CATEGORIES

Kata Cakra (Chakra-bahasa Sanskerta) diartikan sebagai cakram atau roda, sementara kata "Manggilingan" berasal dari bahasa Jawa ya...

Cakra Manggilingan

cakra manggilingan


Kata Cakra (Chakra-bahasa Sanskerta) diartikan sebagai cakram atau roda, sementara kata "Manggilingan" berasal dari bahasa Jawa yaitu Giling yang berarti berputar atau menggerus. Maka istilah Cakra Manggilingan diartikan sebagai "kehidupan ibarat roda berputar". Dalam cerita pewayangan, cakra yang berputar dikenal sebagai senjata andalan Sri Kresna yang disebut Kalacakra.
Esensi dari Cakra Manggilingan adalah waktu. Perubahan-perubahan yang terjadi sudah menjadi kodrat manusia, baik dari hari ke hari, bulan ke bulan maupun tahun ke tahun. Konsepsi waktu memegang peranan yang sangat penting.
Saking pentingnya konsepsi waktu, orang Jawa memiliki sistem penanggalannya sendiri. Penanggalan Jawa memuat beberapa sumber penanggalan yang sudah ada, baik budaya Islam, Hindu-Budha dan sedikit budaya barat. Kalender Jawa terdiri dari sapta wara / 7 hari yaitu Minggu (Radite), Senin (Soma), Selasa (Hanggara), Rabu (Budha), Kamis (Respati), Jum’at (Sukra) dan Sabtu (Tumpak). Selain itu ada Panca wara / 5 hari yang dikenal dengan pasaran yakni Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon.
Secara lebih luas, Cakra Manggilingan menyimpan filosofi atau keyakinan tentang berputarnya roda kehidupan baik mikro maupun makro. Demikian pula dengan berputar dan terbatasnya periode zaman serta lamanya sebuah kekuasaan atau peradaban.
Maka penting untuk memiliki pemahaman spiritual akan Cakra Manggilingan ini. Sebab, dengan itu mereka bisa selalu siap dengan keadaan yang akan dihadapi, baik atau buruknya. Dengan memahami esensi Cakra Manggilingan, seseorang bisa mempersiapkan diri untuk tidak larut dalam kebahagiaan atau kesedihan yang sedang dihadapi.
Menghayati Triwikrama
Dengan menghayati Cakra Manggilingan seseorang harus mampu melakukan "Triwikrama", yakni mempertemukan tiga kekuatan yang ada dalam dirinya: masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Triwikrama sendiri merupakan tiga langkah Dewa Wisnu atau Atma Sejati (energi kehidupan) dalam melakukan proses penitisan. Yakni kertayuga, tirtayuga, dan dwaparayuga. Kertayuga adalah masa saat roh manusia masih berada di alam sunyaruri. Tirtayuga adalah saat roh menitis untuk pertama kali ke dalam air kehidupan yang bersemayam dalam rasa sejati.
Sementara dwaparayuga adalah saat ketika jabang bayi di dalam rahim ibunya selama sembilan bulan. Kemudian langkah Dewa Wisnu menitis yang terakhir kalinya, yakni lahir ke bumi atau Marcapada menjadi manusia yang utuh dengan segenap jiwa dan raganya.
Dengan menghayati Triwikrama, hendaknya seseorang dapat mengambil pelajaran baik pada masa yang telah dilalui, saat ini, untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.

0 comments: