiap tahunnya.

Aboriginal Subsistence Whaling adalah perilaku predator manusia lainnya. Istilah yang merujuk pada perburuan paus dengan cara tradisional untuk kebutuhan sendiri. Di Jepang, perbururan paus malah dijadikan tujuan komersil dengan adanya moratorium perburuan paus. Masyarakat Lamalera, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur sudah melakukan tradisi perburuan paus selama ratusan tahun.

Masih banyak kasus perburuan ilegal yang dilakukan manusia untuk kepentingan pribadi. Manusia tidak memiliki batas ruang habitat untuk menjadi predator bagi spesies apapun. Manusia mempunyai segala hal untuk menaklukan berbagai habitat di dunia. Manusia selalu menunjukan eksistensi diri sebagai penguasa alam raya.

Manusia butuh predator selain dirinya sendiri. Covid-19 sedikit memberi jawaban atas kejemawaan manusia sebagai predator tunggal di bumi. Alam butuh seimbang dengan teraturnya rantai makanan pada ekosistem alam. Menyediakan kembali hak akan lingkungan hidup yang bersih dan sehat tanpa alasan-alasan politik dan ekonomi.

Pandemi semoga menjadi sentilan bagi manusia agar menghargai alam dengan segala keanekaragamannya. Tidak berlebihan menjadi predator semesta yang berakibat musnahnya hewan-hewan langka di dunia. Manusia harus menyadari bahwa dirinya butuh predator untuk memusnahkan dirinya sendiri setelah lama menjadi predator di muka bumi.


Pernah dimuat di Bone Pos

https://www.bonepos.com/2021/03/09/opini-manusia-butuh-predator

Kehadiran manusia di dunia adalah untuk belajar dan memanfaatkan alam untuk kebutuhan hidupnya. Agama diturunkan bagi mereka yang berakal da...

hutan jati


Kehadiran manusia di dunia adalah untuk belajar dan memanfaatkan alam untuk kebutuhan hidupnya. Agama diturunkan bagi mereka yang berakal dan berpikir. Tidak menghendaki kaum yang apatis terhadap prosesi dialektika kehidupan manusia beserta fenomena alam di sekitarnya.

Alam adalah objek bagi manusia yang memegang teguh prinsip antroposentrisme atau egoisme yang memandang manusia sebagai pusat alam semesta. Sehingga tidak menghiraukan nasib selain dirinya. Prinsip tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal keserakahan manusia di muka bumi. Seharusnya mengekspolrasi ketersediaan alam, malah dijadikan ajang ekspoitasi memperkaya diri.

Deforestasi, pembuangan sampah sembarangan, produksi limbah dan polusi, reklamasi adalah sebagian dari banyak perilaku manusia yang memperlakukan bumi sebagai likuidasi di dalam bisnis. Banyak negosiasi antara kepentingan ekonomi dan lingkungan hidup. Para negosiator pada umumnya gagal untuk menemukan perdagangan yang saling menguntungkan karena ada asumsi dimana kepentingan mereka secara langsung menentang kepentingan pihak lain Alam rela dikorbankan karena watak manusia yang terlanjur mengabaikan kehidupan masa depan.

 

Baca Juga : 

Filosofi Pohon Jati

Sebelum berkembangnya agama-agama samawi (Yahudi, Nasrani, dan Islam), masyarakat Jawa begitu menggandrungi pohon jati karena memiliki kekuatan dan keawetan prima dalam hitungan abad, sedangkan daun jati banyak digunakan untuk pembungkus makanan di masa lalu. Kayunya yang berkualitas tinggi membuat jati banyak diminati oleh banyak orang yang kemudian menjadi komoditas unggulan dibidang kehutanan.

Penggunaan kata jati bermakna sejati, atau sebenarnya (asli, murni, tulen, bukan palsu) yang dijadikan filosofi bagi kehidupan orang Jawa. Menurut sejumlah ahli botani, jati adalah spesies asli di Burma, yang menyebar ke Semenanjung India, Muangthai, Filipina, dan Jawa.

Biji merupakan awal mula (dasar) tumbuhnya pohon jati. Dalam merancang kehidupan, manusia yang menghendaki adanya perkembangbiakan terbaik. Kemudian dalam tradisi Jawa ada istilah bibit, bebet, bobot, sebagai prasyarat mengawinkan duo sejoli. Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya adalah ungkapan bahwa untuk menghasilkan produk yang bagus harus didasari dari produk yang bagus juga. Demikian yang menjadi jati sebagai bahan berkualitas dengan harga yang berkelas.

Pohon Jati bisa tumbuh pada tanah yang tandus. Bertahan hidup pada lokasi dengan curah hujan yang sangat rendah, sedangkan di tempat yang memiliki curah hujan tinggi pertumbuhannya menjadi kurang baik. Pelajaran bagi manusia untuk bersikap adaptif pada setiap kondisi. Manusia dituntut fleksibel menghadapi problematika kehidupan. Tidak sombong ketika sedang di atas dan tidak putus asa ketika sedang di bawah.

Banyak manfaat dari pohon jati seperti batangnya untuk furniture, ranting untuk bahan bakar, daunnya untuk bungkus makanan, hingga serangganya (ulat jati, kepompong dan belalang) bisa dimakan karena mempunyai kadar protein yang sangat tinggi. Demikian halnya dengan manusia yang dianugerahi banyak keahlian jika tekun mengasahnya. Manusia modern banyak yang malas untuk mengembangkan potensi dalam dirinya. Pesatnya kemajuan teknologi membuat manusia menjadi robot-robot digital yang tidak peka terhadap kondisi lingkungan sekitar.

Untuk sampai masa tebang jati membutuhkan waktu paling tidak 40 tahun, bahkan di Jawa Timur dan Jawa Tengah daur jati mencapai 60 tahun dan ada yang 80 tahun. Sebuah pesan bahwa manusia bijak harus ikhlas mengorbankan diri untuk orang lain (generasi setelahnya). Menghilangkan sikap angkuh dan serakah yang bertujuan untuk memanjakan dirinya sendiri. Jati adalah simbol bahwa kita yang menanam, sedangkan generasi mendatang yang akan memanen. Menjadi pribadi yang ikhlas, meski tidak pernah menikmati hasilnya.

Pelajaran selanjutnya adalah sikap bersabar dan tidak tergesa-gesa. Manusia modern selalu berharap instan apapun yang dikerjakannya. Ibarat bertani padi, pagi menanam berharap sore memanen. Butuh 3-4 bulan untuk panen dengan berbagai proses yang dijalani. Ketika berhasil melampui segala permasalahan dan solusi bertani, maka manusia akan menuai hasilnya. Menekuni aktivitas yang dicintai, maka uang akan datang mencari.

Dalam sekala nasional, masyarakat selalu menuntut terjadinya perubahan segera. Mencemooh kebijakan yang dianggap basa-basi karena tidak instan dirasakan oleh masyarakat. Pohon jati mengajak manusia untuk berpikir panjang sebelum mengambil kesimpulan.

Pohon jati mengajarkan kehidupan yang sejati. Menemukan jati diri berdasarkan pengetahuan dan pengalaman hidup masing-masing. Tidak terikat dan dipengaruhi oleh faktor lain yang bisa mengubah perilaku manusia menjadi menyimpang dari kesejatiannya. Ada banyak tempat di Indonesia yang menggunakan diksi jati. Menandakan bahwa ada keluhuran yang sarat filosofis dari pohon jati.


Pernah dimuat di Modus Aceh

https://modusaceh.co/news/belajar-hidup-dari-pohon-jati/index.html