Manusia hidup untuk belajar. Dalam proses pembelajaran dibutuhkan sistem pendidikan yang berkualitas dengan mempertimbangkan aspek nilai di masyarakat didukung kebijakan ideal dari pemerintah. Indonesia sendiri masih jauh dari standar sistem pendidikan yang baik, mulai dari intimidasi korporasi, intervensi politik, dan kepatuhan terhadap tata nilai agama.
Pendidikan terbatas pada sistem yang memaksa siswa diperlakukan sama. Parameter kesuksesan seseorang dinilai dari ujian serentak (setara) yang menentukan langkah masa depan berikutnya. Sedangkan bakat dan potensi masing-masing individu terpendam untuk merelakan bekerja tidak sesuai minatnya. Apalagi persepsi di masyarakat yang mengukur keberhasilan seseorang berdasarkan “kerja” dan tidaknya.
Realita di masyarakat banyak yang mendapatkan peringkat tinggi semasa sekolah, namun harus menjadi buruh pabrik. Sedangkan mereka yang dianggap bodoh di sekolah malah sukses menjadi wirausaha atau manajer di sebuah perusahaan. Nilai sekolah nyatanya tidak berbanding lurus dengan kesuksesan seseorang di masa depan.
Banyak alasan mendasari sukses dan tidaknya seseorang. Siswa yang pandai di kelas kalah dengan siswa bodoh tapi cukup modal untuk terus sekolah. Ada faktor mental yang mendasari pengambilan risiko kesuksesan seseorang. Sedangkan sistem pendidikan di Indoneisa tidak cukup memfasilitasi potensi siswa untuk terus berkembang sebab aturan yang kaku.
Masalah selanjutnya adalah ketidakmampuan sistem pendidikan Indonesia memahami bakat dan potensi anak. Dipaksa mengikuti kurikulum pendidikan yang disediakan. Peringkat didasarkan mampu dan tidaknya siswa mengerjakan soal yang mungkin tidak diminatinya. Pendidikan Indonesia tidak menyediakan fasilitas mengembangkan bakat kesenian, agama, olahraga, dan lain sebagainya. Pemerintah malah sibuk mengobrak-abirk kurikulum yang hasilnya tetap sama.
Mutu pendidikan Indonesia masih seputar seberapa cakap siswa menghafal. Siswa tidak dilatih untuk mampu memahami pelajaran. Sikap kreatif dianggap menantang tradisi lama. Sampai pada tingkat stres siswa sebab tuntutan pendidikan yang semakin hari semakin tidak jelas arah tujuannya. Banyak pelajaran yang belum layak diberikan pada anak seusianya. Siswa hanya dijadikan robot (semuanya sama) di masa depan.
Sejak kemerdekaan, pendidikan Indonesia sudah gonta-ganti kurikulum seperti Rentjana Pelajaran 1947, Rentjana Pelajaran Terurai 1952, Rentjana Pendidikan 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Suplemen Kurikulum 1999, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Kurikulum 2013, dan Kurikulum 2015.
Ketertinggalan pendidikan Indonesia tidak lepas dari budaya feodal yang mengakar sejak dulu. Sikap kritis dianggap pemberontakan. Membungkat pertanyaan agar tunduk pada perintah guru. Guru punya tanggungjawab menjadi acuan dalam bersikap. Sedangkan guru tidak selalu punya kapasitas dan kepribadian yang layak untuk diikuti. Buktinya kasus pelecehan dan kekerasan masih sering terjadi di lingkup pendidikan.
Solusi
Pendidikan Indonesia harus mampu menghasilkan manusia yang kritis, cerdas, dan juga terampil. Dibutuhkan tahapan mendasar dalam sistem pendidikan di Indonesia. Revolusi pendidikan di mulai dari memberikan kebebasan anak mengembangkan fungsi tubuh dan batinnya. Jangan dibebankan pada kurikulum yang malah membunuh kreativitas anak. Anak akan semakin stres dan tertekan untuk mendapatkan hasil yang baik pada pelajaran yang tidak sesuai bakatnya.
Tahapan berikutnya adalah kesadaran lingkungan dan kepedulian sosial. Siswa diberikan pilihan menentukan minat dan bakatnya dengan tetap sadar lingkungan sosial yang membentuk kepribadiannya. Pengajar dibutuhkan untuk memantau dan mengawasi siswa yang tidak berjalan di koridor bakatnya. Tahapan ini sekaligus membentuk mental siswa untuk fokus pada permasalahan hidup dan kebimbangan menentukan pilihan.
Tahapan terakir adalah pendidikan yang “sebenarnya”. Siswa diajarkan materi filsafat, sejarah, budaya, sains, agama, dan keterampilan praktis. Pemerintah atau sekolah mulai fokus menyedikan sumber bacaan bagi siswa sesuai minat dan kebutuhannya. Merangsang siswa untuk gemar membaca (mencari pengetahuan) dan guru bertugas memberikan penjelasan atas kesulitan memahami isi bacaan. Kemandirian menentukan masa depan setiap individu akan membentuk komunal yang ideal untuk negara maju.
Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah sebelum merevolusi pendidikan. Masih banyak terjadi ketimpangan pendidikan di kota besar dan daerah terpencil, biaya pendidikan tinggi yang bertolak belakang dengan kesejahteraan guru, dan infranstruktur pendidikan yang belum merata.
Merevolusi pendidikan memang cukup kompleks dilakukan. Sistem pendidikan terhubung dengan beragam sistem lainnya seperti sistem ekonomi, politik, agama, dan kebudayaan. Saat ini lembaga pendidikan formal berubah menjadi ajang bisnis yang kompetitif. Siswa berlomba menjadi yang terbaik dengan mengalahkan teman-temannya ketika ujian. Siswa tidak diajarkan bekerjasama selain berkompetisi yang berdampak pada sikap egois ingin mengalahkan (menghancurkan) yang lain.
Perlu mengurangi dominasi guru atau aturan sekolah untuk memberikan hak kepada siswa dalam mengembangkan minat dan bakatnya. Pendidikan Indonesia merupakan warisan kolonial yang tidak ditujukan untuk manusia, melainkan pendidikan untuk membentuk robot industri. Melatih orang untuk menjadi budak kasar, bukan menjadi manusia yang utuh dan kreatif.
Pernah dimuat di Indonesiana
https://www.indonesiana.id/read/153682/rusaknya-sistem-pendidikan-di-indonesia
0 comments: