CATEGORIES

Pancasila sebagai ideologi terbuka dengan nilai-nilai dasar yang dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia. Kekay...

Kematian Hak Asasi Manusia

kematian HAM
Pancasila sebagai ideologi terbuka dengan nilai-nilai dasar yang dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia. Kekayaan rohani, budaya, dan masyarakat mengimplementasikan sistem kenegaraan dan kebangsaan yang bersifat demokratis. Menghargai pluralitas dan kebebasan yang berangkat dari pandangan hidup yang berakar pada kesadaran masyarakat Indonesia.

Dinamisnya kehidupan bangsa Indonesia mereduksi hakikat pancasila dengan intervensi berbagai ideologi dari sisi paradigma, keagamaan, dan kebudayaan. Pancasila yang mengilhami kebebasan Hak Asasi Manusia (HAM) dijadikan momentum mengembangkan beragam ideologi yang berpotensi mengancam kedaulatan dan dasar negara.

HAM kerap dijadikan alat melegitimasi penghinaan, pelecehan, dan motif kriminalitas sebagai bagaian dari kebebasan bereskpresi. Sementara nilai moral suatu negara yang punya kemajemukan budaya dan adat punya interpretasi terhadap standarisasai nilai. Soal definisi HAM secara normatif dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang HAM.

“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”

Demikian yan dijadikan alat humum Lembaga Swdaya Masyarakat (LSM) maupun aktivis memperjuangkan HAM sebagai bagian fundamental dari demokrasi. Di sisi lain, faktor kebebasan sering disalahgunakan yang kemudian dibentuk aturan dalam produk hukum untuk membatasi hak asasi yang masih relevan dengan ideologi dan cita-cita bangsa.

Namun kepatuhan terhadap hukum harus diimbangi dengan variabel musyawarah untuk mencapat mufakat. Sehingga penerbitan kebijakan hukum tidak dilandasi atas dasar sikap otoriter dan diktator. Membelenggu kebebasan dan mematikan hak asasi manusia di ranah privat dan publik.


Baca Juga : HAM, Kasus yang Tidak Pernah Tamat

Pengesahan RKUHP

Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang per hari ini (6/12), memicu protes dari para aktivis, akademisi, dan pengamat publik. Hal ini lantaran RKUHP dinilai masih cacat dan ditemukan banyak pasal bermasalah seperti penghinaan presiden dan lembaga negara, ancaman pidana bagi penyelenggara demonstrasi, pelarangan penyebaran paham Komunisme/ Marxisme hingga aturan tentang urusan ranjang suami-istri.

Kecacatan RKUHP yang terlanjur disahkan setelah banyak aksi demo banyak membatasi ruang berekspresi dan kebebasan berpendapat. Tak ayal, banyak aktivis menyesalkan pengesahan RKUHP tanpa mempertimbangkan amanat konstitusi tentang aspek HAM. Pembungkaman ekspresi masyarakat menunjukan dominasi kekuasaan untuk melegalkan anarkisme kebijakan.

Kembali pada hakikat pancasila sebagai ideologi terbuka, RKUHP merupakan produk hukum campuran dari hukum Belanda, konservatisme agama, hukum adat, dan hukum Indonesia modern. Banyak pasal yang membatasi kebebasan politik sipil dengan cenderung berporos pada nilai-nilai moralitas.

Namun juga butuh apresiasi bahwa pengesahan UU KUHP menjadi angin segar atas hukum pidana modern yang tidak berorientasi pada keadilan retributif. Pengambil kebijakan berargumen bahwa keputusan ini menjanjikan keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif untuk mencegah kejahatan yang berulang.

Menjadi kritikan ketika banyak pasal “setengah matang” lolos dan mematikan HAM. Hukum negara berpotensi mengintervensi perilaku masyarakat di tingkat adat hingga ranah privat (keluarga). Ancaman pidana juga mengintai masyarakat pengguna media sosial dari sisi pasal penghinaan presiden hingga penyebaran berita palsu. UU KUHP punya ruang lingkup religius dan konservatif yang menghendaki nilai moralitas dan kepatuhan pada penguasa.

Pengesahan RKUHP banyak mendapat sorotan pengamat dan media asing tentang keraguan mengimplementasikan pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup. Hukum pidana modern nyatanya tidak relevan dengan kristalisasi budaya masyarakat dalam mengembangkan ajaran moralitas berdasarkan aturan budaya di masing-masing daerah.

Penyeragaman hukum menghilangkan esensi negara multidimensi agama, budaya, dan etnis yang menjadi kekuatan bangsa. Pembungkaman kebebasan yang dilandasi ancaman hukum akan mengurangi sikap kritis masyarakat dalam penentuan kebijakan dan pelaksanaan program pemerintahan. Masyarakat dituntut tunduk dan patuh pada aturan penguasa.***

0 comments: