CATEGORIES

  Demokrasi hanyalah mimpi ketika korupsi, politik uang, kekerasan, terorisme, dan aneka konflik horizontal masih marak terjadi di Indonesia...

Kontrademokrasi Pemuja Oligarki

 

kontrademokrasi

Demokrasi hanyalah mimpi ketika korupsi, politik uang, kekerasan, terorisme, dan aneka konflik horizontal masih marak terjadi di Indonesia. Ketika media menjadi sarana efektif menyampaikan suara (pendapat) dibungkam dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penguasa membentuk polisi digital untuk menjerat pelaku yang dianggap membangkang. Bersuara berarti harus siap dipenjarakan.

Degradasi demokrasi mulai kentara ketika dominasi kekuasaan berkumpul melakukan praktek kesepakatan sistem oligarki. Mengorbankan kepentingan rakyat untuk memperkaya diri. Mengabaikan keadilan demi popularitas ketokohan. Rakyat dijadikan tumbal menghancurkan tatanan nilai, sosial, dan budaya bangsa. Lingkungan hidup diekspolitasi untuk sekelompok orang dan demokrasi berubah menjadi turbo kapitalisme.

Pembangunan tanpa konsep Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) kerap dilakukan. Hak-hak warga dibeli dengan dalih amanat konstitusi. Kelestarian lingkungan tidak dipertimbangkan sebagai aset kehidupan di masa mendatang. Demokrasi malah dijadikan ajang menguasai negeri sebab segalanya bisa dibeli dengan uang.

Konsep pemerintahan teknokrat dijadikan acuan utama pembangunan kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Mementingkan pembangunan fisik dengan menggunakan teknologi, sedangkan manusia dibentuk untuk mengabdi pada kepentingan industri. Demi memuluskan cita-cita, pemerintah sering dicap penguasa diktator karena keterlibatan militer dalam membantu pemerintah menjalankan kerakusan kebijakan.

Esensi kemajuan bangsa dicitrakan dari pesatnya pembangunan, sedangkan kebodohan, kemiskinan, intoleransi masih marak terjadi di berbagai daerah. Alih-alih menjadi negara yang demokratis, Indonesia terjebak pada sistem negara oligarkis. Membeli media untuk pencitraan, menyewa agen asing untuk membangun krisis kepercayaan, mendikte sistem agar masyarakat tunduk dan patuh pada penguasa.

Oposisi selalu diintimidasi dan dikucilkan. Kritikus dibungkam dan diasingkan. Tersisa pemuja pemerintah yang membayar beberapa pekerja untuk menyebarkan virus kebohongan di masyarakat. Demokrasi hanyalah ilusi meski sudah lama teriak-teriak reformasi. Korupsi masih membudaya ketika putusan hukum di pengadilan sering berkomedi.

Politikus adalah artis politik dadakan untuk menunjang suara partai. Ketika berkuasa, kepedulian sosial dan suara-suara keadilan hilang di gedung parlemen. Demokrasi di Indonesia hanya sebatas memilih wakil rakyat dan pemimpin secara langsung. Perkara manipulasi perhitungan suara, kecurangan selama masa kampanye, hingga masifnya politik uang bukanlah urusan rakyat yang merindukan demokrasi yang sehat.

 

Baca Juga : Drama Politik Indonesia

Tirani Demokrasi

Kompromi politik busuk masih dijadikan agenda mereduksi demokrasi. Narasi konstitisi, pancasila, NKRI harga mati, hanyalah pengalihan isu agar bebas melegitimasi kejahatan politik domestik. Politik adalah desain model bisnis yang ketika terjun harus menyiapkan modal besar dan berniat mendapatkan keuntungan atas modal yang sudah dikeluarkan.

Rakyat dipaksa membayar pajak, demokrasi malah diinjak-injak. Rakyat tidak pernah diajak diskusi dalam pengambilan kebijakan. Analis dan praktisi sering dilalaikan ketika menyusun undang-undang atau peraturan pemerintah lainnya. Ujug-ujug rakyat diberitahukan pengesahan aturan yang terlanjur diketok palu di parlemen. Rakyat demo dibiarkan sampai kehabisan suara. Tidak akan ada evaluasi di negeri oligarki.

Harga sembako mulai meningkat, upah buruh dipangkas sedemikian rupa. Penguasa masih bisa mendongeng tentang keadilan yang merata. Hukum dihapus dengan perilaku sopan di pengadilan, koruptor dipangkas masa tahanan, pelaku kriminal dianggap kelalaian, dan masyarakat yang menyuarakan perlawanan terhadap alih fungsi lahan dituduh makar.

Demokrasi dibeli korporasi. Pemerintah butuh uang untuk melunasi hutang. Pejabat butuh uang untuk mengembalikan modal kampanye. Kapitalis datang menawarkan presentasi simbiosis mutualisme. Rakyat hanya butuh diam menerima dampak dari perilaku kontrademokrasi pemerintah dan sekongkolnya.

Pengakuan negara lain terhadap kemajuan Indonesia hanyalah hiburan di tengah memprihatinkan kondisi masyarakat miskin. Mengalihkan isu dari bobroknya pejabat yang melakukan korupsi dan suap untuk meluluskan bisnis ilegal. Bersuara terhadap keresahan kebijakan pemerintah dan perilaku penguasa hanya akan dianggap penghinaan tanpa didasari data yang valid. Sedangkan data dimanipulasi untuk kepentingan penguasa.

Demokrasi harus dikembalikan kepada posisinya. Memberikan wadah kepada setiap orang untuk menyampaikan kegelisahan terhadap kecacatan kebijakan. Melibatkan masyarakat dalam pengambilan kebijakan yang sering dilakukan secara sepihak. Demokrasi adalah bangunan sistem dari rakyat, bukan pemerintah. Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Jika rakyat sering diabaikan dalam setiap pengambilan kebijakan, berarti pemerintah secara tidak langsung sedang melakukan praktek kontrademokrasi untuk konsisten melanggengkan kekuasaan. Demokrasi hanyalah slogan yang tidak benar-benar diaktualisasikan oleh sistem. Demokrasi hanya akan menjadi tirani penguasa tanpa pemahaman dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.

 

Pernah dimuat Riau Pos

0 comments: