Arti secara harfiah pitutur di atas adalah, jangan kita meninggalkan gelanggang (posisi) dan lari meninggalkan tanggung jawab. Semua kita adalah pemegang posisi, pemimpin, apapun posisi kita, apapun kepemimpinan kita. Posisi itu bisa berupa kepala rumah tangga, ketua RT, guru, anggota dewan, menteri, presiden, atau apapun. Setiap orang mengatakan bahwa kepemimpinan atau istilah lain jabatan adalah amanah, tetapi apakah yang tergambar di benak kita?
Yang ada pada sebagian orang adalah bahwa konsekuensi logis dari jabatan adalah fasilitas.
Pada jabatan tertentu ada tunjangan jabatan, pada jabatan lain ada mobil dinas dan pada jabatan yang lain lagi ada rumah dinas dan seterusnya. Jarang orang memikirkan bahwa dalam jabatan ada amanah.
Dalam amanah ada tanggung jawab yang bisa berarti setumpuk tugas yang harus dilaksanakan dengan baik. Fasilitas? Tak usah khawatir, sudah menjadi janji Tuhan bahwa kewajiban bergandengan dengan hak. Artinya bila kewajiban kita laksanakan insyaallah hak akan mendatangi kita. Namun tidak semua pemimpin memiliki kesabaran menunggu saat itu.
Banyak ”pemimpin” yang melihat tugasnya dia menjadi takut karena dihantui kegagalan. Dulu di kampus ada latihan kepemimpinan tingkat dasar, tingkat menengah dan tingkat lanjut. Dalam pelatihan ini dijelaskan suatu saat mungkin ada kegagalan, tetapi kegagalan adalah awal keberhasilan, kegagalan adalah infrastruktur menuju keberhasilan, kegagalan adalah pembelajaran menuju sukses.
Ya dengan memahami kegagalan orang tidak akan mengulanginya dan benarlah bahwa kegagalan adalah proses pembelajaran menuju keberhasilan, jadi bukan sesuatu yang harus dijauhi, tak perlu tinggal glanggang colong playu. Tentang pitutur ini juga ada kasus lain. Kita mendengar ada pengusaha yang sudah mendapatkan keringanan kredit dengan jumlah yang besar melarikan diri ke luar negeri. Ada travel biro yang telah mengumpulkan uang sangat besar, lari meninggalkan kewajiban kepada jamaah yang telah memberikan kepercayaan.
0 comments: