Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah semacam lapak yang dimiliki oleh negara untuk berdagang atau berjualan di pasar. Perusahaan dikatakan menjadi bagian dari cabang BUMN ketika sahamnya sebagian besar dikuasai oleh pemerintah. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah disertai jangkauan pasar yang luas dan besar, BUMN diharapkan mampu menjadi corong utama pendapatan negara. Dalam kabinet Indonesia Maju, Jokowi menunjuk Erick Thohir sebagai menteri BUMN. Pengalaman dalam dunia usaha (bisnis) diharapkan mampu mengangkat citra BUMN yang inkonsisten mencapai target pendapatan perusahaan.
Besarnya perputaran uang di dalam kementerian BUMN, disinyalir banyak digunakan oknum tertentu untuk melakukan praktek korupsi. Perombakan dalam tubuh direktur utama dan komisaris di perum atau persero adalah langkah awal gebrakan Erick Thohir membersihkan nama BUMN dari kubangan KKN. Namun kedatangan pandemi Covid-19 mematahkan rencana mengangkat kembali BUMN menjadi raja di pasar domestik.
Belum selesai keluar dari masalah-masalah internal perusahan BUMN, masyarakat luas dibuat geram dan kecewa karena indikasi politis di tubuh BUMN. Sebagai ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi, Erick Thohir juga menunjuk jajaran pimpinan perusahaan BUMN diisi oleh tokoh-tokoh yang mendukung Jokowi.
Komisaris PT Telkom (Persero) diisi oleh Arya Sinulingga yang merupakan juru bicara TKN Jokowi-Ma’ruf Amin. Ahmad Erani Yustika, mantan Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) Bidang Ekonomi pada periode 2008-2019, ditunjuk sebagai komisaris PT Waskita Karya (Persero). Ulin Ni'am Yusron diangkat sebagai komisaris di Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) atau PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero). Ia dikenal sebagai influencer Jokowi.
KH. Said Aqil Siradj (Ketua Umum PBNU) diangkat sebagai komisaris PT KAI. Arah politik Nahdlatul Ulama di bawah komando beliau memang tertuju kepada Jokowi karena wakil presidennya adalah mantan Rais Aam PBNU, KH. Ma’ruf Amin. Kemudian ada Yenny Wahid putri Gus Dur (politisi PKB) yang mendukung Jokowi di pilpres 2019 diangkat sebagai komisaris Garuda Indonesia.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok juga kecipratan jatah kekuasaan menjadi komisaris Pertamina. Terakhir adalah Abdee Slank yang ditunjuk sebagai komisaris independen Telkom. Perlu diketahui, Abdee beserta grup band Slank dua kali pilpres menjadi juru kampanye Jokowi melalui panggung-panggung musik nasional.
Baca Juga : Rokok Naik, Masyarakat Miskin Tercekik
Ambruknya BUMN
Politik bagi-bagi kekuasaan sah dilakukan oleh pemerintah asalkan memperhatikan kompetensi sosok yang diangkat. Semua berhak diberikan kesempatan untuk bekerja memperbaiki BUMN yang mengemban amanah besar mengelola aset negara untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Namun realita membuktikan bahwa nasib BUMN kian memprihatinkan meski sudah dipegang oleh tokoh pengusaha ternama, Erick Thohir. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), total Utang Luar Negeri (ULN) BUMN mencapai Rp 852,99 triliun. Apabila total aset BUMN saat ini mencapai Rp 9.295 triliun maka rasio ULN terhadap total aset mencapai 9,2%. Beberapa perusahaan yang menjadi beban negara karena utang di antaranya adalah PT Waskita Karya Tbk, PT Perkebunan Nusantara III, PT Kereta Api Indonesia, PT Garuda Indonesia. Utang BUMN dapat digolongkan sebagai utang publik karena dapat berdampak pada anggaran publik.
Semasa kepemerintahan Jokowi, utang BUMN nonlembaga keuangan tercatat naik 100%. Ketika awal menjabat sebagai presiden, utang yang tercatat mencapai Rp 500 triliun. Akhir tahun lalu, utang sudah menembus angka Rp 1.000 triliun. Tumpukan utang BUMN sudah mencapai Rp 2.000 triliun atau setara dengan 12,99% dari produk domestik bruto (PDB) nominal Indonesia.
Tahun 2021, Erick Thohir berencana membubarkan 7 daftar BUMN, antara lain; PT Kertas Kraft Aceh (Persero), PT Industri Glas (Persero) dan PT Kertas Leces (Persero), dan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero). Selain itu juga ada beberapa perusahaan berpotensi bangkrut seperti PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, dan lain sebagainya. Menariknya ada perusahan monopoli nasional yang juga jeblok masalah keuangan, yakni PT PLN (Persero) yang mencatatkan utang hingga Rp. 500 triliun.
Ada banyak pekerjaan rumah untuk kementerian BUMN menyehatkan keuangan perusahaan-perusahaan berpelat merah tersebut. Menyelamatkan dari kebangkutan. Jika BUMN ambruk, maka negara juga akan terpuruk. Harus ada inisiatif untuk bisa bersaing dengan perusahaan swasta. Menjadi perusahaan yang diminati masyarakat dengan tetap konsisten mendominasi pasar.
Sebagai penyuntik utama pendapatan negara, pemerintah tidak boleh sembarang menujuk pimpinan perusahaan-perusahaan BUMN agar tidak terjadi blunder yang berakibat ambruknya perusahaan BUMN satu per satu. Penunjukan komisaris dan direktur harus tetap mengedepankan independensi, kredibilitas, dan kompetensi mengelola perusahaan besar. Perusahaan BUMN bukan perusahaan mainan yang cara memilih pimpinannya seperti peribahasa mengambil kucing dalam karung.
0 comments: