CATEGORIES

Emban cinde, emban siladan adalah peribahasa Jawa yang pernah saya dengar saat sekolah dasar. Peribahasa ini tentang seorang pemimpin, orang...

Emban Cinde, Emban Siladan

Emban Cinde, Emban Siladan

Emban cinde, emban siladan adalah peribahasa Jawa yang pernah saya dengar saat sekolah dasar. Peribahasa ini tentang seorang pemimpin, orang tua, atau siapa saja yang berkuasa, tetapi senang membeda-bedakan rakyat atau anaknya.
Peribahasa tersebut menggambarkan sifat pilih asih dan menunjukkan anak kesayangan. Artinya, yang satu digendong dengan selendang, yang satunya lagi digendong dengan rautan buluh atau bambu. Rakyat atau anak yang disukai sangat diperhatikan dan selalu diistimewakan, apa yang diminta pasti diberi bahkan ditawarkan apa keinginannya, sangat dimanja dan disanjung-sanjung di mana saja.
Perlakuan sebaliknya untuk anak atau rakyat yang tidak disukai atau tidak diperhatikan. Boleh dikata, anak atau rakyat yang tidak sukai ini terlantar bahkan dibuang begitu saja. Tidak ada sesuatu yang benar, benar dikatakan salah, salah dimarahi dan selalu dijadikan kambing hitam. Perlakuan yang sangat berbeda dengan anak yang disukai tiadi, bagaikan bumi dengan langit, hitam dengan putih, kutub utara dengan kutub selatan.
Kemunculan peribahasa tentu karena adanya peristiwa atau kenyataan di sekitar kita. Orang tua kita zaman dahulu lebih bijaksana melihat berbagai hal. Kebijaksanaan tersebut sering dituangkan dalam bentuk peribahasa. Makna dari peribahasa tentu sangat menarik jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuannya, agar kita berhati-hati dalam bertindak dan bertingkah laku karena semua pasti ada konsekuensi hukum yang ditimbulkan. Pada konteks sekarang, terkait pula dengan apa yang kita ucap dan tuliskan.
Sikap yang digambarkan peribahasa tersebut merupakan sikap yang tidak baik. Oleh sebab itu, jauhi sejauh mungkin, jangan sampai ditiru. Saat kita menjadi pemimpin, tidak boleh bersikap emban cinde emban siladan. Semua orang harus mendapat perlakuan sama sesuai dengan kapasitasnya. Menilai dan memperlakukan orang jangan hanya berdasar suka atau tidak suka, mendukung atau tidak mendukung. Apabila berbuat seperti peribahasa tersebut, kepemimpinan kita akan merugikan banyak orang.
Pada hakikatnya, kita adalah pemimpin, pemimpin bagi anak-anak, pemimpin dalam keluarga, pemimpin dalam jabatan, pemimpin dalan tugas, pemimpin dalam instansi, dan pemimpin bagi para pemimpin. Mari introspeksi kepada diri kita sendiri, bercermin kepada kepribadian masing-masing, sebelum menghakimi dan menilai orang lain. Ingatlah, bahwa setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

0 comments: