Dalam buku The Art of Loving (1956), Erich Fromm menawarkan empat dimensi dari cinta, yakni Care (peduli), Responsibility (tanggung jawab), Respect (hormat), dan Knowledge (pengetahuan). Makna cinta harus menghadirkan rasa perhatian, tanggung-jawab, rasa hormat dan menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan. Pada hakikatnya cinta adalah sumber utama dari ilmu pengetahuan.
Tidak ada satupun fenomena yang dapat menggambarkan bagaimana itu cinta, pada akhirnya cinta merupakan seperangkat keadaan emosional dan mental yang kompleks. Menurut Freud, sifat dari karakter cinta dan benci dikenal dengan istilah eros (sifat konstruktif) dan thanatos (sifat destruktif). Cinta merupakan perasaan bersama yang bertujuan integratif, sedangkan benci merupakan perasaan untuk selalu memisahkan diri.
Ada tiga tingkatan mencintai dalam diri seseorang, yakni (1) sir, cinta yang biasa dialami oleh duo sejoli yang sedang terlibat asmara. Sir merupakan tingkatan cinta terendah, dimana seseorang bisa tiba-tiba membenci dan memutuskan hubungan jika ada perkataan atau perilaku yang melampaui batas etika kebenaran personal. Cinta dan benci begitu tipis dirasakan oleh seseorang.
(2) sih atau kasih, cinta setingkat lebih tinggi daripada sir. Bisa dilihat dari kasih sayang orang tua kepada anaknya. Seburuk apapun perilaku anaknya, orang tuanya tetap akan mencintainya. Kebencian hanya terlahir sesaat yang kemudian diredam dengan perasaan cinta kasih. Terakhir (3) nur, cinta Tuhan kepada hamba-Nya, cinta nabi/ rasul kepada umatnya. Tidak terbatas, meskipun berulang kali melakukan kemungkaran.
Kehadiran semesta merupakan bentuk cinta Tuhan kepada makhluk sebagai khalifah di bumi. Cinta adalah naluri setiap manusia. Mereka melibatkan emosi cinta dalam setiap perbuatan untuk menciptakan kenyamanan dan kedamaian di dunia. Dengan cinta, semua akan terlihat bahagia dan indah.
Tuhan menganugerahkan cinta kepada hamba-Nya agar bersikap toleran, adil, dan bijaksana. Namun kadang kebencian sering ditonjolkan demi eksistensi diri. Manusia mengabaikan hakikat naluriah hidup dengan cinta tanpa kebencian dan permusuhan.
Baca Juga : Transaksi Agama Era Digital
Cintai Produk Dalam Negeri!
Kenapa kita harus mencintai produk dalam negeri? Dikutip dari laman pusdiklat kemenperin, manfaat mencintai produk dalam negeri adalah :
Produksi dalam negeri meningkat, menambah besar skala usaha dalam negeri, menambah jumlah investasi di Indonesia, meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan, mengurangi angka kemiskinan dan kriminalitas, menambah jumlah pendapatan nasional, meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, produk Indonesia menjadi tuan rumah sekaligus raja di negeri sendiri, akan menjadi negara maju, semakin meningkatkan kebanggaan warga terhadap produk sendiri, bermartabat di mata negara lain.
Ajakan Presiden Jokowi untuk membenci produk asing cukup kontradiktif dengan kampanye mencintai produk dalam negeri. Kenapa? Karena persepsi membanggakan produk dalam negeri tidak terkesan tendensius dibandingkan kampanye membenci produk asing. Apalagi pemerintah sedang gencar melawan ujaran kebencian di ruang-ruang publik.
Ujaran kebencian dikhawatirkan akan mengembalikan model pemerintahan represif selama lebih dari tiga dekade di bawah pemerintahan Soeharto. Ketika Jokowi mengajak masyarakat membenci produk asing akan menimbulkan renggangnya hubungan bilateral dengan negara asing.
Dampaknya akan mempengaruhi iklim investasi dalam negeri dengan retaknya hubungan internasional. Bahkan lebih parah, Indonesia akan menjadi negara yang dikucilkan ketika produk asing sudah dibenci. Diksi cinta dan benci tentu berpotensi menciptakan diskusi pro-kontra di masyarakat jika diucapkan oleh kepala negara.
Tanggapan kontroversial Jokowi mengenai ajakan membenci produk asing dianggap pengamat akan menciptakan konflik internasional. Berbeda cerita ketika penyampaian sampai batas untuk mencintai produk dalam negeri yang tujuannya untuk menduniakan produk nasional.
Mencintai produk dalam negeri dengan aktualisasi membanggakan produk dalam negeri, meningkatkan kualitas dan mutu, mengiklankan di berbagai platform digital. Tanpa harus melakukan “hate speech” terhadap produk asing. Pesannya adalah, untuk mencintai diri sendiri bukan dengan cara membenci orang lain.
Ujaran Kebencian (Hate Speech) sendiri adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama dan lain-lain.
Dalam agama Islam, muslim dilarang untuk memiliki perasaan hasad ataupun melakukan tindakan atas kebenciannya kepada orang lain atau kelompok masyarakat. Adapun dari sudut objektif, maka tindakan apapun yang menyakiti individu atau kelompok dilarang oleh agama. Kemudian juga larangan perkataan atau perbuatan yang dapat menimbulkan permusuhan pribadi maupun kelompok.
Tidak ada yang salah dari maksud Jokowi untuk mencintai produk dalam negeri. Namun embel-embel membenci produk asing akan menimbulkan persepsi buruk di mata internasional yang dikesankan memusuhi/ memerangi produk asing yang ingin berinvestasi atau memasarkan produknya ke Indonesia. Karena kecintaan akan membuat susah melihat sisi buruk seseorang. Sedangkan kebencian akan membuat susah melihat sisi baik seseorang.
Pernah dimuat di Harian Nusa
https://hariannusa.com/2021/03/24/cintai-produk-dalam-negeri-atau-benci-produk-asing/
0 comments: