Kawasan Timur Tengah secara politik dan budaya merupakan bagian wilayah dari benua Asia, Afrika-Eurasia. Pusat Timur Tengah adalah daratan antara Laut Mediterania dan Teluk Persia serta wilayah yang memanjang dari Anatolia, Jazirah Arab dan Semenanjung Sinai.
Wilayah Timur Tengah (middle east) seakan tidak pernah lepas dari konflik dan kekerasan. Padahal dari sana agama-agama Semit lahir, yaitu Islam, Kristen, Yahudi. Selain itu juga terdapat tempat suci yang diklaim ketiga agama yaitu Jerussalem. Agama yang seharusnya dihadirkan untuk perdamaian, malah menjadi sumber konflik perselisihan dan peperangan.
Berdasarkan analisis pengamat konflik Timur Tengah, faktor penyebab krisis kemanusiaan dan perang berkepanjangan karena perebutan sumber daya alam. Minyak menjadi komoditi utama di kawasan Timur Tengah. Produksi minyak di Timur Tengah terus meningkat mencapai sekitar 45% produksi minyak dunia. Eropa Barat (70%) dan Jepang (80%) mendapatkan kebutuhan minyaknya dari kawasan tersebut.
Dari sudut pandang sosial politik, perbedaan suku dan ras memicu banyak konflik di negara-negara Timur Tengah. Peran (intervensi) negara asing juga turut menambah gejolak konflik antarnegara. Terakhir adalah perbedaan ideologi yang begitu mencolok dan kompleks memaksa konflik menjadi bagian melekat kawasan Timur Tengah. Tiga ideologi yang kerap menjadi sumber konflik adalah Sunni, Syiah, dan Yahudi.
Di dunia non-Arab, konflik berakhir ketika salah satu ideologi terkalahkan, sementara bangsa Arab, kemenangan tidak akan pernah mengakhiri perang. Sikap oportunis, egois, dan pragmatis dari penduduk Timur Tengah bahkan pemimpinnya menyebabkan konflik tersebut seakan-akan dibiarkan terus menerus.
Upaya PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) sebagai induk penyelesaian masalah dianggap gagal mendamaikan konflik di kawasan Timur Tengah. Isu konspirasi asing mengemuka ketika dunia begitu tergiur dengan potensi sumber daya di dalamnya. Kehancuran negara-negara kawasan Timur Tengah diharapkan kelompok tertentu untuk mengeruk keuntungan atas minyak sebagai penyuplai kebutuhan energi dunia.
Baca Juga : Menjernihkan Pemahaman Jihad dan Terorisme
Membidik Indonesia
Timur Tengah masih dianggap sebagai kiblat umat Islam dunia, sehingga pemikiran dan gerakan yang berasal dari Timur Tengah hampir memiliki relasi dan jaringan ke Indonesia. Kecenderungan penganut Islam modern mengambil bentuk pemahaman yang salah, akibat peafsiran sempit teks kitab suci dan mengabaikan misi utama agama Islam yang rahmatan lil’alamin. Selain itu adanya ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik yang menjadi faktor pemicu kekerasan dan sikap radikal.
Indonesia merupakan salah satu kawasan yang mempunyai sikap sosial dan kepercayaan yang sangat beragam. Penduduk Indonesia mayoritas memeluk agama Islam, tetapi pada kenyataan realitas sosial budaya yang berkembang di dalamnya menunjukkan heterogenitas Islam yang berbeda dengan corak keislaman di Timur Tengah.
Sebagai negara paling majemuk di dunia, Indonesia memiliki 17.504 pulau, lebih dari 700 bahasa daerah, 300 suku bangsa dan enam agama yang diakui negara. Selain itu, Indonesia merupakan kawasan yang lebih menarik secara sumber daya alam dibandingkan kawasan Timur Tengah. Luas hutan negara Indonesia sekitar 99 juta hektar, cadangan gas alam Indonesia sekitar 2,8 triliun meter kubik, potensi ikan laut Indonesia mencapai 6 juta ton per tahun, penghasil emas terbesar ketujuh di dunia, dan penghasil batu bara terbesar kelima di dunia.
Tak mengherankan Indonesia menjadi daya tarik investasi asing. Meskipun dampak lingkungan dan sosial sering dikecam oleh banyak pihak, namun Indonesia tetaplah menjadi permata dunia yang selalu ingin “dijajah”. Setelah memporakporandakan Timur Tengah, misi selanjutnya adalah membidik Indonesia agar bernasib serupa dengan menghadirkan teror dan peperangan setiap saat.
Metode menciptakan konflik keberagaman seperti kawasan Timur Tengah sempat mencuat sedekade terakhir di Indonesia. Perkembangan media digital tanpa dibekali pengetahuan mengenai pemahaman agama dijadikan sarana memecah belah bangsa. Politik identitas menjadi bahasan pokok setiap kontestasi politik. Benturan perbedaan keyakinan dijadikan momentum mencetuskan konflik dan peperangan.
Peta “penjajahan” dengan taktik adu domba (perang saudara) ini selalu diantisipasi oleh dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah. Sikap moderat dan profil pluralistik keagamaan dinilai mampu menjaga kedamaian dan jauh dari perang saudara seperti di Timur Tengah. Buktinya sampai sekarang, kedua ormas tersebut masih konsisten melawan paham intoleran dan radikalisme menyebarkan ideologinya di Indonesia.
Bukan hanya konflik ideologi, Indonesia dianggap rawan konflik karena belum meratanya pembangunan dan ketimpangan kesejahteraan. Faktor internal yang mempengaruhi konflik adalah adanya manipulasi demokrasi oleh elit parpol yang menyebabkan kekecewaan masyarakat kelas bawah. Selain mewaspadai intervensi asing dalam mengacaukan kedamaian di Indonesia, negara juga harus bisa mengatasi problem mendasar tentang kesejahteraan masyarakat di dalam negeri.
Potensi alam Indonesia selalu menjadi promadona untuk dikuasai dan dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Jika Indonesia lalai dan ingin menyerupakan konflik perang saudara seperti di kawasan Timur Tengah, maka bangsa Indonesia harus bersiap kehilangan kekayaan sumber daya alam yang melimpah bagi anak cucunya.
Pernah dimuat di Peci Hitam
0 comments: