Kajian tentang terorisme bukan lagi menjadi isu nasional, melainkan sudah menjadi bahasan penting dunia. Terorisme telah menimbulkan dampak yang cukup luas, bukan hanya dalam bidang politik dan militer, tetapi juga secara ekonomi dan budaya. Dalam pencarian identitas di tengah arus modernisasi dan globalisasi, terorisme tidak lagi dilandaskan motif agama.
Maraknya aksi radikalisme dan terorisme disebabkan oleh ketidakberdayaan agama menghadapi tantangan industri dan globalisasi karena masifnya arus modernitas. Alih-alih melahirkan perdamaian dan memeratakan keadilan, industrialisasi dan globalisasi justru menciptakan kekerasan dan penindasan.
Radikalisme akhir ini menarik agama, khususnya Islam, dalam situasi dan kondisi yang tak terelakkan dari anggapan mengenai konektivitas antara Islam dan kekerasan. Islam yang dihadirkan membawa misi kedamaian dirusak dengan aksi teror dan tindak radikalisme oleh sebagian oknum yang mengaku “memperjuangkan” Islam. Radikalisme memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan terorisme, keduanya merupakan tindakan kekerasan atau ancaman bagi kehidupan umat manusia.
Indonesia menganut asas demokrasi yang menghendaki kebebasan berideologi masyarakatnya. Negara punya hak untuk memaksa warganya agar berideologi sama secara nasional, sementara setiap individu memiliki hak kebebasan berideologi. Maka terjadi tarik menarik antara ideologi personal dengan ideologi komunal.
Di Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mempunyai peran strategis untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya paham radikalisme dan terorisme. Sedangkan lembaga kepolisian dan densus 88 sebagai eksekutor terhadap pelaku yang sudah terpapar ideologi terorisme. Selama dua periode kepemimpinan Jokowi, isu radikalisme menjadi pokok perhatian permasalahan nasional untuk segera diselesaikan.
Berdasarkan data Global Terrorism Index (GTI) 2020 melaporkan bahwa Indonesia ada di peringkat empat di Asia Pasifik yang paling terdampak terorisme. GTI menyebutkan ekstremisme agama menjadi faktor pendorong serangan teroris di beberapa negara dunia, seperi Pakistan, India, Indonesia, Filipina, dan lainnya.
Baca Juga : Mengatasi Problem Radikalisme dalam Negeri
Peran Internet
Keberadaan internet menjadi bagian penting bagi manusia dalam membentuk peradigma berpikir, perbuatan, perilaku, dan kebutuhan dasar hidup. Aksi terorisme dan bom bunuh diri sering menggunakan teknologi mutakhir dengan berbagai jejaring sosialnya.
Media internet mengambil porsi dan peranan yang sangat besar dalam memberikan informasi kepada publik, terutama kaum muda terhadap ideologi radikal. Fakta bahwa organisasi yang terafiliasi dengan ideologi teroris telah memanfaatkan teknologi untuk memudahkan dalam menyebarkan propaganda dan merekrut anggota potensial melalui internet.
Di sisi lain, media internet juga memegang peran kunci dalam menangkal dan memberikan informasi ke publik terhadap isu-isu radikalisme. Sehingga masyarakat dapat melakukan tindakan pencegahan berkembangnya gerakan-gerakan ekstrimis. Memberikan pemahaman Islam moderat untuk membendung derasnya ideologi radikalisme yang mengancam kebhinnekaan.
Dalam konteks kekerasan atas nama agama, media berperan penting menyebarkan ideologi radikalisme untuk mempengaruhi massa mendukung opini dan gagasannya. Banyak kalangan ekstrimis memanfaatkan momentum kekacauan sosial-politik suatu negara untuk menyukseskan ambisi teror mereka.
Salah satu pola aksi terorisme di Indonesia ini menggunakan cyberterrorism, yaitu penggunaan komputer dan jaringan internet oleh kelompok teroris dalam melakukan proses radikalisasi, membobol sistem keuangan, sistem pengendalian alat transportasi seperti kereta api dan pesawat terbang. Internet bukan hanya sekedar inovasi teknologi dalam jaringan informasi komunikasi, melainkan sudah menjelma menjadi medium kekuatan ideologi politik tertentu.
Pergeseran ke ranah media sosial yang dilakukan oleh kelompok teroris mempunyai tujuan untuk membangun interaksi untuk tampil lebih trendi dan populer, lebih menyentuh pada sasaran, dan secara demografis pengguna media sosial merupakan generasi muda.
Sejak tahun 2017 hingga akhir Juni 2021, Kementerian Kominfo telah memblokir sebanyak 21.330 konten radikalisme dan terorisme yang tersebar di berbagai situs dan platform digital. Kominfo mempunyai misi untuk selalu konsisten menjaga dan mempertahankan keamanan ruang digital dari muatan radikalisme terorisme yang mengancam NKRI.
Tentu diperlukan peran serta masyarakat untuk bersatu melawan gerakan terorisme yang menancam kehidupan dan lingkungan sekitar. Aksi terorisme bukan hanya memalukan agama yang dicitrakan melegalkan tindak kriminalitas atau kekerasan, melainkan juga atas nama bangsa yang tidak mencerminkan sebagai negara yang damai.
Sulit untuk memusnahkan ideologi radikalisme dan terorisme secara menyeluruh. Peran internet setidaknya bisa dikontrol untuk tindak pencegahan, bukan malah menjadi medium untuk meyebarkan ideologi terorisme. Ulama moderat dengan kapabilitas pengetahuan yang memadai banyak diperlukan untuk kampanye Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Pernah dimuat Simposium
https://www.forumsimposium.com/2021/11/15/cyber-terrorism-wajah-baru-terorisme-ruang-maya/
0 comments: