Kecemasan masyarakat mengenai badai Covid-19 mulai dirasakan di tengah tahun 2021. Ketika demam Piala Euro 2020 menyuguhkan pemandangan ribuan suporter berkumpul tanpa masker, Indonesia sedang mempersiapkan diri menjadi pasar Covid-19. Melanjutkan migrasi pandemi dari India yang sempat menghebohkan dunia.
Sejak 15 Juni 2021, kasus Covid-19 di Indonesia terus mengalami kenaikan. Per tanggal 21 Juni, angka positif Covid-19 sudah tembus 2 juta (2.004.445) orang. Dampaknya lonjakan kasus Covid-19 membuat kapasitas rumah sakit di sejumlah daerah semakin menipis. Berdasarkan data Persi, BOR di Jakarta telah mencapai 84%, disusul Jawa Barat dengan 81%, Banten 79%, dan Jawa Tengah 79%.
Beberapa epidemiolog sudah memprediksi Indonesia bisa seperti India. Menurut data resmi, korban meninggal karena Covid-19 di India lebih dari 330.000. Namun banyak ahli menduga korban sebenarnya lebih dari satu juta orang. Ledakan kasus Covid-19 membuat India menjadi negara yang sangat memprihatinkan dari segi kesehatan, politik dan keamanan, hingga krisis ekonomi.
Sebagai negara dengan penduduk terbesar ke-4 di dunia (setelah China, India, dan Amerika Serikat), Indonesia berpotensi mengalami tragedi pandemi seperti India. Apalagi kemunculan virus dengan varian baru hasil mutasi antara lain; Lambda, Gamma, Alpha, Beta, hingga Delta. Untuk kasus varian Delta sudah ditemukan di 6 provinsi Indonesia. Berdasarkan data dari Inggris, varian Delta dianggap lebih menular 60% daripada varian Alpha.
Faktor lainnya adalah inkonsistensinya kebijakan pemerintah dan rendahnya kesadaran masyarakat menjaga protokol kesehatan yang akhirnya menjadi bom waktu pandemi yang lebih radikal. Kegagapan menangani lonjakan kasus Covid-19, membuat pemerintah memutuskan pengurangan cuti hari raya untuk menekan angka penyebaran Covid-19.
Di sisi lain, kemendikbud masih kukuh menerapkan sistem pembelajaran tatap muka di pendidikan formal. Kemenparekraf masih ancang-ancang untuk membuka pintu wisatawan menyerbu Indonesia. Sedangkan kemenpora sibuk mempersiapkan PON XX di Papua. Kebijakan terus menerus digodok sambil menunggu mayoritas masyarakat divaksin dan di antaranya mati akibat pandemi.
Ketika banyak menerima saran lockdown, banyak pejabat bimbang akan risiko investasi, ekonomi, dan sosial politik dalam negeri. Selain itu, 3 provinsi (Yogyakarta, Jawa Barat, dan Jakarta) juga blak-blakan mengenai kondisi anggaran APBD yang tidak mampu membiayai periode penerapan lockdown regional. Kepasrahan pemerintah pusat dan daerah yang akhirnya mengantar Indonesia menuju kondisi tsunami Covid-19 di India.
Baca Juga : Bagaimana Jika Vaksinasi Corona Gagal?
Endorse Covid-19
Dalam balutan komedi satire, komika Bintang Emon kembali menjadi perbincangan publik setelah menggunakan istilah “endorse” untuk meyakinkan masyarakat bahwa ancaman Covid-19 itu nyata adanya. Ada ratusan hingga jutaan orang di Indonesia yang berjuang melawan Covid-19 namun minim ekspose media.
Penyataan Bintang melalui akun Instagram @bintangemon menyentil konsep apatis terhadap pandemi yang lebih mempercayai teori konspirasi. Pesan yang disampaikan bahwa melawan pandemi bukan urusan individu, melainkan kesadaran komunal untuk menciptakan herd immunity (kekebalan kelompok). Tidak boleh egois mempertentangkan teori konspirasi yang berakibat pada lamanya proses pemulihan imunitas nasional.
Butuh kerjasama antara pemerintah dan masyarakat untuk sama-sama terhindar dari tsunami Covid-19 seperti di India. Setiap orang punya hak untuk meyakini teori konspirasi, namun mengajak masyarakat untuk mengikuti keyakinannya adalah perilaku yang tidak etis ketika fenomena pandemi sudah mulai menjalar ke berbagai sektor kehidupan.
Di sisi lain, pemerintah juga harus konsisten dan fokus menerapkan kebijakan untuk mengurangi laju pandemi. Mengurangi drama politik 2024 dan pencitraan kebijakan selain penanganan kasus Covid-19. Kunci sehatnya ekonomi nasional adalah kesehatan masyarakat. Mengembalikan kehidupan normal yang akhirnya bermanfaat bagi sektor pendidikan, agama, pariwisata, ekonomi, politik, hingga sosial budaya.
Mencekoki proses antivaksinasi dengan narasi konspirasi hanya akan menunggu waktu untuk kolapsnya negara karena pandemi. Tidak semua orang mempunyai imunitas atau kekebalan tubuh seperti orang yang meyakini adanya konspirasi. Banyak orang yang meninggal akibat ulah beberapa oknum yang mengkampanyekan ketidakpercayaan terhadap Covid-19. Negara panik, ekonomi hancur, korban (masyarakat sipil) mati satu per satu.
Perlu diperbanyak endorse Covid-19 di berbagai platform untuk menyadarkan masyarakat pentingnya sikap empati kepada lingkungan sekitar. Para artis atau tokoh nasional harus gencar menginformasikan tentang ancaman pandemi. Jangan sampai majunya bangsa tersendat karena ulah oknum yang menyebarkan ideologi konspirasi. Jika para influencer sudah tidak lagi berkenan “mengendorse covid-19”, besiaplah Indonesia menjadi bagian dari krisis pagebluk Covid-19 seperti di India.
0 comments: