CATEGORIES

Beberapa hari yang lalu, isu larangan minuman beralkohol mulai ramai dibahas di media daring. Di internet, draft RUU dari DPR sudah bisa dia...

RUU Minuman Beralkohol, Upaya Pemerintah Berkompromi dengan Islam Konservatif?

RUU Minuman Beralkohol, Upaya Pemerintah Berkompromi dengan Islam Konservatif?

Beberapa hari yang lalu, isu larangan minuman beralkohol mulai ramai dibahas di media daring. Di internet, draft RUU dari DPR sudah bisa diakses oleh publik. Tujuan dari RUU tersebut sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh Minuman Beralkohol, menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya Minuman Beralkohol, dan menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari gangguan yang ditimbulkan oleh peminum minuman beralkohol.

Di dalam pasal 18 hingga 21, pelanggar aturan RUU Larangan Minuman Beralkohol dengan cara memproduksi, memasukkan, menyimpan, dan/atau mengedarkan minuman beralkohol akan dipidana penjara minimal dua tahun dan paling lama 10 tahun atau denda paling sedikit Rp 200.000 dan paling banyak Rp 1 miliar. Sedangkan setiap orang yang mengonsumsi minuman beralkohol akan dipidana penjara minimal tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp 10.000.000 dan paling banyak Rp 50.000.000.

Indonesia yang dikenal sebagai negara plural dengan menjunjung tinggi asas demokrasi turut bergabung dengan negara-negara muslim yang sudah dulu melakukan pelarangan minuman beralkohol. Mauritania, Sudan, Pakistan, Bangladesh, Yaman, Arab Saudi, Somalia, Uni Emirat Arab, Somalia, Kuwait, Iran, Libya, hingga Brunai Darussalam adalah beberapa negara yang sudah menerapakan peraturan pelarangan minuman beralkohol. Namun beberapa di antaranya, warga non-muslim yang tinggal atau mengunjungi negara tersebut diperbolehkan untuk mengonsumsi alkohol selama tidak melakukannya di ruang publik.

Menganut sistem demokrasi yang mengutamakan hak setiap warga untuk menentukan pilihannya, Indonesia terjebak pada narasi Islamisme yang menjadi kekuatan baru untuk mempengaruhi keputusan pemerintah. Gairah eksistensi “mengislamkan Indonesia” sudah masuk di semua bidang politik dan sosial. Bahkan, pertempuran mencolok dalam kontestasi politik bukan lagi tentang figur dan visi-misi, melainkan pada perseteruan antara ideologi sekulerisme dan Islamisme.

 
Baca Juga : Popularitas Jokowi yang Kembali Dipertanyakan

Kompromi Politik

Meskipun penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal The Lancet menemukan peningkatan konsumsi minuman beralkohol di seluruh dunia hingga 70 persen. Namun berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, Indonesia adalah salah satu negara dengan konsumsi minuman beralkohol terendah di dunia. Bahkan menurut Direktur PT. Delta Djakarta, tingkat konsumsi minuman beralkohol di Indonesia lebih rendah dari Malaysia.

Alkohol merupakan minuman yang haram dikonsumsi bagi umat muslim. Namun tidak berlaku bagi non-muslim dan penganut adat. Memaksakan RUU Larangan Minuman Beralkohol, berarti membatasi kebebasan memilih jalan hidup setiap agama dan suku adat di Indonesia. Setelah ramai pembahasan Perda Syariah di masing-masing daerah di Indonesia, RUU Larangan Minuman Beralkohol berpotensi memuluskan jalan penerapan sistem negara Islam di Indonesia.

Jika RUU tersebut disahkan, maka ketentuan syariat agama akan semakin aktif menerbitkan RUU serupa. Misalkan larangan konsumsi rokok yang pernah diharamkan oleh MUI. Kekuatan mayoritas muslim akan membelenggu masyarakat minoritas dan meningkatkan kesenjangan toleransi dalam beragama. Jika ketentuan undang-undang disepakati dalam ranah politik Islam, maka pesan demokrasi dan pancasila akan tergusur dengan nilai-nilai Islam.

RUU Larangan Minuman Beralkohol diusulkan oleh Gerinda, PPP, dan PKS. Mewakili aspirasi muslim di Indonesia, DPR akhirnya menyusun draft RUU Larangan Minuman Beralkohol. Bukan tanpa sebab, partai pengusul berharap partisipan politik beragama Islam akan kompak mendukung partai yang memperjuangkan peraturan syariah di tingkat pusat.

Kantong pemilih muslim mencapai 87,2% dari total 263 juta penduduk Indonesia. Semangat muslim milenial mengisi kolom-kolom media sosial dengan narasi politik Islamisme menjadi daya pikat partai dan tokoh untuk mengangkat isu-isu keagamaan dalam kancah politik Indonesia. Sekat toleransi semakin lebar antara muslim dan non-muslim, bahkan sesama muslim. Agama Islam dijadikan pertaruhan politik untuk menjaga kestabilan negara dari konflik-konflik sekuler dan agama.

Kepulangan Rizieq Shihab, antusiasme gerakan 212, hingga masifnya dakwah Islam konservatif memaksa pemerintah untuk berkompromi mengenai peraturan yang sekiranya menguntungkan kedua belah pihak. Mengurangi risiko konflik horizontal dan mengembalikan citra pemerintah yang sebelumnya dianggap anti-Islam.

 
Baca Juga : Siasat Islam Konservatif Mengubah Ideologi Negara

Islam Konservatif

Menariknya, tidak semua basis Islam menyetujui RUU Larangan Minuman Beralkohol. Selain karena maksud terselubung penerapan sistem syariah di negara Indonesia, RUU tersebut juga diangap sulit diaktualisasikan. Suku atau adat yang menggunakan alkohol sebagai sarana upacara diberikan kelonggaran, sedangkan selainnya akan diberikan denda atau hukuman. Islam progresif lebih memilih untuk melakukan himbauan tentang bahaya minuman beralkohol tanpa mengikatnya dalam bentuk Undang-Undang.

Kekakuan penerapan undang-undang syariah akan menimbulkan konflik di masyarakat, mengingat Indonesia bukan negara Islam. Pemerintah harus mengedepankan kepentingan warga negara yang berbeda-beda dalam memilih keyakinan. Mayoritas anggota legislatif adalah muslim yang memungkinkan untuk menentukan kebijakan berdasarkan peraturan syariah. Belum lagi geliat Islam konservatif yang gencar menunjukan eksistensinya mempengaruhi iklim politik di Indonesia.

Kekuatan Islam konservatif akan terus melancarkan isu-isu untuk menerapkan aturan syariah di Indonesia. Harapannya pemerintah bisa tunduk dengan visi Islam konservatif yang menyelinap dalam partai politik, pendakwah, hingga pemangku kebijakan. Islam harus tetap bisa berkuasa melalui mekanisme kekuatan di luar pemerintahan. Memainkan isu dan konflik untuk mengganggu kestabilan negara yang harapannya bisa mempengaruhi keputusan pemerintah dalam menentukan Undang-undang. Jika RUU Minuman Beralkohol lolos di parlemen, maka Indonesia sedang darurat demokrasi yang dikenal mengedepankan nilai-nilai pluralitas dan kebhinekaan dalam mengatur sistem pemerintahan dan kenegaraan.

 

Pernah dimuat di Hidayatuna

https://hidayatuna.com/ruu-minuman-beralkohol-upaya-pemerintah-berkompromi-dengan-islam-konservatif/  

0 comments: