Adaptasi kebiasaan baru semasa pandemi menyadarkan masyarakat untuk tetap survive dalam memperoleh pendapatan/ penghasilan. Hampir semua sektor terdampak secara ekonomi yang berimbas pada penurunan omset dan aset, hingga pengurangan karyawan industri. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I tahun 2021 masih minus 0,74 persen. Menurut pengeluaran secara tahunan (year on year/yoy), semua komponen mengalami kontraksi dengan konsumsi rumah tangga mencatatkan penurunan paling dalam.
Di tengah ketidakpastian pemulihan ekonomi global, pemerintah dituntut cerdas mengambil kebijakan strategis untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi di masa pandemi. Awal tahun 2021, Kementerian Perindustrian menyusun 4 kebijakan meningkatkan daya saing industri nasional.
1. Menjaga produktivitas industri selama pandemi melalui kebijakan pemberian Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI).
2. Peningkatan kemampuan industri dalam negeri dalam mendukung penanganan Covid-19.
3. Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
4. Melanjutkan program substitusi impor 35% pada tahun 2022, melalui penurunan impor yang dilaksanakan secara simultan dengan peningkatan utilisasi produksi, mendorong pendalaman struktur industri, dan peningkatan investasi.
Realisasi program hanya akan berjalan optimal jika disertai keberhasilan program vaksinasi nasional. Untuk itu perlu peran semua sektor pemerintahan, industri, dan masyarakat untuk menyukseskan vaksinasi Covid-19 dan mulai bangkit dari keterpurukan ekonomi nasional.
Setahun lebih dihantui pandemi, sektor industri kuartener yang paling menjanjikan untuk memperoleh penghasilan. Sebaliknya, industri tersier hancur karena pembatasan kerumunan dan mobilisasi masyarakat. Perlu diketahui, industri tersier lebih berfokus pada jasa, sedangkan industri kuartener berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Industri primer yang mengekstraki material sumber daya alam masih memungkinkan untuk bertahan meskipun tetap mengalami penurunan pendapatan. Demikian juga dengan industri sekunder yang mengaplikasikan pengolahan produk dari industri primer untuk dijadikan barang konsumsi.
Sifat industri primer dan sekunder adalah wajib sebagai kebutuhan utama manusia, seperti makanan, pakaian, properti, dan lain sebagainya. Sementara industri tersier lebih tidak diutamakan karena bersifat hiburan (keinginan), seperti musik, asuransi, pariwisata, dan lain sebagainya.
Baca Juga : Dilematis Royalti Hak Cipta Lagu dan/ atau Musik
Merger
Sedikit harapan dari runtuhnya ekonomi global adalah keberadaan industri kuartener di masa pandemi. Tersedianya internet dan platform digital memudahkan siapapun untuk memanfaatkan industri kuartener dalam memperoleh penghasilan. Bisa dalam bentuk endorsement, pemasaran produk, hingga menjadi content creator.
Sulitnya mengadakan acara yang melibatkan banyak orang (panggung pertunjukan) membuat pelaku industri tersier memanfaatkan keberadaan industri kuartener sebagai media mengekspresikan jasa hiburan secara daring. Meskipun banyak keterbatasan dan tidak memiliki atensi seperti ketika mengadakan kegiatan secara langsung.
Berdasarkan data dari HootSuite dan agensi pemasaran media sosial We Are Social, pada awal 2021pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta jiwa (meningkat 15,5 persen dari tahun sebelumnya). Dari keseluruhan pengguna internet di Indonesia ada sekitar 98,5 persen yang menonton video online setiap bulannya. Sebanyak 74,3 persen menonton video blog (vlog) setiap bulannya. Rata-rata menghabiskan sekitar waktu 3 jam 14 menit berselancar di platform jejaring sosial.
Bukti ketergantungan industri terhadap kebutuhan teknologi digital adalah beralihnya artis, musisi, hingga korporasi ke platform YouTube dan penyedia konten di media sosial. Kebutuhan industri tersier tidak terwakilkan di atas panggung atau di tengah masyarakat yang memungkinkan terjadinya kontak langsung antara pembeli dan penyedia jasa. Akhirnya media hiburan yang bisa dinikmati adalah konten-konten di media digital.
Pembuatan film pendek, konser virtual, podcast, dan konten lainnya memang bisa dinikmati bebas oleh masyarakat luas. Namun di sisi lain, produsen konten (penyedia jasa) kurang mendapatkan apresiasi berupa pendapatan atau penghasilan. Misalkan dalam seni pertunjukan, media digital cukup susah menarik tiket penonton dan menerima sponsor dari perusahaan. Selain itu pekerja panggung, termasuk event organizer, tidak mempunyai peluang serupa di platform digital.
Bagi pelaku industri tersier yang susah beradaptasi dengan industri kuartener, mereka akan kesulitan untuk memanfaatkan keberadaan industri kuartener. Sehingga terkesan pasrah menunggu pandemi reda dan berharap kejayaan industri tersier kembali terulang tanpa bergantung pada industri kuartener.
Perlu andil dari pemerintah dan dukungan dari pihak swasta untuk bersama menyelamatkan industri tersier dari kepunahan. Masyarakat juga harus mengapresiasi dan berpartisipasi mendukung mergernya industri tersier dan kuartener agar bisa bersinergi di masa pandemi. Manusia tetap akan membutuhkan jasa hiburan meskipun tidak menjadi prioritas, demikian halnya dengan pelaku jasa akan tetap bertahan jika ada dukungan dari seluruh elemen masyarakat.
0 comments: