Arti dari pitutur tersebut adalah ”Tidak sakit hati sekiranya terkena, tidak bersedih sekiranya kehilangan”. Sangat sulit mengamalkan wewarah itu, apalagi saat ini, saat isu yang tidak panas digoreng supaya menjadi panas dan mengenai sasaran.
Harapannya adalah agar tersasar merasa kesakitan dan semangatnya mengendur, kinerjanya menurun, popularitasnya melemah, strateginya goyah dan akhirnya kalah dalam persaingan.
Ya itulah maksud pembuat hoaks, fitnah, ujaran kebencian, adu domba, dan berita bohong. Pitutur itu mengajari orang bahwa berbagai cobaan memang pasti akan ditemui, tetapi pitutur itu juga memompa semangat orang agar tidak gampang menyerah. Selanjutnya wewarahitu berbunyi ”datan serik lamun kelangan” yang berarti tidak bersedih sekiranya kehilangan. Inipun sangat susah dilakukan. Siapa orangnya tidak bersedih ketika dia kehilangan sesuatu, apalagi yang hilang itu sangat berharga atau sangat disayangi. Sebenarnya wewarahini tidak melarang orang untuk menyesali hilangnya sesuatu.
Tentu boleh tetapi hendaknya orang tidak susah berkepanjangan. Keikhlasannya untuk menerima cobaan sama artinya dengan memperluas wadah untuk menerima nikmat yang lebih banyak.
Dia menyadari bahwa apa yang diberikan oleh Tuhan kepadanya adalah titipan yang setiap saat bisa saja diambilNya kembali. Tetapi selagi usia masih ada, selalu ada kesempatan untuk memperoleh kembali apa yang telah hilang itu bahkan lebih baik.
0 comments: