Sebab tanpa tendensi politik, hampir semua masyarakat Indonesia (cebong dan kampret) sepakat mengadili Mariana sebagai musuh bersama. Simbol penindasan konglomerat terhadap buruh bergaji sedang-sedang saja. Tanpa isu agama pun, pencurian coklat tetap melanggar batas norma yang patut diberikan sanksi sosial: perundungan massal di media sosial.
Sedikit informasi, Mariana Ahok Ahong merupakan wanita tajir pemilik Boy Celluler di ITC BSD. Kasusnya mengemuka semenjak ia “secara tidak sadar” mengambil 3 coklat dan 2 sampo di Alfamart. Sebab ketidaksadarannya, ia lupa membayar barang bawaannya ke kasir yang kemudian viral di media sosial. Amelia, sosok yang merekam dan memergoki ibu pengendara Mercy tersebut kicep saat hendak masuk ke mobil.
Bukannya meminta maaf, Mariana malah memanggil pengacara untuk mengintimidasi Amelia agar meminta maaf secara terbuka sebab dianggap mencemarkan nama baik: pelanggara UU ITE. Namun kemurahan hati Mariana tidak melanjutkan ke proses hukum, sehingga masalah bisa diakhiri secara kekeluargaan. Padahal jika masuk ke ranah hukum, Mariana jelas unggul telak dibandingkan kasir Alfamart yang gajinya di kisaran UMK setempat.
Netizen geram dan gercep (gerak cepat) memberikan rating bintang satu Boy Celluler di Google. Bahkan, sekalas Hotman Paris Hutapea (rajanya pengacara Indonesia) harus turun gunung menyelamatkan korban yang seolah ditersangkakan. Bahkan, Hotman rela tidak dibayar Amelia ketika menawarinya membantu secara proses hukum. Setidaknya bisa menjadi engagement di media sosial. Pesannya bahwa orang miskin berhak mendapat perlindungan ekslusif dari Hotman harus melalui proses viral dulu di media sosial.
Belum sampai 3 hari sejak kejadian, Mariana menangis menyesal di ruang Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tangerang Selatan. Mobil Mercy pun tidak kuasa menahan gagahnya Lamborghini milik Hotman Paris Hutapea. Bahkan pengacara Haji Amir yang sempat mengintimidasi Amelia terpaksa “cium tangan” sama Frank Hutapea SH LLB (anak Hotman Paris).
Mariana tidak sadar bahwa tindakan melakukan intimidasi terhadap kasir Alfamart untuk meminta maaf dapat membersihkan namanya, namun malah menjadi viral yang akhirnya menghancurkan karir dan usahanya (bakulan HP) sebab ulasan buruk dan citra klepto pemilik toko ponsel. Padahal dengan meminta maaf dan membayar usai dipergoki akan segera menyelesaikan masalah.
Kaya dan Miskin
Di luar tuduhan bermata sipit seperti cukong-cukong di Indonesia, perilaku Mariana sedikit memberi pesan bahwa kapitalisasi dagang perlu diruntuhkan. Mungkin motif Mariana untuk menyelamatkan toko kelontong dari penjajahan mini market seperti Alfamat, Indomaret, Alfamidi, K-Circle, dan lain sebagainya. Mariana memberikan contoh kalau belanja itu lebih baik di toko atau warung dekat rumah, sementara untuk mini market pantas untuk kita curi.
Dikotomi kaya dan miskin tidak relevan dalam kasus pencurian coklat Mariana di Alfamart. Sebab keduanya sama-sama punya banyak uang buat bayar pengacara. Pegawai Alfamart sudah pasti mendapat perlindungan hukum dari perusahaan yang pada akhirnya menggandeng maestro Hotman Paris Hutapea. Mariana yang semula dituduh kaya mendadak miskin di hadapan pihak Alfamart yang meminta bantuan sang Raja Pailit Indonesia.
Bos besar Alfamart adalah Djoko Susanto, pria keturunan Tionghoa yang menjadi salah satu taipan di Indonesia. Dilansir dari halaman Forbes, Djoko Susanto bertengger di posisi ke-22 orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaannya pada tahun 2022 sebesar USD1,9 miliar atau setara Rp27,1 triliun. Alfamart berada di bawah naungan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk dan diketahui memiliki lebih dari 16.000 cabang di seluruh Indonesia.
Menjamurnya mini market seperti halnya Alfamart tentu akan mematikan UMKM di daerah-daerah. Ketika kasus Mariana pengutil coklat keluar, Alfamat terkesan menjadi pihak yang terzalimi. Padahal Mariana ingin membuka mata masyarakat Indonesia untuk jangan beli produk di mini market, tapi belanjalah di toko kelontong. Selain harga lebih murah, juga aman dari “tukang parkir setan” yang kadang muncul di saat selesai belanja.
Jadi kasus Mariana ini bukan perkara si kaya dan si miskin, tetapi lebih kepada kesadaran bahwa kekuatan korporasi bisa melakukan apapun untuk menegaskan kedigdayaannya. Lhawong, keduanya yang sama-sama berselisih itu berkategori kaya dan sangat amat kaya. Netizen malah di pihak yang sangat amat kaya dengan tumbal kasir bernama, Amelia.
Misal alasan pembelaan Mariana tentang kepeduliannya terhadap toko klontong tidak bisa diterima, mari kita bicara tentang kleptomania mantap. Kleptomania termasuk ke dalam kelompok gangguan kendali impulsif, yaitu gangguan yang menyebabkan penderitanya sulit mengendalikan emosi dan perilaku untuk mencuri di tempat umum. Mencuri itu ibarat masturbasi bagi penderita kleptomania. Nah, kadang penderita tidak sadar kalau perilaku mencuri sebagai tindak kriminal.
Meski baru dugaan, misal Mariana benar menderita kleptomania, maka harus ada pemakluman perilaku mencuri beliau. Apalagi setelah diingatkan, Mariana juga langsung membayar. Merekam dan menyebarkan ke media sosial merupakan langkah gegabah menghakimi seseorang yang mungkin menderita kleptomania. Padahal Amelia bisa dengan menegur dan mengingatkan ketika hendak memasuki mobil, kenapa harus direkam? Apa juga butuh engagement seperti Hotman Paris Hutapea?
0 comments: