CATEGORIES

  Peradaban adalah proses kemajuan lahir dan batin yang meliputi kecerdasan dan kebudayaan dengan objek sebuah bangsa. Peradaban berasal dar...

Peradaban yang Tidak Beradab

 

peradaban yang tidak beradab

Peradaban adalah proses kemajuan lahir dan batin yang meliputi kecerdasan dan kebudayaan dengan objek sebuah bangsa. Peradaban berasal dari kata “adab” yang berarti akhlak, moral, kesopanan, dan budi pekerti. Moral yang dianut melalui nilai-nilai di masyarakat akan menciptakan norma dan etika. Korelasi peradaban yang maju dinilai dari seberapa berbudaya bangsa tersebut.

Perkembangan teknologi industri 4.0 memiliki dampak signifikan terhadap kemajuan peradaban suatu bangsa. Kecepatan menerima informasi dengan teknologi secara menyeluruh menjadi indikator majunya sebuah peradaban. Indikator lainnya adalah ekonomi, idealisme, dan kemajuan ilmu pengetahuan. Namun realitanya, perkembangan teknologi justru menyebabkan degradasi moral masyarakat.

Budaya yang menjadi unsur pokok peradaban malah diekspor dari bangsa asing. Tidak bangga terhadap kebudayaan bangsa sendiri yang dianggap usang dan memalukan. Bukan hanya ditinggalkan, bahkan kerap dijadikan objek perlawanan aspek keagamaan. Adanya dominasi agama terhadap teknologi menciptakan masyarakat yang tercerai-berai. Melalaikan fungsi agama dan budaya sebagai medium pemersatu bangsa (umat).

Persepsi masyarakat modern menganggap Indonesia menjadi bagian dari negara dengan kemajuan peradaban yang pesat. Penanda kemajuan peradaban saat ini dinilai dari membanjirnya ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, dan kebebasan berpendapat. Percepatan dan pemerataan jangkauan internet diharapkan dapat memenuhi amanat konstitusi dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa.

Dampak negatif dari pesatnya perkembangan teknologi informasi adalah cenderung membuka ruang pada asimilasi dan kultur budaya asing sehingga menimbulkan gegar budaya (cultural shock). Di sisi lain, masyarakat masih menggunakan cara berpikir yang sempit dan tidak terbuka terhadap perubahan. Sikap konservatif dengan fasilitas informasi teknologi dan kebebasan berekspresi menjadi bumerang terhadap kemajuan peradaban.

Menurut Alfin Toffler (1980), kehidupan manusia yang berkembang semakin maju akan membentuk peradaban yang diklasifikasikan menjadi tiga gelombang peradaban. (1) gelombang pembaharuan, manusia menemukan dan menerapkan teknologi pertanian dengan menggunakan energi yang sudah disediakan oleh alam, (2) revolusi industri yang ditandai beralihnya manusia ke energi tak terbarukan dengan ditemukannya mesin untuk menghasilkan barang produksi, (3) zaman informasi yang ditandai suatu peradaban yang didukung oleh kemajuan teknologi komunikasi dengan hadirnya internet.

Namun apakah kemudahan akses informasi melalui internet bisa dijadikan penilaian peradaban yang maju? Atau malah sebaliknya?

 

Baca Juga : Kemerdekaan Sains

Masalah Pendidikan

Kemajuan peradaban dapat dinilai dari kematangan berpikir (kapasitas intelektual) generasi suatu bangsa. Proses pendidikan merupakan usaha untuk membina kepribadian manusia sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Masalahnya, kemajuan teknologi yang ditandai dengan pemerataan akses internet tidak sebanding dengan pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.

Anarkisme digital menjadi konsumsi harian di media sosial dengan dalih demokrasi. Kemajuan teknologi kontradiktif dengan nilai budaya bangsa yang dianut sebelumnya. Peradaban yang dianggap maju malah terkesan mundur jauh ke belakang. Defisit moral dan etika berpendapat. Terlihat banyak orang yang tidak berpendidikan ketika dipaksa terlalu dini beradaptasi dengan internet.

Pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 202,6 juta jiwa. Meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa jika dibandingkan tahun sebelumnya. Total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta jiwa yang artinya penetrasi internet di Indonesia mencapai 73,7 persen. Dari semua itu, ada 170 juta jiwa orang Indonesia menjadi pengguna aktif media sosial.

Sebaliknya, berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2020 Terhadap Kebijakan Pembangunan Kependudukan, 65% masyarakat Indonesia berpendidikan kurang dari SMP sederajat dan tingkat kecerdasan anak Indonesia berada pada urutan 72 dari 78 negara. Demikian yang menjadikan masih banyak masyarakat yang gemar menyebarkan hoaks dan mempercayainya sebagai fakta. Belum lagi ujaran kebencian, perundungan digital, caci maki, umpatan, dan sumpah serapah yang berseliweran di media sosial.

Anggaran pendidikan tahun 2022 sebesar Rp 542.831 triliun sebagian dialokasikan pada penyediaan koneksi internet dan sarana pendukungnya. Sedangkan permasalah pemerataan pendidikan kurang mendapat fokus sebab indikator kemajuan bangsa masih dinilai dari seberapa besar masyarakat yang melek internet daripada berapa jumlah masyarakat yang tidak putus sekolah.

Belum siapnya karakter bangsa yang berkebudayaan namun sudah dimanjakan dengan akses internet menyebabkan konflik di tengah masyarakat. Indonesia yang dulu dikenal sebagai bangsa yang berbudaya (sopan) menjadi negara yang paling tidak sopan di dunia dari segi penggunaan internet. Hasil survei Microsoft tersebut menjadi indikator bahwa peradaban yang maju bukan diukur dari seberapa masif penggunaan internet, melainkan seberapa merata tingkat pendidikan suatu negara.

Internet seharusnya dijadikan fasilitas untuk belajar bermoral, namun malah digunakan sebagai media untuk berperilaku amoral. Peradaban sekarang jauh dari istilah beradab. Meninggalkan nilai-nilai kebudayaan demi eksistensi akuisme. Demokrasi dan internet adalah dua senjata untuk berperilaku tidak beradab, meskipun hanya di dunia maya.

 

Pernah dimuat Pulpend

https://www.pulpend.id/community/peradaban-yang-tidak-beradab/ 

0 comments: