CATEGORIES

  Keberadaan hukum merupakan suatu dimensi sosial untuk menciptakan ruang ketertiban, keamanan, dan keadailan bagi seluruh warga negara. Dih...

Hukum Kumuh di Indonesia

 

hukum indonesia

Keberadaan hukum merupakan suatu dimensi sosial untuk menciptakan ruang ketertiban, keamanan, dan keadailan bagi seluruh warga negara. Diharapkan hukum mampu mengimplementasikan keinginan masyarakat secara responsif dan reaktif. Indikatornya dengan memahami dan menjalankan aturan berdasarkan nilai-nilai kemanusaiaan yang adaptif terhadap perubahan di masyarakat.

Namun problem hukum di Indonesia tidak hanya persoalan produk hukum domestik, melainkan juga disebabkan peran aparat penegak hukum. Kurangnya integritas menangani berbagai permasalahan hukum dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga hukum. Saat ini masih banyak masyarakat yang kurang percaya terhadap sistem hukum beserta aparaturnya.

Selama ini aparat penegak hukum hanya melaksanakan undang-undang secara normatif, namun melupakan prinsip common sains dengan mengedepankan prinsip sense of humanity. Hukum harus bisa menjadi jembatan penghubung antara pemikiran normatif dengan pemikiran responsif. Menunjukan integritas yang didasarkan landasan moral di masyarakat.

Sejauh ini, independensi lembaga hukum masih diragukan ketika narasi publik memberitakan hukum di Indonesia hanyalah alat politik dan kekuasaan. Masih banyak intervensi yang dilakukan untuk mereduksi integritas lembaga hukum. Saat ini, hukum hanya dipahami sebagai aturan yang bersifat kaku dan menekankan pada aspek the legal system, tanpa melihat kaitan antara hukum dengan persoalan-persoalan yang hidup dalam suatu masyarakat.

Dibutuhkan reformasi hukum tidak hanya dalam hal pembaruan Undang-Undang (UU) atau substansi hukumnya (legal substance reform), tetapi juga pembaruan struktur hukum (legal structure reform) dan pembaruan budaya hukum (legal ethic and legal science/ education reform), serta pembaruan aspek immateriil dalam hukum dengan pembaruan budaya hukum, etika/ moral hukum, aparatur penagak hukum, serta ilmu/ pendidikan hukum untuk mewujudkan hukum yang dicita-citakan (Barda Nawawi Arief, 2010).

Sebenarnya hukum dan moral merupakan dua entitas yang memiliki tujuan sama untuk mencapai keadilan. Segala analisis, pembongkaran, dekonstruksi, hingga kritik terhadap hukum dalam tataran implementatif tujuannya untuk mencapai keadilan. Alasan sikap skeptis masyarakat terhadap hukum yang mengabaikan prinsip keadilan di antaranya proses penegakan hukum yang tidak seimbang antara penguasa dan oposisi, proses pengadilan (putusan) yang meragukan, hingga keterlibatan aparat hukum dalam tindak pidana.

 

Baca Juga : Dikotomi Kemenkumham

Rastra Sewakotama

Abdi Utama bagi Nusa Bangsa dijadikan moto Polisi Republik Indonesia. Aplikasinya dengan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Jika nusa dan bangsa dipahami secara komprehensif berarti juga menyangkut objek rakyat (warga negara). Sehingga polisi harus mampu memposisikan sebagai pelayan masyarakat, bukan menjadi pelayan pemerintah saja.

Realitanya, polisi terkesan berlaku semena-mena terhadap masyarakat (tuannya) ketika melakukan aksi demo. Sedangkan polisi menjadi begitu patuhnya terhadap perintah penguasa meskipun harus dengan menggunakan perilaku anarkisme untuk melawan masyarakat. Polisi sudah dijadikan alat politik dan kekuasaan tanpa punya integritas sebagai lembaga independen. Hal tersebut bisa dimaklumi mengingat lembaga penyusun undang-undang menghendaki kedudukan lembaga kepolisian berada di bawah presiden. Dalam pasal 30 (4) UUD NRI 1945, kepolisian hanyalah alat negara yang menjalankan wewenangnya berdasar arahan presiden.

Meskipun demikian, masih ada secerca harapan bagi masa depan hukum di Indonesia yang lebih banyak diwakili oleh lembaga kepolisian. UUD 1945 tidak mengatur secara tegas posisi atau kedudukan polisi dalam konsep trias politik. Polisi juga dijadikan alat negara, bukan alat pemerintah. Artinya semua masih bisa berharap mendapat keadilan hukum dari lembaga kepolisian sekalipun kontra dengan pemerintah.

Belum selesai menguraikan kedudukan polisi dalam struktur lembaga negara, perilaku anggota polisi sedikit-banyak mencoreng wajah polri. Polisi salah tembak warga di Makassar, bocah terkena peluru nyasar oleh polisi mabuk di Gorontalo, kasus suap polisi di Palembang, hingga kasus “pemerkosaan” polisi Mojokerto. Bagaimana mungkin lembaga yang diharapkan mampu menciptakan ketertiban, keamanan, dan keadilan malah terlibat dalam tindak pidana?!

Polri harus membangkitkan lagi moto Rastra Sewakottama sebagai pelayan dan abdi utama negara dan bangsa. Mengembalikan kepercayaan masyarakat yang sempat hilang terhadap lembaga kepolisian. Polisi masih dianggap ancaman daripada pengayom atau pelindung masyarakat. Banyak pelaporan kasus hukum masyarakat yang lama diproses, pungutan liar dengan dalih “biaya administratif”, dan mendadak tampil eksis ketika kasus ramai dibicarakan di media sosial.

Selama ada putusan diskriminatif hukum terhadap pejabat dengan masyarakat (nonpejabat), masa depan hukum di Indonesia tetap akan kumuh. Banyak tugas yang harus dilakukan lembaga kepolisian untuk mengangkat martabat hukum sebagai pondasi keadilan suatu negara. Jangan sampai polisi yang seharusnya menjadi kawan masyarakat malah terkesan menjadi musuh masyarakat.

 

Pernah dimuat Falsafatuna

https://falsafatuna.id/hukum-kumuh-di-indonesia/admin/ 

0 comments: