CATEGORIES

Kepak Sayap Kebhinnekaan. Baliho tersebut masih sering ditemui di jalan raya. Terpampang jelas gambar sosok Puan Maharani dan logo Partai De...

Puan dan Hegemoni Pemimpin Laki-Laki

puan maharani

Kepak Sayap Kebhinnekaan. Baliho tersebut masih sering ditemui di jalan raya. Terpampang jelas gambar sosok Puan Maharani dan logo Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Tentu memiliki motif politik, mengingat Puan bukan simbol fundamental dari PDIP. Ada Megawati Soekarnoputri yang menjadi ketua umum partai dan Joko Widodo sebagai kader partai yang menjabat presiden. Kemudian juga ada kader potensial lain seperti Ganjar Pranowo dan Tri Risma Harini.

Jika dikaitan dengan pesta demokrasi tahun 2024, baliho tersebut dipersiapkan untuk menggusur eksistensi Ganjar Pranowo yang sempat konflik dengan internal partai karena dianggap terlalu gegabah memprokalimirkan diri sebagai calon presiden. Puan yang sekarang menjabat ketua DPP PDIP dan DPR RI dianggap lebih pantas merepresentasikan partai dibandingkan Ganjar.

Meskipun dalam survei terakhir elektabilitas Puan masih di bawah 1 persen (0,6 persen), namun berdasarkan survei tingkat popularitas dan likeabilitas tokoh dari Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) menempatkan Puan diurutan keenam setelah berturut Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Ridwan Kamil.

PDIP sebagai partai pemenang di 2 pemilu terakhir kurang berhasil mengangkat elektabilitas kadernya pada pemilu 2024. Tokoh politik seperti Puan, Ganjar, dan Risma masih tertinggal dari Prabowo dan Anies. Belum lagi munculnya pesaing nonpartai seperti Sandiaga Uno, Erick Thohir, dan Gatot Nurmantyo.

Menarik melihat pertempuran tokoh politik tahun 2024 yang harus dibatasi dengan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menentukan presidential treshold sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. Ambang batas tersebut yang menjadi kendala tokoh-tokoh potensial sulit untuk mencalonkan diri menjadi presiden.

Apalagi iklim politik identitas sejak tahun 2014 yang menghendaki munculnya 2 tokoh untuk merepresentasikan peran nasionalis dan agamis (Islam). Tentu setiap partai mempunyai strategi masing-masing untuk melakukan lobi politik. Memperbaiki komunikasi publik agar tidak menimbulkan konflik antarpartai. Selain itu, dibutuhkan pondasi partai yang kokoh disertai iming-iming jabatan untuk melancarkan proses administrasi menjadi calon presiden tahun 2024.

10 tahun diperlihatkan kepemimpinan tokoh sipil seperti Jokowi, membuat calon presiden harus cermat menggaet massa agar selaras dengan tipe kepimimpinan yang merakyat dan bekerja keras. Selanjutnya calon pemimpin juga harus bisa menghilangkan stigma negatif Jokowi seperti pegingkaran janji kampanye, sikap diktator atau otoriter, hingga kegagalan penuntasan pelanggaran HAM.

 

Pemimpin Perempuan

Saat ini, hanya Khofifah Indar Parawansa gubernur perempuan di Indonesia. Beliau menjadi gubernur Jawa Timur tercatat mulai tanggal 13 Februari 2019 hingga 13 Februari 2024. Selebihnya, gubernur di Indonesia masih didominasi pemimpin laki-laki. Namun di tingkat legislatif, keterwakilan anggota DPR RI di periode 2019-2024 mencapai 20,5 persen. Ada sekitar 118 Anggota Dewan dari total 575 Anggota terpilih yang menunjukan potensi keterlibatan perempuan di ranah politik nasional.

Megawati merupakan satu-satunya tokoh perempuan yang pernah menjadi presiden di Indonesia. Itu pun bukan terpilih karena pemilu, melainkan menggantikan posisi Abdurrahman Wahid (presiden sebelumnya) yang lengser tahun 2001. Ketika sejarah pemilu 2004 yang melibatkan partisipasi rakyat (memilih langsung), Megawati yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi (39,38 persen) kalah telak dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (60,62 persen). Kemudian di pemilu berikutnya tahun 2009, Megawati kembali dipecundangi SBY yang menang mutlak pada putaran pertama.

Paradigma patriarki dari faktor budaya dan agama mendorong masyarakat lebih mempercayai kepemimpinan laki-laki dibandingkan perempuan. Pemimpin perempuan dilekati 4 setereotip oleh masyarakat, yaitu sebagai: the earth mother (ibu bumi), the manipulator (manipulator), the workaholic (gila kerja), dan the egalitarian (egaliter).

Dalam teori kepemimpinan modern, status gender tidak begitu diperhatikan dalam menciptakan kondisi organisasi (kepemerintahan) yang baik. Persyaratan penting bagi kesuksesan pemimpin (kepemimpinan) dalam mengemban peran, tugas, fungsi, dan tanggungjawabnya masing-masing adalah kompetensi dan kapabilitas. Pemimpin harus mampu mengonsepsitualisasikan visi dan perubahan. Selain itu pemimpin juga harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan pemahaman untuk mengtransformasikan visi menjadi etos dan kultur akademis kedalam aksi nyata.

Penciptaan kepopuleran tokoh perempuan melalui Puan Maharani akan menjadi dekonstruksi pemahaman kesetaraan gender yang lebih universal. Perempuan masih dianggap kurang cakap dalam memimpin negara. Setidaknya kemunculan tokoh-tokoh politik perempuan di Indonesia sedikit menggoyang hegemoni kepemimpinan laki-laki di Indonesia, meskipun diakui bahwa kepemimpinan laki-laki masih akan mendominasi pemilu tingkat regional dan nasional beberapa tahun ke depan.

 

Pernah dimuat Times Indonesia

https://www.timesindonesia.co.id/read/news/379516/puan-dan-hegemoni-pemimpin-lakilaki

  

0 comments: