CATEGORIES

  Bahasan calon presiden 2024 masih menjadi tajuk utama diskusi publik. Berbagai survei memunculkan elektabilitas dan popularitas politikus ...

Anies Baswedan, Harapan Politik Identitas

 

anies baswedan politik

Bahasan calon presiden 2024 masih menjadi tajuk utama diskusi publik. Berbagai survei memunculkan elektabilitas dan popularitas politikus mewarnai kontestasi politik lima tahunan. Harapan generasi emas berada di pundak pemimpin (presiden) berikutnya, setelah periode kedua Joko Widodo disibukkan dengan penyelesaian pandemi dan pemulihan ekonomi.

Komunikasi partai politik menyusun siasat pengukuhan bakal calon presiden agar lolos presidential threshold juga menjadi agenda besar selain basa-basi politikus tentang fokus penanganan pandemi. Partai besar sibuk memilah calon potensial untuk melanggengkan kekuasaan, sedangkan partai kecil-menengah sibuk lobi koalisi meminta jatah jabatan.

Beberapa tokoh muncul berseliweran sebagai kandidat kuat presiden RI ke-8. Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia, Prabowo Subianto menjadi tokoh dengan elektabilitas tertinggi (24%), disusul Ganjar Pranowo (20,8%) dan Anies Baswedan (15,1%). Posisi tersebut juga sama berdasarkan survei yang dilakukan Survey & Polling Indonesia (SPIN) dan Poligov. Nama lain yang masuk bursa calon presiden adalah Ridwan Kamil, Sandiaga Salahudin Uno, Agus Harimurti Yudhoyono, Puan Maharani, hingga Airlangga Hartarto.

Sedikit mengabaikan isu jabatan presiden tiga periode, kemunculan tokoh-tokoh baru menghiasi pesta demokrasi dengan gaya kepemimpinan yang lebih modern. Mayoritas calon presiden masa depan Indonesia memilenialkan diri dengan aktif bersosial media. Menggunakan metode kampanye digital yang dianggap lebih efektif mengeruk suara generasi milenial. Buktinya, banyak politikus kini aktif pamer pencitraan di media sosial disertai bumbu jenaka agar dikesan membaur (merakyat).

Meskipun demikian, masyarakat Indonesia harus merelakan tokoh pilihannya tidak turut serta dalam kontestasi pilihan presiden sebab sandungan presidential threshold. Beragam calon dengan karakter kepemimpinan yang unik akan tereliminasi karena kejahatan sistem yang diracik menggagalkan kader potensial duduk di istana kepresidenan. Tanpa pakaian partai, tokoh yang punya integritas harus dipaksa mengundurkan diri sebelum bertanding.

Konflik Ganjar Pranowo dengan internal DPP PDI Perjuangan menjadi contoh tentang bahayanya tokoh yang tidak patuh dan tunduk terhadap perintah partai. Sebelum menjadi presiden, politikus harus rela mbabu kepada partai politik sebagai syarat mutlak pencalonan. Hilangkan idealisme kepemimpinan selama partai masih mendominasi politik nasional. Pemimpin (presiden) Indonesia yang bukan dari ketua partai hanyalah boneka menyalurkan hasrat politik partai menguasai pemerintah dan negara.

 

Baca Juga : Formulasi Politik E

Menanti Narasi Politik Identitas

Menarik menantikan kebijakan yang diambil PDI Perjuangan ketika mengusung kandidat calon presiden 2024. Kampanye baliho Puan Maharani sedikit memberikan jawaban calon presiden dari PDI Perjuangan agar ojo pedot oyot (jangan putus akar). Di sisi lain, elektabiltas Ganjar Pranowo masih stabil di urutan 3 teratas calon presiden RI, unggul jauh dari Puan Maharani. Sebagai partai pemenang pemilu 2019, PDI Perjuangan punya kebebasan memilih siapapun tanpa harus mengemis koalisi dengan partai lain.

Potensi Ganjar menjadi “barang dagangan” yang menarik bagi partai lain yang ingin menikung PDI Perjuangan. Gagasan pencalonan Ganjar-Airlangga, Ganjar-Muhaimin, Ganjar-AHY bisa mengancam dominasi partai banteng berkuasa di pemerintahan, hanya jika Ganjar diasingkan oleh partai sebab konflik internal sejak setahun yang lalu.

Gaya kepemimpinan Ganjar yang mirip dengan Jokowi menjadi modal menarik simpati rakyat. Selain kebijakan strategis membangun Jawa Tengah, Ganjar juga dikenal sebagai politikus yang gemar menyapa generasi milenial di media sosial. Ganjar adalah representasi pemimpin nasionalis yang tentunya akan dihadapkan pemimpin islamis seperti pola pemilu 5 tahun ke belakang.

Meskipun pandemi sedikit mengurangi intensitas konflik politik identitas, narasi serupa tampaknya akan menjadi hidangan wajib menjelang pilihan presiden. Tentu ketika basis muslim fundamentalis dan konservatif sudah menentukan dukungannya. Saat ini hanya Anies Baswedan yang diharap merobohkan dominasi kekuasaan nasionalis. Anies merupakan keberhasilan produk islamisme yang mampu mengalahkan tokoh nasionalisme di pilkada DKI Jakarta.

Sedangkan Prabowo Subianto sudah tereliminasi dari daftar pemilih muslim sebelumnya. Pilihannya untuk masuk dalam kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin memicu kekecewaan pendukung yang mati-matian berkampanye saat pilpres 2019. Setidaknya jika Prabowo maju lagi menjadi calon presiden akan mereduksi pemilih muslim dari kalangan kelompok 212, eks-FPI, eks-HTI, dan Islam konservatif lainnya. Meskipun beberapa survei masih menempatkannya di urutan teratas, langkah politik Prabowo perlu dipertimbangkan lebih matang lagi sebelum kembali dipecundangi di arena kontetasi pilihan presiden.

Sedangkan Anies semakin mendapat angin segar sebab kebijakannya yang mayoritas mendapat atensi dari pendukung fanatiknya. Meski tanpa pakaian partai, Anies tentu akan mudah mendapat dukungan partai Islam seperti PKS dan (mungkin) PAN. PKS dan PAN merupakan partai menengah yang tidak memiliki kader potensial untuk bersaing di tingkat pilpres. Mengusung Anies adalah langkah realistis untuk meligitimasi kelompok oposisi.

Menarik ditunggu narasi apalagi yang akan dilemparkan menyambut pesta demokrasi 2024. Islam tampaknya akan tetap menjadi alat politik mengingat mayoritas penduduk Indonesia ber-KTP agama Islam dan juga tren hijrah milenial saat ini. Apapun yang terjadi, politik identitas tetap akan menjadi kebutuhan berdemokrasi di tengah masifnya kemajuan industri digital dan informasi.

 

Pernah dimuat Ratizen Republika

https://retizen.republika.co.id/posts/48577/anies-baswedan-harapan-politik-identitas 

0 comments: