Arti pitutur di atas adalah, jangan merasa bisa tetapi bisalah merasa. Maksudnya agar kita tidak merasa bisa, merasa mampu mengerjakan atau menjawab sesuatu masalah. Kalaupun kita memang mampu melakukannya, atau memberikan suatu jawaban atas suatu masalah, tetap harus ada perasaan di hati bahwa apa yang kita lalukan itu bukanlah yang terbaik. Masih ada yang lebih baik melakukannya ketimbang kita.
Sebagai manusia kita mempunyai keterbatasan dan itu yang harus kita sadari. Itulah mengapa Tuhan juga menciptakan orang lain selain kita. Masing-masing memiliki kelebihan, namun juga memiliki keterbatasan.
Tak ada di dunia ini orang yang dapat hidup wajar tanpa bantuan dan interaksi dengan orang lain. Dengan berinteraksi maka orang akan saling membantu dan mengisi kekurangan satu sama lainnya. Sering kita mendengar kasus di mana seorang pasien di rumah sakit membutuhkan penanganan dari berbagai bidang ilmu kedokteran.
Dokter dari berbagai bidang itu berdiskusi guna mendiagnosis dan memberikan terapi tepat untuk pasien. Sering upaya itu menghasilkan kesembuhan bagi pasien tetapi tidak jarang pula upaya itu berbuntut kegagalan. Masih banyak contoh yang menunjukkan kemampuan seseorang itu terbatas sehingga perlu ditopang kemampuan orang lain.
Belum lagi campur tangan Tuhan yaitu dikabulkannya doa kita. Jadi inti pitutur di atas mengajarkan agar kita tidak sombong sekaligus menyadari sebagai makhluk yang penuh keterbatasan. Rasulullah mengatakan, ‘’Tidak masuk surga orang yang di hatinya ada kesombongan, meski hanya sebesar biji sawi.”
Mari kita berendah hati. Jadilah bintang yang bercahaya, yang nampak dari bayangan air di tempat yang rendah padahal bintang itu berada di tempat yang tinggi. Jangan jadi asap yang nampak naik membubung tinggi, padahal dia hanya di tempat yang rendah. Amin.
0 comments: