"Hargailah perbedaan dan jangan membeda-bedakan sesama manusia"
Ini adalah sebuah contoh kearifan Nusantara yang seyogyanya menjadi panutan dan pegangan hidup bagi kita para generasi muda dalam meneruskan kehidupan berbangsa di dalam negara yang sangat majemuk ini.
Namun pada kenyataannya tidaklah demikian. Di zaman ini, orang-orang lebih suka sengaja mencari-cari perbedaan dengan tujuan sensasi ataupun dijadikan sebagai kendaraan untuk memprovokasi demi tujuan pribadi dan juga kepentingan-kepentingan kelompok politik tertentu.
Padahal toleransi dan hidup berdampingan secara harmonis adalah sebuah nilai luhur yang dilakoni oleh leluhur-leluhur kita sejak ratusan tahun yang lalu.
Ambil contoh kalimat "Bhinneka Tunggal Ika". Kalimat ini berasal dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan menjadi “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Kalimat ini dikutip dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14.
Kakawin ini sangat istimewa karena mengajarkan toleransi antar umat beragama di zaman kerajaan Majapahit.
Keistimewaan ini pun dipahami oleh Bung Karno dan oleh karena itu, Beliau mengambil kalimat ini untuk dijadikan sebagai semboyan Bangsa Indonesia karena Beliau sadar bahwa SATU-SATUNYA CARA bagi bangsa yang sangat majemuk ini untuk dapat bertahan lama adalah dengan menjunjung tinggi ke-"bhinneka tunggal ika"-an.
Nilai-nilai luhur yang kadang suka disebut juga sebagai kearifan lokal ini adalah bagian dari kebudayaan Nusantara yang wajib dilestarikan dan diwariskan kepada anak cucu kita demi kejelasan identitas bangsa kita dan demi keberlangsungan bangsa dan negara ini.
Melestarikan budaya bangsa dan menyelamatkan identitas bangsa membutuhkan AKSI NYATA, bukan hanya bermain narasi di media sosial.
0 comments: