CATEGORIES

  Diawali dari pesta dansa di Klub Paloma & Amigos, Jakarta, seorang warga Jepang yang menetap di Malaysia memulai kisah bencana Covid-1...

Mencegah (Tidak) Lebih Baik

 mencegah tidak lebih baik


Diawali dari pesta dansa di Klub Paloma & Amigos, Jakarta, seorang warga Jepang yang menetap di Malaysia memulai kisah bencana Covid-19 di Indonesia dengan 2 orang dari Depok sebagai pasien pertama dan kedua yang terkonfirmasi positif. Masih teringat ketika Menteri Kesehatan sebelumnya, Terawan Agus Putranto memberikan pernyataan bahwa flu lebih berbahaya ketimbang virus corona.

Anggapan remeh terhadap Covid-19 nyatanya malah menjadi bencana nasional dengan korban ratusan ribu jiwa. Belum lagi dampak terhadap ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang terpaksa harus berpuasa (prihatin) terhadap kondisi yang mengharuskan untuk membatasi mobilitas dan aktivitas ekonomi.

Selanjutnya menurut Satgas Penanganan Covid-19, gelombang kedua terjadi karena beberapa faktor antara lain, masyarakat sudah mulai lelah dan abai terhadap protokol kesehatan, sudah mulai dibukanya tempat umum (tempat makan dan wisata) tanpa adanya pembatasan, sudah diizinkannya masyarakat melakukan perjalanan (antarwilayah atau antarnegara), merasa sudah aman setelah divaksinasi, terlalu fokus pada pemulihan ekonomi dibandingkan kesehatan, dan tidak waspada saat beraktivitas.

Untuk kasus perjalanan antarnegara, pemerintah berdalih memikirkan nasib para warga negara Indonesia (WNI) yang ingin pulang ke Indonesia. Penutupan penerbangan asing harus memikirkan aspek hubungan luar negeri, perdagangan, ekonomi, dan sebagainya. Sedangkan untuk petunjuk teknis syarat perjalanan di masa PPKM darurat untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 disusun dengan mengacu pada SE Satgas Covid-19 Nomor 14 Tahun 2021.

Indonesia memiliki 30 bandara internasional yang tercatat dalam website Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menginstruksikan selama pandemi Covid-19, perjalanan internasional harus selalu diprioritaskan untuk sejumlah sektor, di antaranya keadaan darurat dan tindakan kemanusiaan serta perjalanan esensial atau tidak tergantikan. Demikian pula pemulangan warga negara dan transportasi kargo untuk persediaan penting seperti makanan obat-obatan dan bahan bakar. WHO mewanti-wanti bahwa pelaku perjalanan internasional tidak boleh dianggap sebagai tersangka utama penyebar Covid-19.

Covid-19 merupakan wabah impor yang dibawa manusia dari luar negeri. Bukan hanya penerbangan, tetapi gerbang penumpang internasional baik itu udara, laut, maupun darat, karena kan darat juga banyak. Kita sudah punya pengalaman ketika pertama kali Covid-19 masuk ke Indonesia. Meskipun Covid-19 sudah mengganas di Cina, pemerintah juga tidak segera menutup penerbangan dari Cina.

Sejumlah varian baru virus Corona berasal dari luar negeri, seperti India, Inggris, Afrika Selatan, dan Kolombia. Menurutnya, PPKM darurat tidak akan maksimal bila yang dibatasi hanya pergerakan warga dalam negeri sedangkan arus tranportasi luar negeri masih kecolongan masuk ke Indonesia.

 
Baca Juga : Mengibarkan Bendera Setengah Tiang

Gelombang Ketiga

Optimisme mananggulangi krisis pandemi memunculkan semangat baru dalam membangkitkan ekonomi nasional. Apalagi pernyataan kekaguman dunia internasional terhadap proses pananganan pandemi. Tidak seperti di India, Indonesia berhasil meredam pengingkatan kasus Covid-19 dengan metode sosialisasi protokol kesehatan dan kebijakan PPKM untuk mengurangi mobilisasi masyarakat. Terbukti, tanpa memperparah kehancuran ekonomi nasional, PPKM berhasil mencapai titik ekuilibrium antara kesehatan dan ekonomi.

Namun sikap optimisme terhadap kehidupan normal tanpa bayang-bayang penyebaran Covid-19 bisa menjadi bumerang ketika pemerintah dan masyarakat lengah menerapakan kebijakan dan protokol kesehatan. Perlu diingat, epidemiolog memprediksi bahwa penyebaran Covid-19 tidak akan pernah berakhir. Semua orang akan tertular setidaknya sekali seumur hidup. Beruntung bagi yang bisa bertahan, sebaliknya menjadi duka bagi mereka yang tidak mempunyai imunitas tubuh untuk melawan virus.

Itulah alasan pemerintah gencar melakukan vaksinasi sebagai amanah konstitusi terhadap kesehatan warga negara. Selain sebagai bentuk pencegahan, vaksinasi juga menjadi harapan menciptakan kekebalan komunal untuk mencapai kondisi kehidupan yang normal dan ideal.

Menunggu capaian target vaksinasi nasional, Indonesia kembali dihadapkan pada ancaman gelombang ketiga Covid-19 varian Mu. Negara-negara seperti China, Singapura tengah menghadapi pandemi Covid-19 gelombang ketiga. Di Indonesia diprediksi baru akan terjadi pada Desember 2021 karena mayoritas masyarakat Indonesia masih belum mempunyai imunitas untuk melawan virus atau tingkat vaksinasi yang masih cukup rendah. Hingga akhir September, jumlah vaksinasi nasional belum mencapai 40 persen dari target 80 persen penduduk Indonesia.

Belajar dari pengalaman gelombang pertama dan kedua, seharusnya pemerintah mulai melakukan tindakan dini pencegahan terhadap keganasan Covid-19 varian Mu yang dianggap kebal terhadap vaksin. Konsekuensinya adalah mengorbankan kepentingan ekonomi untuk menyelamatkan banyak warga yang belum divaksin atau tingkat kekebalan tubuhnya lemah.

Berdasarkan analisis penyebaran Covid-19 gelombang pertama dan kedua, arus transportasi internasional dianggap sebaga faktor utama ganasnya penyebaran virus di Indonesia. Berdasarkan JHU CSSE COVID-19 Data, hingga akhir September, Indonesia sudah kehilangan lebih dari 141 ribu nyawa karena Covid-19 dengan jumlah kasus mencapai 4,2 juta jiwa.

Pengorbanan terhadap kebijakan PPKM dengan mengurangi mobilitas dan aktivitas ekonomi harus diimbangi dengan pengorbanan pemerintah terhadap sektor tertentu, salah satunya moda transportasi internasional. Jangan mengulangi keteledoran pada masa gelombang pertama dan kedua yang menyebabkan jatuhnya korban meninggal dan bertambah pesatnya kemiskinan nasional.

Kelengahan pemerintah menerima keluar-masuk warga asing ke Indonesia kerap menjadi blunder karena menciptakan gelombang baru dengan varian yang lebih ganas. Namun kebiasaan eman-eman kalau harus mengorbankan sektor penerbangan atau moda transportasi lain yang mengangkut warga asing masuk ke Indonesia malah berdampak lebih besar terhadap kerugian negara dan masyarakat pada umumnya.

Kebijakan menghentikan penerbangan ke luar dan ke dalam negeri diambil setelah gelombang Covid-19 sudah diidentifikasi. Pencegahan dianggap tidak begitu efektif mengakhiri krisis pandemi. Lebih suka menanggulangi kasus setelah terjadi banyak korban dengan penerapan kebijakan PPKM yang nyatanya sedikit-banyak menghancurkan UMKM masyarakat.

Surutnya gelombang kedua Covid-19 perlu disyukuri sebagai ikhtiar bersama (pemerintah dan rakyat), namun lebih disyukuri lagi jika pemerintah sejak dini mengambil tindak pencegahan masuknya gelombang ketiga Covid-19. Mengorbankan sisi bisnis penerbangan dan kegiatan ekspor-impor untuk kemaslahatan bersama. Bukankah harga seorang nyawa tidak bisa digantikan oleh apapun?

 

Pernah dimuat Giwangkara

https://www.giwangkara.com/opini/pr-851620285/mencegah-tidak-lebih-baik?page=all 

0 comments: