CATEGORIES

  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalu...

Transformasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Dunia Digital

 

Keselamatan dan kesehatan kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dalam implementasinya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2021 tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

Namun program ini kurang begitu familiar di kalangan pengusaha dan pekerja, sehingga banyak kasus kecelakaan kerja yang tidak terdata dan teratasi dengan baik. Dampaknya kasus kecelakaan kerja masih sering terjadi di lingkungan kerja. Kurangnya sosialisasi tentang K3 juga memaksa pekerja kurang mendapatkan perlindungan atas jaminan keselamatan dan kesehatan saat bekerja. Pekerja hanya menjalankan kewajiban tanpa menuntut hak sebab ketidaktahuan program K3.

Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan tahun 2020, terdapat 225 ribu kasus kecelakaan kerja dan 53 kasus penyakit akibat kerja. Kurangnya identifikasi potensi bahaya dan analisis risiko kecelakaan kerja perlu mendapat perhatian serius dari pemangku kebijakan dan perusahaan. Pada kelompok usia rentang 20 sampai 25 tahun adalah mayoritas pekerja yang sering mengalami kecelakaan kerja.

K3 merupakan hak pekerja, selain upah dan jaminan sosial. Namun realitanya, banyak pekerja yang sama sekali tidak tahu (bahkan belum mendengar) program K3. Perusahaan seakan juga menutup diri dengan tidak aktif menyosialisasikan kepada pekerja karena dirasa menambah beban anggaran perusahaan. Tentu kehadiran pemerintah dibutuhkan untuk mencapai kesepakatan tentang manajemen K3.

 
Baca Juga : Bagaimana Jika Vaksinasi Corona Gagal?

Era Digital

Transformasi dunia digital menjadi tantangan baru program K3 yang berpotensi lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Industri 4.0 menuju 5.0 menunjukan kedinamisan pekerja yang tidak terikat ruang dan waktu. Budaya kerja di rumah (work from home) dan pemanfaatan tenaga kerja paruh waktu (freelance) membuat pengawasan seputar K3 menjadi terbatas.

Perusahaan juga akan mudah melempar tanggung jawab sebab kecelakaan kerja tidak terjadi di lingkungan kerja (perusahaan). Pekerja dituntut memberikan sistem keselamatan dan kesehatan sendiri. Perusahaan merasa sudah bertanggung jawab dengan pengadaan BPJS sebagai tameng terhindar dari sikap penelantaran kesehatan pekerja.

Namun manfaat dunia digital mampu mengurangi pekerja kasar sebab keberadaan teknologi yang dianggap lebih efektif dan efisien dalam bekerja. Pekerja lebih banyak berkutat pada aspek pemasaran (promosi dan jualan) secara daring. Digitalisasi pekerjaan memotong generasi tua sebab tidak dibutuhkannya pengalaman. Semua generasi belajar dari nol tentang pemanfaatan ruang digital dan kemajuan pesat teknologi.

Digitalisasi dan otomatisasi teknologi juga berdampak pada hilangnya banyak jenis pekerjaan yang bisa digantikan sistem atau robot yang kemudian memunculkan jenis-jenis pekerjaan baru. Manajemen K3 harus adaptif menyesuaikan perkembangan dunia digital dengan tetap melibatkan pengusaha sebagai penanggung jawab utama. Strategi pengendalian K3 harus lebih efektif, efisien, dan inovatif mengikuti perkembangan teknologi.

Selain menggenjot kemampuan memanfaatkan dunia digital oleh pekerja, pemerintah juga harus sigap bertransformasi menyusun program yang seimbang. K3 harus dijadikan isu nasional untuk membuka mata pekerja digital tentang hak keselamatan dan kesehatan mereka.

 

Baca Juga : Manusia Butuh Predator

Solusi K3 dunia digital

Hingga saat ini, masih banyak pekerja yang mengalami kecelakaan namun nihil pelaporan. Kurangnya pengawasan perusahaan, investigasi kecelakaan, pengelolaan inventaris, dan pengendalian risiko menyebabkan kecelakaan sering terjadi bahkan menyebabkan kecacatan dan kematian.

Selain itu, ketidakmampuan dan ketidakmauan perusahaan menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) juga menjadi masalah pada sistem manajemen K3. Akhirnya kecelakaan kerja dijadikan pemakluman yang juga disetujui oleh pekerja sebagai bagian dari risiko kerja.

Alasan selanjutnya adalah sikap terburu-buru atau tergesa-gesa dalam menyelesaiakan pekerjaan. Hal ini dijadikan tuntuan perusahaan untuk dapat mengimbangi kecepatan kemajuan teknologi dan digital. Pekerja yang tidak siap dengan kerja cepat dan tepat akan tereliminasi (PHK) atau digantikan sistem teknologi yang mempunyai akurasi kesalahan lebih kecil.

Akhirnya keselamatan dan kesehatan kerja tereduksi dengan laju perkembangan digital. Bahkan hingga saat ini kurang dari 15% perusahaan yang mampu bertransformasi ke dunia digital. Selebihnya hanya berusaha bertahan dari gempuran pandemi dan penjajahan industri digital. Tantangan K3 bukan hanya bagi pekerja, namun juga perusahaan yang berpikir untuk bisa mengembangkan usaha yang berdaya saing.

Ketika perusahaan hanya berorientasi pada keuntungan, maka keselamatan dan kesehatan pekerja akan dikesampingkan. Perlu peran pemerintah untuk menjadi jembatan manajemen K3 agar tetap bisa diaplikasikan dengan baik di era digitalisasi teknologi. Perusahaan yang mengabaikan sistem K3 juga perlu mendapat teguran dan sanksi jika tidak mengindahkan program K3 dengan baik.

Namun yang paling fundamental dari pelaksanaan K3 adalah sosialisasi program ke perusahaan dan pekerja secara masif. Sebab seperti pengantar sebelumnya, masih banyak pekerja (dan mungkin pengusaha) yang tidak tahu dan paham tentang aturan K3. Bekerja hanya dianggap usaha mencari uang tanpa mempertimbangkan keselamatan dan kesehatan.

0 comments: