Bulan kemerdekaan Indonesia yang kedua di tahun pandemi. Kampung dan perkotaan sepi dari bingar-bingar mercon, lomba antar RT, anak-anak yang beraksi di panggung pentas seni, jalan-jalan yang riuh karnaval semangat kemerdekaan, kerlap-kerlip lampu juga tidak lagi tampak di depan rumah-rumah warga.
Kemerdekaan di tahun 2020 dianggap penundaan perayaan HUT RI tahun berikutnya. Pada kenyataanya, pandemi tak kunjung minggat dari Bumi Pertiwi. Bahkan semakin lama, pandemi begitu dekat dengan seluruh lapisan masyarakat. Ratusan ulama meninggal, para tenaga kesehatan gugur di medan pertempuran, sanak saudara juga mulai menjadi sasaran keganasan Covid-19.
Ir. Soekarno pernah mengatakan, "Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri". Pahlawan kemerdekaan berperang melawan penjajah dengan semangat persatuan. Sedangkan saat ini, perlawanan terhadap pandemi malah dihadang sebagian masyarakat sendiri.
Ketika pemerintah menginstruksikan kebijakan soal penanganan pandemi, korporasi menerima dengan risiko kebangkrutan, tenaga kesehatan mengambil risiko nyawa (tertular) demi melayani pasien Covid-19, UMKM bersedia menutup usaha dan hanya mengharap bantuan sosial pemerintah untuk bertahan hidup. Sebagian besar berjuang melawan pandemi dengan mematuhi kebijakan pemerintah mengenai protokol kesehatan.
Namun tidak semua menyepakati. Faktor politik identitas, buzzer oposisi, sangkut paut keimanan, dan pengikut teori konspirasi masih lantang berkoar di media sosial. Diakui, peran mereka berhasil mempengaruhi banyak masyarakat untuk enggan menaati protokol kesehatan dan tidak sudi untuk divaksin. Perilaku musuh bangsa sendiri yang tidak disadari telah memperlama penderitaan bangsa Indonesia. Membunuh (menulari) teman dan saudara akibat sikap egois mementingkan dirinya sendiri.
Lebih dari 100 ribu saudara kita meninggal akibat Covid-19. Ada lebih dari 3,6 ribu warga yang terkonfirmasi positif Covid-19. Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Entah sampai kapan, setidaknya perayaan HUT RI ke-76 perlu dirayakan dengan pengibaran bendera setengah tiang sebagai bentuk empati terhadap negeri dan penghormatan terhadap pahlawan saat ini, tenaga kesehatan yang gugur di tengah perjuangan.
Baca Juga : Merajut Kembali Sang Saka Merah Putih
Bendera Setengah Tiang
Menurut Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan (UU BBLN), menyatakan Bendera Negara dapat digunakan sebagai (1) tanda perdamaian; (2) tanda berkabung; dan/atau; (3) penutup peti atau usungan jenazah.
Pada momen tertentu, pemerintah biasanya menghimbau msayarakat untuk mengibarkan bendera setengah tiang sebagai simbol berkabung. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (4) dan (5) UU BBLN “Bendera Negara digunakan sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, pimpinan atau anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah meninggal dunia.”
Meskipun eksplisit dijelaskan tentang subjek pengibaran bendera setengah tiang teruntuk pejabat pemerintahan, namun duka bangsa akibat pandemi lebih tinggi nilainya daripada kekuasaan. Indonesia sendiri menganut asas demokrasi yang menjunjung tinggi konstitusi, bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat.
Mengibarkan bendera setengah tiang sebagai bentuk empati terhadap rakyat adalah pengamalan butir pancasila. Tentang kemanusiaan, nasionalisme, persatuan, dan permaktuban ekasila, gotong royong. Melihat ratusan ribu rakyat meninggal akibat Covid-19 menciptakan ketakutan di masyarakat. Ekonomi masyarakat hancur akibat pemaksaan aturan pembatasan mobilitas.
Seperti sosialisasi pengibaran bendera setengah tiang pada hari kesaktian pancasila (1 Oktober) sebagai sikap penghormatan atas pahlawan yang gugur dalam peristiwa G 30S/PKI, pandemi mengingatkan peristiwa serupa dengan banyaknya rakyat yang meninggal akibat Covid-19 atau karena kelaparan akibat kemiskinan.
Tidak selamanya peringatan HUT RI selalu dirayakan dengan kemeriahan dan suka cita. Sesekali perlu dijadikan perenungan tentang perjuangan pahlawan yang gugur demi memerdekakan Indonesia. Sedangkan saat ini kita menyaksikan banyaknya pahlawan kesehatan sebagai garda terdepan melawan Covid-19 yang meninggal dunia.
Pahlawan kesehatan yang tidak boleh lelah menangani pasien Covid-19, pahlawan kesehatan yang tidak boleh makan dan minum sembarangan, pahlawan kesehatan yang setiap saat berjuang memakai pakaian APD, dan pahlawan kesehatan yang rela mati demi menyelamatkan orang lain.
Jika dengan mengibarkan bendera putih karena keputusasaan dilarang berkibar, maka pengibaran bendera setengah tiang secara masif dapat menjadi simbol persatuan untuk tetap bertahan di tengah ketidakpastian. Hilangnya kepribadaian bangsa di tengah arus globalisasi adalah sikap empati terhadap sesama. Lebih mementingkan diri sendiri agar tetap bertahan hidup.
Selamat ulang tahun Indonesia. Semoga sang saka merah putih senantiasa berkibar di langit duka. Tegak berdiri di atas tiang kepercayaan diri keluar dari belenggu pandemi. Selanjutnya akan terseleksi dengan manusia-manusia yang mampu bertahan untuk digadang menjadi generasi emas Indonesia.
Pernah dimuat di Bertuah Pos
https://bertuahpos.com/berita/mengibarkan-bendera-setengah-tiang.html/3
0 comments: