Iblis berasal dari kata al-balas yang artinya tidak ada kebaikan padanya. Sebagian kaum sufi meyakini bahwa Iblis adalah hamba yang paling sempurna dan makhluk yang paling utama ketauhidannya. Iblis adalah bagian dari malaikat yang tidak mau bersujud kepada Adam dan hanya mau bersujud kepada Allah. Bahkan, jauh sebelum Nabi Adam diciptakan, iblis sudah membuktikan cinta kasihnya pada Allah. Ketaatan serta ketauhidan tidak mampu ditandingi oleh para malaikat. Iblis tidak pernah berhenti beribadah kepada Allah.
Iblis selalu menjadi objek antagonis oleh manusia. Perkataan dan perilaku buruk adalah dalih godaan iblis. Sedangkan Iblis hanya menjalankan perintah Allah sebagai bentuk penghambaan untuk istikamah menggoda manusia. Iblis rela selamanya untuk menjauhkan manusia dari kebaikan sebab perintah-Nya. Takdir yang membawanya ke neraka hanyalah sebab ketidakmauan bersujud kepada Adam (manusia), sedangkan banyak yang menafsirkan sebab kesombongan (keangkuhannya) di hadapan Allah.
Sebelum dikenal sebagai iblis, dulunya disebut Azazil karena pernah terkenal dengan kealimannya dan memperoleh ilmunya malaikat. Kemudian keluar dari wilayah kemuliaan itu karena faktor kesombongan dan berputus asa dari rahmat Allah. Demikian yang menjelaskan betapa cerdas dan alimnya iblis. Bahkan mulai ada seloroh di akhir zaman bahwa iblis sudah menikmati masa tua, tanpa bekerja pun manusia kelakuannya menyerupai iblis.
Pembeda iblis dengan malaikat adalah perkara kesombongan. Iblis kerap memamerkan kesombongannya, sebab manusia tidak lebih cerdas dan alim daripadanya. Namun demikian, iblis rela mendekam di neraka dengan konsekuensi harus menjadi musuh manusia di dunia. Bagi orang yang belajar hikmah, tentu setiap pelajaran tidak melulu diambil yang baik-baik. Kemungkaran bisa dijadikan pelajaran untuk tidak mengikutinya, termasuk mengibliskan diri.
Iblis bisa dijadikan media kontemplasi mengenai hakikat kebaikan dan keburukan. Keburukan atau kemaksiatan selalu disimbolkan dengan sesuatu yang indah dan enak, sebaliknya kebaikan disimbolkan bentuk ketaatan yang melelahkan, menjenuhkan, dan sering mengorbankan kebahagiaan. Kenapa semua yang asyik-asyik itu diharamkan? Kenapa semua yang enak-enak itu yang dilarang? Setiap yang akan menyesatkan. Sepintas lalu menyenangkan.
Baca Juga : Drama Politik Indonesia
Belajar Menjadi Iblis
Disadari atau tidak, manusia sekarang sudah mulai sibuk belajar menjadi iblis. Malaikat adalah tanda kepatuhan, iblis adalah tanda pembangkangan. Sedangkan manusia sudah terbiasa melanggar perintah dan mendekati larangan Allah. Iblis berhasil membuat perangkap untuk manusia lebih senang untuk mengikutinya.
Kemaksiatan merajalela, pembunuhan hal biasa, korupsi (mencuri) membudaya, dan ingkar janji dimaklumi. Namun lebih menariknya, iblis sekarang memanipulasi dengan kebaikan. Perilaku iblis adalah menyombongkan kecerdasan dan kealiman di hadapan yang lain. Sedangkan manusia berlomba-lomba terlihat cerdas dan alim di media sosial. Bahkan ada pula yang mengustazkan atau mengulamakan diri agar diakui di masyarakat, sedangkan banyak yang masih awam belajar agama.
Iblis-iblis sudah piawai bertopeng manusia. Dikiranya ulama tapi iblis, dikiranya iblis malah sejatinya ulama. Agama dijadikan proyek bisnis dan politik. Manusia tidak mau belajar dari kisah iblis yang dihukum neraka jahanam sebab kesombongan atas kealimannya. Menyombongkan agama sedangkan ia tidak paham agama jauh lebih hina derajatnya daripada iblis.
Manusia harus membiasakan diri membuka topeng agar mengetahui siapa yang bersemayam di dalam dirinya. Bersyukur kalau malaikat, namun celaka kalau ternyata adalah iblis yang laknat. Kecerdasan iblis tidak mungkin dikalahkan manusia, sedangkan keunggulan manusia dibanding iblis adalah perkara ketaatan. Sedangkan ketaatan sering dijadikan sarana untuk bersifat iblis (sombong).
Manusia diberikan kekuasaan selama hidup dunia untuk memilih kebaikan dan keburukan. Tugas iblis adalah menggiring manusia dalam keburukan. Manusia yang manut dengan iblis akan membersamainya di neraka. Sedangkan yang menolak ajakan iblis dijanjikan surga. Namun yang membingungkan zaman sekarang adalah banyaknya iblis bertopeng manusia. Mereka yang mau belajar agama menjadi bimbang belajar agama dengan siapa. Benarkah semua yang mengaku ulama tidak dihinggapi perasaan sombong di dalam dirinya? Atau hanya pura-pura alim agar terlihat populer, dihormati, dan memiliki banyak pengikut?
Kisah Azazil menentang perintah sujud kepada Adam dapat diambil hikmat tentang prosesi ketauhidan tanpa perantara. Keikhlasan menerima takdir Allah sebagai penghuni neraka yang kekal. Menghindari segala bentuk kesombongan (termasuk agama), apalagi untuk dipamerkan kepada mereka yang lebih ahli agama. Iblis adalah pengejawantahan diri kita yang masih sering terdapat kesombongan meskipun hanya sebesar biji dzarrah. Kebenaran bisa berpotensi menjadikan kita terjerumus dalam kesesatan, namun berpotensi pula mengantarkan pada jalan hidayah.
Pernah dimuat Dunia Santri
https://www.duniasantri.co/iblis-bertopeng-manusia/
0 comments: