CATEGORIES

Showing posts with label teknologi. Show all posts

Adaptasi kebiasaan baru semasa pandemi menyadarkan masyarakat untuk tetap survive dalam memperoleh pendapatan/ penghasilan. Hampir semua sek...

industri merger

Adaptasi kebiasaan baru semasa pandemi menyadarkan masyarakat untuk tetap survive dalam memperoleh pendapatan/ penghasilan. Hampir semua sektor terdampak secara ekonomi yang berimbas pada penurunan omset dan aset, hingga pengurangan karyawan industri.  Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I tahun 2021 masih minus 0,74 persen. Menurut pengeluaran secara tahunan (year on year/yoy), semua komponen mengalami kontraksi dengan konsumsi rumah tangga mencatatkan penurunan paling dalam.

Di tengah ketidakpastian pemulihan ekonomi global, pemerintah dituntut cerdas mengambil kebijakan strategis untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi di masa pandemi. Awal tahun 2021, Kementerian Perindustrian menyusun 4 kebijakan meningkatkan daya saing industri nasional.

1. Menjaga produktivitas industri selama pandemi melalui kebijakan pemberian Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI).

2. Peningkatan kemampuan industri dalam negeri dalam mendukung penanganan Covid-19.

3. Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

4. Melanjutkan program substitusi impor 35% pada tahun 2022, melalui penurunan impor yang dilaksanakan secara simultan dengan peningkatan utilisasi produksi, mendorong pendalaman struktur industri, dan peningkatan investasi.

Realisasi program hanya akan berjalan optimal jika disertai keberhasilan program vaksinasi nasional. Untuk itu perlu peran semua sektor pemerintahan, industri, dan masyarakat untuk menyukseskan vaksinasi Covid-19 dan mulai bangkit dari keterpurukan ekonomi nasional.

Setahun lebih dihantui pandemi, sektor industri kuartener yang paling menjanjikan untuk memperoleh penghasilan. Sebaliknya, industri tersier hancur karena pembatasan kerumunan dan mobilisasi masyarakat. Perlu diketahui, industri tersier lebih berfokus pada jasa, sedangkan industri kuartener berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Industri primer yang mengekstraki material sumber daya alam masih memungkinkan untuk bertahan meskipun tetap mengalami penurunan pendapatan. Demikian juga dengan industri sekunder yang mengaplikasikan pengolahan produk dari industri primer untuk dijadikan barang konsumsi.

Sifat industri primer dan sekunder adalah wajib sebagai kebutuhan utama manusia, seperti makanan, pakaian, properti, dan lain sebagainya. Sementara industri tersier lebih tidak diutamakan karena bersifat hiburan (keinginan), seperti musik, asuransi, pariwisata, dan lain sebagainya.


Baca Juga : Dilematis Royalti Hak Cipta Lagu dan/ atau Musik

Merger

Sedikit harapan dari runtuhnya ekonomi global adalah keberadaan industri kuartener di masa pandemi. Tersedianya internet dan platform digital memudahkan siapapun untuk memanfaatkan industri kuartener dalam memperoleh penghasilan. Bisa dalam bentuk endorsement, pemasaran produk, hingga menjadi content creator.

Sulitnya mengadakan acara yang melibatkan banyak orang (panggung pertunjukan) membuat pelaku industri tersier memanfaatkan keberadaan industri kuartener sebagai media mengekspresikan jasa hiburan secara daring. Meskipun banyak keterbatasan dan tidak memiliki atensi seperti ketika mengadakan kegiatan secara langsung.

Berdasarkan data dari HootSuite dan agensi pemasaran media sosial We Are Social, pada awal 2021pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta jiwa (meningkat 15,5 persen dari tahun sebelumnya).  Dari keseluruhan pengguna internet di Indonesia ada sekitar 98,5 persen yang menonton video online setiap bulannya. Sebanyak 74,3 persen menonton video blog (vlog) setiap bulannya. Rata-rata menghabiskan sekitar waktu 3 jam 14 menit berselancar di platform jejaring sosial.

Bukti ketergantungan industri terhadap kebutuhan teknologi digital adalah beralihnya artis, musisi, hingga korporasi ke platform YouTube dan penyedia konten di media sosial. Kebutuhan industri tersier tidak terwakilkan di atas panggung atau di tengah masyarakat yang memungkinkan terjadinya kontak langsung antara pembeli dan penyedia jasa. Akhirnya media hiburan yang bisa dinikmati adalah konten-konten di media digital.

Pembuatan film pendek, konser virtual, podcast, dan konten lainnya memang bisa dinikmati bebas oleh masyarakat luas. Namun di sisi lain, produsen konten (penyedia jasa) kurang mendapatkan apresiasi berupa pendapatan atau penghasilan. Misalkan dalam seni pertunjukan, media digital cukup susah menarik tiket penonton dan menerima sponsor dari perusahaan. Selain itu pekerja panggung, termasuk event organizer, tidak mempunyai peluang serupa di platform digital.

Bagi pelaku industri tersier yang susah beradaptasi dengan industri kuartener, mereka akan kesulitan untuk memanfaatkan keberadaan industri kuartener. Sehingga terkesan pasrah menunggu pandemi reda dan berharap kejayaan industri tersier kembali terulang tanpa bergantung pada industri kuartener.

Perlu andil dari pemerintah dan dukungan dari pihak swasta untuk bersama menyelamatkan industri tersier dari kepunahan. Masyarakat juga harus mengapresiasi dan berpartisipasi mendukung mergernya industri tersier dan kuartener agar bisa bersinergi di masa pandemi. Manusia tetap akan membutuhkan jasa hiburan meskipun tidak menjadi prioritas, demikian halnya dengan pelaku jasa akan tetap bertahan jika ada dukungan dari seluruh elemen masyarakat.

Kisah penangkapan babi ngepet pada hari senin (26/4) di kawasan Bedahan RT 02 RW 04, Sawangan, Depok menghebohkan jagad maya. “Hawan jadi-ja...

babi ngepet

Kisah penangkapan babi ngepet pada hari senin (26/4) di kawasan Bedahan RT 02 RW 04, Sawangan, Depok menghebohkan jagad maya. “Hawan jadi-jadian” tersebut ditangkap warga karena mereka resah uangnya menghilang secara tiba-tiba. Hingga akhirnya belasan warga secara bugil (syarat penangkapan) mengepung babi ngepet dan berhasil menangkapnya.

Sempat dijadikan lahan “berbisnis” dengan membayar dua ribu rupiah setiap kali ada orang yang ingin melihat dan berfoto dengan babi ngepet hasil tangkapan warga, akhirnya pihak berwenang dan pemerintah desa memutuskan untuk menyembelih babi tersebut agar tidak menimbulkan kerumunan di tengah pandemi Covid-19. Abdul Rosad (Ketua RW Sawangan) menyebut warganya kaget mengetahui ukuran babi yang ditangkap semakin lama semakin mengecil setelah dilakukan penangkapan.

Kejadian penangkapan babi ngepet bukan hanya kali ini terjadi. Sebelumnya, pada tahun 2012, terjadi penangkapan babi ngepet di Tuban. Tahun 2013, terjadi penangkapan babi ngepet di Situbondo. Tahun 2016 terjadi penangkapan babi ngepet di Jebres, Solo. Tahun lalu penangkapan babi ngepet juga terjadi di Bangorejo, Banyuwangi.

Di Jawa sendiri, masyarakat mengenal istilah santet, pelet, dan kepet. Santet adalah aktivitas gaib yang ditujukan untuk menyakiti atau bahkan membunuh orang yang ingin disantet melalui perantara dukun, biasanya menggunakan boneka atau barang korban. Kemudian pelet adalah usaha untuk memikat lawan jenis secara gaib, bisa menggunakan susuk atau jampi-jampi terhadap korban.

Sedangkan kepet (babi ngepet), menurut Prof. Suwardi Endraswara, dalam bukunya Dunia Hantu Orang Jawa memaparkan mitos babi ngepet sebagai penjelmaan dari seseorang yang menggunakan ilmu hitam pesugihan dengan cara mengubah dirinya untuk sementara menjadi babi siluman sehingga dapat dengan mudah melakukan pencurian.

Kepercayaan babi ngepet konon berasal dari Gunung Kawi, Malang. Lokasi tersebut dikenal sebagai tempat menemui siluman babi untuk melakukan perjanjian. Seseorang yang ingin mendapatkan ilmu babi ngepet diharuskan menyerahkan tumbal, biasanya anak yang paling disayangi. Setelah itu, pelaku ritual diwajibkan untuk memakan kotoran dari siluman babi agar bisa mengubah dirinya menjadi babi.

Kuncen atau dukun tempat pesugihan memberikan sebuah kain hitam kepada si pelaku, setelah semua persyaratan pesugihan dipenuhi oleh si pelaku. Ritual pesugihan babi ngepet dilakukan oleh 2 orang. Jika dilakukan sepasang suami-istri, biasanya suami yang menjadi babi dan sang istri menjaga sebuah api lilin yang ditaruh di dalam baskom berair.

Pelaku yang menjadi babi berkeliling ke rumah penduduk untuk mengambil uang warga secara gaib. Babi hanya perlu menggesek-gesekkan badannya ke tembok rumah korban. Keselamatan si pelaku (babi ngepet) terletak pada api lilin yang dijaga oleh pelaku lainnya. Ketika api lilin tersebut bergoyang-goyang, maka pertanda si babi sedang dalam bahaya dan penjaga harus mematikan api tersebut agar bisa berubah wujud menjadi manusia kembali.

 
Baca Juga : Kemerdekaan Sains

Perlawananan Sains

Fenomena menggantungkan nasib terhadap hal gaib seperti babi ngepet bakal selalu muncul jika kondisi ekonomi, sosial kemasyarakatan, termasuk politik, mengalami kemunduran. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang memaksa masyarakat untuk melakukan berbagai cara agar bisa bertahan hidup.

Istilah babi ngepet muncul dari mitos atau kepercayaan lokal masyarakat. Peneliti bidang zoologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Taufiq Purna Nugraha, mengatakan secara ilmiah tidak ada istilah babi ngepet. Di luar konteks budaya dan kebatinan, persoalan klenik (gaib) yang berdampak kepada dunia nyata (kehilangan uang) pernah menjadi bahan diskusi dan seminar oleh para akademisi.

Secara ilmiah, daerah Sawangan, Depok adalah perkampungan dengan masih banyak tanah kosong sejenih perkebunan atau hutan sebagai habitat babi hutan. Sedangkan kemunculannya di malam hari karena babi merupakan hewan nocturnal. Secara analisis ilmiah, penangkapan “babi ngepet” di Depok merupakan babi sub spesies bagong (Sus verrucosus) karena tidak ada bulu putih melingkar di sekitar moncong.

Laju perkembangan informasi dan teknologi memudahkan semua orang merasionalkan sesuatu secara ilmiah. Kepercayaan atau mitologi yang dibenturkan dengan ilmiah akan kalah dalam ranah sosiokultural. Sains secara perlahan membungkam berbagai bentuk narasi kepercayaan lokal maupun universal.

Babi ngepet sering diistilahkan sarana pesugihan secara gaib. Sedangkan dalam istilah keagamaan, gaib adalah segala hal yang tidak diketahui oleh seseorang. Covid-19 mungkin nyata bagi kalangan saintis, namun gaib bagi masyarakat awam. Modal untuk tunduk pada sesuatu yang gaib adalah kepercayaan yang dihasilkan dari tumpukan informasi masing-masing manusia.

Apakah babi ngepet itu nyata atau hanya akal-akalan adalah perkara gaib. Mereka yang pernah melihat atau bahkan melakukan ritual pesugihan dengan babi ngepet tetap akan mempercayai atas sesuatu yang sudah dialami, sedangkan saintis atau siapapun yang di luar pemahaman mengenai babi ngepet tetap akan melawan kepercayaan tersebut dengan keterbatasan ilmunya.

Pada akhirnya ada batasan untuk menghargai pemahaman dan kepercayaan masing-masing sesuai banyak-sedikitnya informasi atau pengalaman hidup yang dilakukan. Tidak semua hal bisa dijelaskan secara sains, seperti peristiwa Isra’ Mi’raj, kehamilan Siti Maryam, hingga ritus-ritus agama dan penghayat kepercayaan.

Kisah babi ngepet memberi pelajaran tentang bagaimana sulitnya ekonomi warga di tengah pandemi hingga melakukan hal-hal irrasional untuk bertahan hidup. Setidaknya memberikan kewaspadaan bahwa kehidupan di dunia memberikan 2 pilihan : jalan benar atau jalan salah. Babi ngepet adalah pilihan seseorang ketika kepepet. Memilih jalan pesugihan dengan cara gaib meski berisiko mengorbankan tumbal hingga dihakimi warga jika tertangkap.

Platform toko online seperti Lazada, Shopee, Tokopedia, Bukalapak, dan lainnya begitu lekat menjadi kebiasaan manusia modern, apalagi di mas...

e-commerce monokrom

Platform toko online seperti Lazada, Shopee, Tokopedia, Bukalapak, dan lainnya begitu lekat menjadi kebiasaan manusia modern, apalagi di masa pandemi. Banyak masyarakat menggantungkan kebutuhan primer, skunder, hingga tersier terhadap e-commerce.

Di dalam e-commerce terdapat ribuan penjual dan pembeli yang melakukan transaksi secara daring. Akhir 2020, tercatat 88% pengguna internet telah menjual atau membeli produk di e-commerce. Berdasarkan penelitian dari RedSeer, pembelian melalui e-commerce meningkat 18,1% hingga 98,3 juta transaksi dengan total transaksi senilai $1,4 juta USD. Diperkirakan ada sekitar 12 juta pengguna e-commerce baru saat pandemi.

Selain adaptasi terhadap kemajuan pesat dunia teknologi digital, manfaat e-commerce secara nyata adalah peningkatan pangsa pasar, penurunan biaya operasional, perluasan jangkauan, penambahan customer loyalty, peningkatan supply management, dan mempersingkat waktu produksi. Bagi pembeli, manfaat berbelanja di e-commerce karena ketersediaan informasi produk yang mudah diakses, kualitas barang yang lebih terjamin, dan harga yang lebih murah (promo atau diskon).

Di tahun 2021, SimiliarWeb mencatat Tokopedia menjadi pemimpin e-commerce dengan jumlah traffic share paling tinggi dibandingkan e-commerce lain. Tercatat ada sebanyak 32,04 persen jumlah traffic share dengan jumlah kunjungan bulanan ke layanan e-commerce tersebut sebanyak 129,1 juta.

Diprediksi pada tahun 2040, sebanyak 95% orang akan berbelanja secara daring di e-commerce. Hal tersebut dipengaruhi karena kebutuhan rumah tangga yang semakin melonjak, integrasi program loyalitas dalam strategi pemasaran, persaingan iklan digital, perubahan kebiasaan konsumen baru, pengalaman belanja daring yang sama seperti belanja secara luring, dominasi e-commerce di pasar global, kemudahan pembayaran, dan meningkatnya emotional dan ethical value.

Sekilas eksistensi e-commerce begitu menguntungkan bagi semua pihak (penjual dan pembeli). Terlihat lebih praktis dan efisien. Dengan modal yang minimal bisa menjangkau pembeli di lintas ruang dan waktu. Bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), program inovatif e-commerce diharapkan mampu membangkitkan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.

UMKM di Indonesia seolah dimanjakan dengan keberadaan e-commerce dengan bantuan efisiensi operasional produk, jangkauan pasar, dan perubahan zaman ke era digital. Bahkan ada beberapa e-commerce yang mendeklarasikan diri untuk membantu membangkitkan perekonomian Indonesia, khususnya produk lokal.

 
Baca Juga : Demokratisasi Digital

Problem UMKM

E-commerce memberikan ruang bagi setiap orang untuk berjualan secara daring. Bukan hanya produk baru, bekas pun bisa dijual dengan harga kesepakatan transaksi. Persaingan pasar semakin kompetitif di jagad maya. Pasar-pasar luring mulai beralih ke pasar daring dan meninggalkan kios/ lapak berjualan dengan asumsi irit biaya operasional dan dampak penurunan pembeli luring.

Tren perusahaan jasa akan semakin tumbuh seiring perkembangan teknologi di masing-masing daerah. E-commerce memaksa UMKM lokal untuk lebih gigih memasarkan dagangan secara manual (luring). Ilmu atau pengalaman berdagang akan kalah bersaingan dengan kepekaan generasi milenial menggunakan e-commerce sebagai lahan berjualan.

Pedagang lawas produk UMKM yang rendah literasi teknologi pada akhirnya akan tertinggal mengikuti perkembangan zaman. Penurunan pembeli jelas terlihat ketika ada pilihan barang serupa di e-commerce. UMKM dipaksa terjun ke e-commerce agar tidak gulung tikar karena minimnya transaksi dan interaksi secara langsung (penjual dan pembeli).

Kekuatan modal (kapitalisme) juga berpengaruh terhadap keberlangsungan UMKM lokal. Ambil contoh gerai handphone dan pulsa. Setiap transaksi bisa untung seribu hingga duaribu rupiah. Namun ketika e-commerce menyajikan transaksi handphone beserta aksesorisnya dan pulsa, maka konsumen gerai handphone dan pulsa akan beralih ke e-commerce.

Selain harga yang ditawarkan lebih murah, e-commerce juga menjanjikan diskon dan promo bagi pelanggan. Ketika harga yang ditawarkan jauh lebih murah dari pasar umumnya, maka kekuatan kapital menjanjikan harga murah (keuntungan minimal) tapi penjualan bisa maksimal. Gerai handphone, harus menekan keuntungan agar bisa tetap bersaing di e-commerce, meski kadang menjumpai harga produksi lebih mahal daripada harga jual.

Perlu intervensi pemerintah dalam mengelola e-commerce mengenai standarisasi harga agar UMKM tidak mati dimusnahkan korporasi atau penjual dengan kapital yang besar. Tujuannya tentu agar persaingan harga tetap stabil dan UMKM tumbuh sebagai produsen dan distributor di lapak e-commerce. Jangan sampai keberadaan e-commerce hanya dijadikan strategi kapitalisasi perusahaan swasta. Indonesia dengan potensi pangsa pasar yang besar hanya menjadi konsumen, karena menjadi produsen kalah bersaing dengan perusahaan besar.

Pemerintah juga harus memperhatikan pelaku usaha di pasar luring dengan memberikan pelatihan manajemen pasar digital dan inovasi produk lokal. Meskipun marak usaha daring, tapi masih banyak pula pelaku usaha luring yang masih bertahan meski konsumennya digerus e-commerce.

Dari data  Ookla akhir tahun 2019, rata-rata kecepatan internet di Indonesia menduduki peringkat 42 dari total 46 negara lain. Rata-rata kec...

berhenti menghujat

Dari data Ookla akhir tahun 2019, rata-rata kecepatan internet di Indonesia menduduki peringkat 42 dari total 46 negara lain. Rata-rata kecepatan internet kabel dunia sebesar 54,3 Mbps, sedangkan rata-rata kecepatan internet kabel di Indonesia hanya 15,5 Mbps. Kecepatan internet dunia rata-rata meningkat 33 persen setiap tahunnya.

Menurut data laporan Speedtest pada kuartal IV tahun 2020, kecepatan internet mobile di Indonesia berada di urutan ke-121 di dunia, turun sebanyak empat peringkat dari periode sebelumnya. Indonesia tercatat memiliki kecepatan mengunduh rata-rata mencapai 17,26 Mbps dengan kecepatan mengunggah mencapai 11,44 Mbps, dan latensi 37 ms.

Sedangkan untuk internet kabel, Indonesia berada di urutan ke-115 dengan kecepatan unduhan mencapai 23,32 Mbps, kecepatan unggahan mencapai 13,14 Mbps, dan latensi 18 ms. Berdasarkan data dari CupoNation, koneksi internet Indonesia adalah yang paling lamban di antara negara-negara Asean lainnya.

Di Indonesia, Tangerang menjadi kota dengan kecepatan internet tertinggi setelah Makassar. Tangerang memiliki kecepatan mengunduh rata-rata 18,97 Mbps, kecepatan mengunggah mencapai 12,28 Mbps, dan latensi 26 ms. Sedangkan Telkomsel menjadi provider dengan koneksi internet tercepat di Indonesia.

Untuk menunjang kelancaran proses pembelajaran jarak jauh, khususnya di kawasan terluar, terdepan dan tertinggal (3T), yang masih terkendala akses internet, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menargetkan perluasan akses internet ke seluruh desa dan kelurahan di Indonesia akan selesai pada akhir tahun 2022.

Pemerataan penetrasi internet dapat mengembangkan ekonomi digital yang sedang digalakkan pemerintah. Gagasan penerapan 5G untuk meningkatkan konektivitas internet di dunia diperkirakan bisa menghasilan pendapatan hingga US$ 3,5 triliun (Rp46,7 quadriliun) dan membuka 22 juta lapangan pekerjaan pada 2035. Menurut Menteri Kominfo, saat ini digitalisasi dan konektivitas sudah memiliki pengaruh besar dalam meningkatkan kesetaraan peluang, akses, dan inklusi masyarakat Indonesia.

Hingga kini pemerintah Indonesia sudah membangun lebih dari 348.000 kilometer kabel serat optik darat dan bawah laut. Termasuk lebih dari 12.000 kilometer Jaringan Tulang Punggung Serat Optik Nasional Palapa Ring BAKTI Kominfo. Namun pemerintah masih khawatir penerapan 5G akan efektif di Indonesia, mengingat masyarakat memperlakukan internet lebih kepada perilaku konsumtif daripada produktif.

 
Baca Juga : Eksistensi Generasi Milenial

Budaya Menghujat

Lambatnya sinyal internet tidak sebanding dengan kecepatan menghujat pelaku internet di Indonesia. Sektor informasi teknologi telah mengubah tatanan sosial dan politik suatu bangsa. Polarisasi dan politik identitas hingga saat ini juga sedikit banyak dipengaruhi oleh media sosial.

Beberapa kasus belakangan, membuat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang “kejam”. Konflik Fiki Naki dan Dayana (dari Kazakstan), kasus penghapusan akun Dewa Kipas ketika mengalahkan Gothamchess, hingga diskriminasi timnas badminton di kejuaraan All England.

Satu kasus viral bisa menggerakan jutaan masa untuk turut menghujat dengan dasar persatuan dan nasionalisme. Patut dimaklumi berdasarkan survei Digital Civility Index (DCI) untuk mengukur tingkat kesopanan digital global, Indonesia menduduki peringkat paling bawah di kawasan Asia Tenggara. Dari total 32 negara yang disurvei, Indonesia menduduki urutan ke-29 (terbawah keempat).

Menurut survei Microsoft, hoaks dan penipuan menjadi faktor tertinggi yang memengaruhi tingkat kesopanan orang Indonesia, yakni dengan persentase 47 persen. Ujaran kebencian ada di urutan kedua dengan persentase 27 persen, lalu diskriminasi sebesar 13 persen.

Kalau dianalisa dari internal negara, ketidaksopanan dengan budaya menghujat sudah akrab bagi buzzer-buzzer politik. Umpatan, caci-maki, hingga sumpah serapah memenuhi beranda media sosial. Patut dimaklumi, karena berdasarkan data We Are Social dan HootSuite menyatakan bahwa pengguna media sosial di Indonesia didominasi remaja dengan usia 18-34 tahun.

Generasi milenial sering berinteraksi dengan pengguna media sosial dalam lingkup internasional, seperti bersosialisasi di fandom atau saat bermain game. Remaja dianggap masih kurang stabil secara emosi, sehingga meluapkan kemarahan di media sosial dengan berbagai umpatan dan hujatan.

Penilaian tentang keramahtamahan atau kesopansantunan orang Indonesia tidak korelatif dengan perilaku di media sosial. Budaya menghujat sudah menjadi kebiasaan tanpa disadari telah menghilangkan nilai-nilai keluhuran bangsa. Meskipun karakter masyarakat Indonesia di dunia maya, kadang berbanding terbalik ketika bertemu di dunia nyata.

Keterbatasan sinyal internet bukan dijadikan introspeksi untuk tidak terlalu menggantungkan segala hal kepada media digital, namun malah dijadikan pelegalan perilaku diskriminatif. Menjadi manusia-manusia asosial. Internet di Indonesia boleh lambat, tapi intensitas masyarakat dalam menghujat harus tetap cepat.

 

Pernah dimuat di Kumparan

https://kumparan.com/joko-interisti/internet-lambat-menghujat-cepat-1vaXGPu9G4a 

Sekira 20 tahun ke depan, manusia di dunia akan dihadapkan pada peradaban Artificial Inteligence. Setiap negara atau pemerintah harus memper...

artificial intelegence

Sekira 20 tahun ke depan, manusia di dunia akan dihadapkan pada peradaban Artificial Inteligence. Setiap negara atau pemerintah harus mempersiapkan diri menghadapi kemajuan teknologi yang sangat cepat. Peran atau pekerjaan manusia akan digantikan dengan robot atau perangkat digital yang lebih efektif dan efisien meningkatkan produktivitas perusahaan.

Saya yang saat ini bekerja di perusahaan percetakan dan penerbitan mulai gelisah saat isu keberlangsungan perusahaan mulai dipertanyakan. Buku cetak mulai kurang diminati digantikan dengan platform digital. Perusahaan koran, majalah, dan sejenisnya mulai gulung tikar digusur oleh media-media elektronik. Basis pendidikan perlahan diarahkan pada pembelajaran audio visual yang semakin mengendurkan semangat bekerja di industri percetakan dan penerbitan.

Bukan hanya itu, segala bentuk industri yang sekiranya bisa digantikan dengan peran teknologi juga diprediksi mengalami nasib serupa. Pekerjaan-pekerjaan non-skill akan segera digantikan oleh mesin. Orang yang tidak mempersiapkan keahlian dan kreativitas akan kesulitan bertahan hidup. Dibandingkan perusahaan manufaktur, mungkin perusahaan jasa yang masih bisa diandalkan dalam menghadapi Artificial Inteligence. Berikut beberapa jenis pekerjaan yang akan “musnah” di masa depan; petani, akuntan, buruh pabrik, pelayan, kasir, kurir, konstruksi, sopir, dll.

 

Baca Juga : Menilai Sistem Pendidikan Indonesia

Free Trade Agreement

Pejanjian Perdagangan Bebas atau FTA adalah kebijakan yang biasanya dilakukan oleh dua negara atau lebih, dimana perdagangan dan jasa bisa melewati batas negara tanpa dikenai tarif. Perjanjian tersebut sifatnya terbuka dan semua pihak berhak untuk memberikan penjelasan masing-masing.

Saat ini Indonesia sudah mempersiapkan diri menghadapi tantangan global. Menyipakan pasar bebas dengan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/ RCEP) setelah sebelumnya banyak terlibat dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN-Australia-New Zealand, ASEAN-Cina, ASEAN-Korea, ASEAN-India, Indonesia-Jepang (IJ-EPA), dan perjanjian bilateral lainnya.

Kebijakan membuka pasar global adalah bentuk kepercayaan diri sebuah negara untuk siap bersaing dengan negara lain dalam menjual jasa dan barang domestik. Mendorong UMKM dan perusahaan dalam negeri agar bisa memaksimalkan peluang ekspor ke negara lain dengan tetap mengandalkan kualitas produk dan jasa yang ditawarkan. Sebaliknya, jika sumber daya domestik kurang edukasi menghadapi persaingan global, maka UMKM dalam negeri akan mati karena digantikan produk asing yang lebih murah dengan kualitas yang lebih baik.

Perdagangan bebas adalah salah satu upaya pembukaan era Artificial Inteligence. Kemudahan akses teknologi dan informasi harus bisa dimanfaatkan untuk bisa konsisten menyerap tantangan dan peluang di pasar global. Menuntut setiap orang untuk selalu berinovasi mengikuti perkembangan zaman yang serba digital. Keluar dari zona nyaman sebagai pekerja atau buruh yang tekun menerima berbagai pekerjaan yang seharusnya bisa digantikan dengan mesin.

Setiap negara mempunyai strategi masing-masing dalam menyusun kebijakan yang sekiranya bisa melindungi warganya dari ancaman pasar global. Kebijakan membuka perdagangan bebas harus disertai dengan pelatihan UMKM agar lebih siap bersaing dengan produk asing. Jangan sampai pelaku usaha malah mangandalkan bahan atau barang dari luar negeri, sedangkan mereka kesusahan memasarkan barangnya sendiri.

Bukan hanya tentang persaingan pasar global, langkah pemerintah menghadapi Artificial Inteligence adalah dengan memberikan kemudahan investasi ke Indonesia. Penanaman modal dan investasi jangka panjang diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan negara lain. Menguatkan kemandirian ekonomi dan kesejahteraan sosial. Masyarakat yang kurang mempersiapkan skill dan kecerdasannya dalam melihat peluang usaha, akan dipersiapkan untuk menjadi buruh perusahaan-perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia.

 

Baca Juga : Disabilitas dan Ruang Teknologi

Mempersiapkan Skill

Banyak kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi tantangan persaingan global. Mulai dari pelatihan UMKM, pemberian Kredit Usaha Rakyat, kampanye produk dalam negeri ke mancanegara, proteksi dari impor barang yang berakibat pada matinya UMKM, hingga meningkatkan daya tarik investasi dalam negeri.

Pemerintah mempunyai pandangan bahwa Indonesia merupakan negara yang punya potensi besar untuk siap bersaing di kancah internasional. Mempunyai sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang siap dilatih untuk menjadi generasi emas di masa mendatang. Indonesia harus segera keluar dari bayang-bayang identitas negara berkembang dan mempersiapkan diri untuk diakui sebagai negara maju dengan segala kompetensi yang dimilikinya.

Keahlian masyarakat harus mulai dilatih sejak dini. Perkembangan teknologi akan menggantikan peran manusia yang bisa diwakili oleh mesin. Sedangkan keahlian atau bakat potensi setiap manusia tidak akan bisa digantikan oleh peran teknologi. Artificial Inteligence mengingatkan kita akan pentingnya kecerdasan dan keahliaan setiap individu manusia yang belum terasah. Kalau tetap ingin bertahan, maka mulai sekarang harus mencari potensi diri untuk dilatih dan dikembangkan. Setelahnya memanfaatkan keahlian tersebut melalui sarana teknologi yang diberikan untuk memudahkan segala metode dalam menghasilkan pendapatan.

Menekuni salah satu skill yang diminati lebih bermanfaat daripada menggantungkan ekonomi dengan menjadi karyawan manufaktur. Manusia bisa menciptakan mesin atau robot yang lebih cekatan mengolah hasil produksi, tapi mesin tidak akan bisa memplagiat keahlian dan pemikiran manusia satu dengan yang lainnya. Jika teknologi sudah merambah ke semua bidang kehidupan manusia, maka satu per satu jenis pekerjaan akan menghilang. Kehadiran teknologi bukan untuk dilawan, tapi dimanfaatkan untuk memfasilitasi skill yang sudah dimiliki.

Artificial Inteligence akan dijadikan acuan seberapa mandiri dan maju sebuah negara. Bukan tentang seberapa kaya alam yang dimiliki, bukan tentang sebarapa banyak populasi penduduk yang dimiliki, tapi lebih kepada kecerdasan melihat peluang dan memanfaatkan keahlian yang dimiliki untuk siap bersaing di pasar global.

Jika dilihat secara umum televisi memiliki keterkaitan dengan segmen pasar penonton yang beragam di masyarakat. Konsekuensinya media televis...

tv digital

Jika dilihat secara umum televisi memiliki keterkaitan dengan segmen pasar penonton yang beragam di masyarakat. Konsekuensinya media televisi harus bekerja dengan berorientasi pada profit dan akumulasi modal yang relatif besar. Oleh karena itu media televisi senantiasa mengintegrasikan diri ke dalam aktivitas industri. (Albaran, 1996:5)

Televisi swasta merupakan sebuah industri yang harus hidup berdasarkan mekanisme pasar. Maka sebagai media televisi yang berorientasi kapitalis, keuntungan menjadi tujuan utama. Namun kalau dikembalikan pada fungsi ideal media televisi adalah untuk mengintegrasikan berbagai fungsi (informasi, pendidikan, kontrol sosial dan hiburan).

Sejak awal kemunculannya televisi swasta (1991) di Indonesia, memang lebih berorientasi pada segmen pasar yang direpresentasikan pada siapa penonton televisi secara riil. Menganalisis jumlah penonton, strata sosial penonton, frame waktu yang paling banyak digunakan, tayangan yang banyak ditonton, dan lain sebagainya.

Deddy Mulyana (2001) menyebut bisnis media TV swasta ini sebagai televisi hedonistik, yang Iebih memunculkan gaya kehidupan mewah dari kelas sosial tinggi di tengah masyarakat. Media televisi mengajarkan kepada masyarakat ke arah budaya konsumtif, hura-hura, dan sebagainya.

Program-program televisi sekarang lebih bersifat kompetitif, dan didominasi acara-acara yang berpedoman pada rating. Acara yang dibuat lebih sering didramatisir dan hak publik atas informasi yang edukatif sering diabaikan. Secara umum media televisi mengajarkan budaya permisif dan konsumtif.

Perkembangan media komunikasi dan teknologi sempat mengancam masa depan industri pertelevisian. Masifnya persebaran gadget dalam negeri yang melebih jumlah penduduk di Indonesia membuat masyarakat mengalihkan ketergantungan informasi dan hiburan kepada media sosial. Namun perlu digaribawahi bahwa televisi tidak akan mati karena media sosial tidak memproduksi konten, tetapi hanya menyiarkan konten.

Ancaman ketersediaan konten informatif dan media hiburan juga terancam oleh eksistensi media streaming. Berdasarkan data “Statista Advertising & Media Outlook”, penjualan penyedia layanan streaming dan sejumlah perusahaan video akan meningkat 11% secara global pada 2020, dibanding 2019.

Namun demikian, berdasarkan survei Katadata Insight Center (KIC) yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan bahwa televisi tetap menjadi sumber utama dan tepercaya masyarakat Indonesia untuk mendapatkan sumber informasi. Kondisi tersebut diakui sekitar 49,5% responden.

 

Baca Juga : Peran Media dalam Menjaga Persatuan

Redupnya Televisi Analog

Tanda-tanda musnahnya televisi sudah terlihat beberapa tahun ke belakang. Penyajian konten yang tidak lagi kompetitif dalam hal kualitas program, pamitnya program-program unggulan karena rendahnya rating yang mengacu pada data Nielsen, hingga menyusupnya iklan ke tengah-tengah segmen program atau sela-sela alur cerita drama.

Televisi tidak berkuasa untuk beridealis mengutamakan visi misi penyiaran ketika dikalahkan korporasi penyedia sumber dana untuk membiayai produksi industri televisi. Menerka masa depan televisi analog di Indonesia yang kurang menjanjikan, pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 pasal 72 tentang Cipta Kerja telah menambahkan norma baru dalam regulasi penyiaran, yakni penyelenggaraan penyiaran yang dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital.

Perlu diketahui, Indonesia sudah mulai memasuki era penyiaran televisi digital terestrial free-to-air. Salah satu keunggulan penggunaan televisi digital adalah kualitas gambar yang ditawarkan lebih jelas dan tajam daripada televisi analog.

Berdasarkan kesepakatan International Telecommunication Union (ITU) di Jenewa pada 2006, batas akhir dihentikannya siaran analog (analog switch off/ASO) sebenarnya ditutup pada 17 Juni 2015. Karena Indonesia sudah jauh tertinggal, pemerintah memberikan waktu paling lambat dua tahun (sampai November 2022) untuk pelaksanaan televisi analog digunakan secara nasional.

Di tengah perkembangan media digital, televisi analog akan dikenang sebagai penyedia informasi aktual dan media hiburan zaman dulu sebelum masfinya penggunaan gadget. Redupnya acara televisi juga diamini oleh artis yang mulai beralih ke platform digital YouTube atau Netflix. Masyarakat merasa lebih dimanjakan konten media selain televisi, meskipun harus membayar.

Patut dimaklumi karena televisi terbatas akses mengekspresikan diri dan karya karena batasan-batasan dari Komisi Penyiaran Indonesia yang dibebani dengan konten bermoral. Sedangkan media lain menawarkan kebebasan berekspresi dan berkarya untuk memperoleh sumber informasi dan alternatif media hiburan.


Pernah dimuat di Indo News

https://indonews.id/artikel/317004/Selamat-Tinggal-Televisi-Analog/

Pemahaman negatif tentang penyandang disabilitas berakar dari pola pikir masyarakat yang didominasi oleh konsep normalitas. Memandang sinis ...

disabilitas teknologi

Pemahaman negatif tentang penyandang disabilitas berakar dari pola pikir masyarakat yang didominasi oleh konsep normalitas. Memandang sinis disabilitas sebagai ketidaknormalan dalam konsep kehidupan. Istilah lain untuk menggambarkan disabilitas seseorang adalah cacat, tuna, kelainan, anak berkebutuhan khusus, dan difabel (Differently abled people).

Sikap dan perilaku diskriminasi atas dasar disabilitas bertentangan dengan hak-hak asasi manusia yang diakui secara universal di seluruh dunia (Ollerton & Horsfall, 2013). Diskriminasi juga bertentangan dengan aspirasi hak-hak asasi manusia dan keadilan sosial yang menjadi komitmen dalam disiplin Pekerjaan Sosial. (International Federation of Social Work, 2000; Zastrow, 2004).

Penyandang difabel sering dianggap tidak berguna di masyarakat, bahkan dianggap bahwa mereka hanya akan merepotkan orang-orang di sekitarnya. Penyandang disabilitas seringkali merasa terkucilkan di masyarakat. Menimbulkan perasaan kurang percaya diri, penolakan diri, depresif, serta terganggunya pembentukan konsep diri.

Individu difabel menghadapi keterbatasan fisik dan stigma negatif masyarakat dengan membuktikan bahwa mereka bisa berdikari tanpa merepotkan orang lain. Peningkatan potensi diri hingga tercapainya kemampanan kesejahteraan hidup penyandang disabilitas merupakan bentuk tanggungjawab pemerintah dan sikap sosial masyarakat untuk mengedepankan prinsip kesetaraan.

Menurut data dari Kemensos melalui Sistem Informasi Manajemen Penyandang Disabilitas (SIMPD), hingga tanggal 13 Januari 2021, jumlah penyandang disabilitas yang terdata sejumlah 209.604 individu. Kabinet Indonesia Maju menggagas konsep mewujudkan Masyarakat Inklusi Indonesia dengan sikap yang terbuka, ramah, dan meniadakan hambatan, serta saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, ada poin yang ditujukan untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, yaitu sumber daya manusia yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia penyandang disabilitas.

Bagi pemerintah atau negara ada amanat khusus terkait penyandang disabilitas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, khususnya terkait pasal tentang ketersediaan data nasional disabilitas. Tujuannya adalah untuk mengakomodasi kebutuhan dan hak-hak penyandang disabilitas.

Partisipasi difabel masih minim di ranah sosial maupun politik. Sehingga difabel semakin terasing dari lingkungan sosial dan terjerat pada masalah kemiskinan. Minimnya informasi dan komunikasi tentu berpengaruh pada keadaan sosial dan ekonomi karena kesulitan membuka jaringan sosial (social networking) untuk mengakses dunia pekerjaan.

Dalam UU No. 4 Tahun 1997, difabel mempunyai hak yang sama dengan orang lain. Mereka berhak memiliki akses yang setara dalam kehidupan sosial dan politik, pendidikan, kesejahteraan sosial, perawatan medis, pekerjaan, serta akses ke fasilitas-fasilitas dan layanan-layanan umum.

 

Baca Juga : Mengembalikan Semangat Kesetaraan Gender

Aksesibilitas Teknologi

Menurut Rahardjo (2002), internet dapat bermanfaat dalam dunia pendidikan karena mampu menghilangkan batas waktu dan ruang yang memungkinkan seorang pelajar berkomunikasi dengan pakar di tempat lain. Selain itu dapat memberikan kemudahan terkait dengan sumber informasi bagi masyarakat. Masalah utama yang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia adalah kurangnya sumber informasi yang didapat.

Kebutuhan khalayak terbagi ke dalam 5 jenis kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan afektif, integrasi personal, intergrasi personal, personal sosial, dan pelepasan ketegangan. Teknologi diciptakan untuk memudahkan pekerjaan manusia mengakses informasi dan peluang mendapatkan penghasilan, termasuk bagi penyandang disabilitas.

Tidak perlu pergi ke kantor, tidak perlu berfokus pada kekuatan fisik tubuh, dan tidak perlu terikat kontrak dengan perusahaan untuk menghasilkan uang dari internet. Penyandang disabilitas mempunyai peluang yang sama untuk bersaing dengan mengandalkan keahlian dan kreaktivitas memanfaatkan media. Teknologi berperan mengurangi jurang sekat antara manusia normal dengan penyandang disabilitas.

Namun diperlukan Bimbingan Teknis (Bimtek) Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi penyandang disabilitas agar dapat mengakses dan memanfaatkan peralatan dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Tujuannya adalah untuk meningkatkan layanan dan produktivitas penyandang disabilitas agar memperoleh keadilan dan penghidupan status sosial yang layak.

Selain itu juga dibutuhkan kerelaan orang-orang yang mempunyai kompetensi tertentu untuk membantu penyandang disabilitas memperoleh keadilan sosial. Memberikan akses atau jembatan untuk merasakan manfaat media sebagai ruang mengekspresikan keahlian para penyandang disabilitas.

Dibutuhkan sikap empati dari cendikiawan atau ilmuwan teknologi untuk menyediakan wadah bagi penyandang disabilitas agar bisa berinteraksi di jagad maya. Menjual dan membeli (pasar) karya yang dihasilkan tanpa perlu menitikberatkan pada fisik semata. Ruang teknologi akan berperan aktif melihat potensi penyandang disabilitas tanpa ada perasaan diskriminasi atau dikucilkan dalam status sosial masyarakat.


Pernah dimuat di Koran Independen

https://www.koranindependen.co/opini/r-8869/disabilitas-dan-ruang-teknologi

Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, ada 1.128 suku di Indonesia yang tersebar di lebih dari 17 ribu p...

peran media

Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, ada 1.128 suku di Indonesia yang tersebar di lebih dari 17 ribu pulau. Perubahan komposisi suku yang sering berpotensi untuk terjadinya konflik politik, sosial, dan ekonomi.

Media massa kerap menyajikan konflik sebagai headline berita. Menurut Ishwara (2011:77), konflik dianggap memiliki nilai berita yang termasuk tinggi karena biasanya menimbulkan kerugian atau korban. Bentuknya bisa berupa peperangan, tawuran, demonstrasi, pembunuhan, perdebatan seputar ekonomi, agama, politik, budaya, maupun kemanusiaan.

Di Indonesia, dari 47 ribu media daring, baru sekira 2.700 yang sudah terverifikasi di Dewan Pers. Menariknya, dari Survei Elderman, Indonesia memiliki tingkat kepercayaan terhadap media massa mencapai 72 atau tertinggi dibandingkan negara lain seperti China (70), India (69), Singapura dan Malaysia (62), Belanda dan Thailand (61).

Namun 59 persen menilai bahwa wartawan secara sengaja juga bermaksud untuk menyesatkan pembaca dengan menyampaikan sesuatu yang mereka tahu akan bermasalah atau berlebihan untuk dijadikan sebuah berita. Ketika media disandarkan pada perusahaan (bisnis) yang berorientasi pendapatan/ uang, maka pemberitaan yang jauh dari kesan nyata kerap dijadikan tajuk berita untuk menarik konsumen atau pembaca.

Baca Juga : Demokratisasi Digital

Dalam arena publik, berbagai isu maupun permasalahan sosial seperti kekerasan dan konflik selalu menjadi konsumsi umum yang disajikan dengan berbagai perspektif oleh media-media yang melakukan liputan. Tidak hanya sebagai medium, media juga dapat menempatkan diri sebagai pelaku dalam mendefinisikan realitas sosial. Media tidak lagi hanya menyampaikan realitas, namun bekerja berdasarkan kecenderungan, kepentingan, dan keberpihakan yang dianggap penting.

Media mampu memengaruhi opini publik dengan framing terhadap sebuah pemberitaan. Peran media dalam kehidupan sosial bukan sekadar sarana diversion, pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi berita mempunyai peran signifikan dalam proses pembentukan sosial.

Idealnya, pers atau media seharusnya menyediakan informasi yang jujur, jernih dan seluas mungkin mengenai apa yang layak dan perlu diketahui oleh masyarakat sehingga dapat membantu meredakan dan menyelesaikan konflik. Media massa seharusnya lebih menekankan pada penggunaan prinsip peace journalism atau jurnalisme damai daripada war journalism atau jurnalisme perang.

Media berperan penting sebagai penerang dan penenang, sehingga dalam menjalankan peran dan fungsinya itu tentu orang yang menggerakkan media haruslah berkompeten dan mempunyai kredibilitas yang independen. Setidaknya, pemberitaan tentang konflik di media massa dapat membawa pengaruh pada dua hal, (1) pemberitaan media justru memperluas eskalasi konflik. (2) dapat membantu meredakan dan menyelesaikan konflik.

Media hendaknya selalu menjadikan kode etik jurnalistik sebagai asas dalam melakukan aktivitas pemberitaan dan kebebasan pers yang dijalankan hendaknya tidak disalahgunakan untuk meningkatkan penjualan atau keuntungan ekonomi bahkan kepentingan lainnya atas sebuah peristiwa konflik yang terjadi.

Dibutuhkan sinergisitas yang konstruktif antara media massa, Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, pemerintah dan masyarakat untuk terus mengkampanyekan setiap pemberitaan dan ekspos media yang edukatif, objektif, damai dan berorientasi pada resolusi konflik.

Pers diberikan keluasan ekspresi sebagai media yang mengontrol, bahkan mengubah kebijakan yang dianggap tidak berasas keadilan. Namun, kebebasan pers juga harus berlandaskan pada kode etik jurnalistik yang menekankan pada nilai cover both side. Media mempunyai kekuatan untuk mengendalikan/ meredam situasi konflik politik dan sosial sebuah negara, sebaliknya, media juga bisa menjadi pengatur konflik dan kekacauan politik dan sosial.

Bertaburnya kanal berita daring dan luring, memaksa media-media unggulan mengikuti pasar dengan pemberitaan yang sering menyimpang dari aspek edukasi dan keselarasan inforamasi. Cenderung memberitakan isu-isu sensitif di masyarakat dan pemberitaan seputar artis atau yang sedang viral saat itu. Media kehilangan taring ketika konsumen atau pasar lebih tertarik membaca berita viral daripada inspiratif.

Media massa pun beralasan demi berlangsungnya produksi berita yang membutuhkan anggaran dari sponsor atau donatur. Penilaiannya tentu dari jumlah traffic atau kunjungan pembaca. Pemberitaan yang berorientasi kepada konflik tidak serta merta ditujukan kepada perusahaan media massa, tapi juga masyarakat yang lebih menggandrungi pemberitaan “tidak berkualitas”.

Besarnya pengaruh media terhadap pembentukan sosial masyarakat, diharapkan mampu menjaga stabilitas politik sebuah negara. Mengedepankan sikap jujur dan independen tanpa tendensi politik dan ekonomi. Jika media massa dikembalikan kepada esensi jurnalistik dengan motif menjaga persatuan, maka Indonesia akan bersiap menatap generasi baru yang unggul dan berkualitas.


Pernah dimuat di Harian Jateng

https://www.harianjateng.com/read/2021/03/28/peran-media-dalam-menjaga-persatuan/

Realita kehidupan serasa dipenuhi dengan perasaan-perasaan ketersinggungan. Akses media semakin memudahkan seseorang menjadi labil dengan pe...

tersinggung

Realita kehidupan serasa dipenuhi dengan perasaan-perasaan ketersinggungan. Akses media semakin memudahkan seseorang menjadi labil dengan perasaannya sendiri. Gampang tersinggung melihat fenomena yang tidak sejalan dengan keinginannya. Melampiaskan dengan kemarahan hingga kekerasaan.

Bonus demografi Indonesia yang mayoritas berpenduduk milenial menjadikan rentan tingkat ketersinggungan karena ucapan atau perilaku yang dianggap tidak cocok. Manusia modern yang dimanjakan teknologi terdegradasi terhadap kepekaan sosial. Menjadi manusia egois yang mementingkan dirinya sendiri, kebenarannya sendiri.

Memuncaknya ketersinggungan yang diaktualisasikan dalam kemarahan dan kekerasan disebabkan karena sikap fanatisme yang berlebihan. Pembahasan sensitif seputar agama, suku, dan ras kerap dihindari demi mengurangi risiko ketersinggungan sosial. Manusia membungkam dirinya sendiri untuk mencari tempat yang relatif aman dari dunia ketersinggungan.

Media sosial yang difungsikan untuk bersuara apapun (kebebasan berpendapat), tidak lagi nyaring terdengar karena ketakutan sanksi sosial dan hukum. Undang-Undang Informasi dan Teknologi Elektronik (UU ITE) semakin menjelasakan pembungkaman pendapat untuk meminimalisir ketersinggungan. Kehadiran polisi virtual menambah tebal tembok penjara orang-orang untuk bersuara.

Komedian pun merasa terbatasi ketika harus bercanda menyesuaikan selera konsumsi publik. Mengindari dari narasi ketersinggungan dan pembahasan sensitif yang berpotensi menyebabkan kemarahan kelompok tertentu. Apalagi jejak digital memudahkan siapapun untuk menghukum siapapun jika merasa dirugikan.

Penghinaan dan pelecehan yang akrab di kalangan komunitas komedi menjadi kaku karena diatur batas-batas ketersinggungan. Roasting tidak lagi menarik ketika masyarakat belum siap dengan komedi jenis dark jokes yang dikemas dalam balutan komedi cerdas. Komedian memilih diam, daripada berakhir di hotel prodeo.

Penegak hukum disibukkan dengan laporan-laporan pencemaran nama baik, penghinaan terhadap kelompok atau instansi, isu sara/ rasis, dan sebagainya. Penjara seolah lebih dipenuhi dengan tersangka atau terdakwa sebab ada korban yang tersinggung daripada tindakan kriminalitas pembunuhan, korupsi, dan pemerkosaan.

 

Baca Juga : Eksistensi Generasi Milenial

Solusi

Burney (2001) berpendapat bahwa ekspresi emosional yang sehat (kontrol kemarahan) menunjukkan strategi manajemen kemarahan yang baik dan belajar untuk mencari solusi positif untuk menghadapi suatu masalah.

Kelabilan emosi remaja patut dimaklumi sebagai naluri alamiah proses menuju kedewasaan seseorang. Keingintahuan yang berlebih disertai dengan konsep idealisme artifisial, membuat remaja gampang dipengaruhi oleh narasi persetujuan dalam prinsip hidupnya. Inkonsistensi terhadap idealisme personal ketika melihat banyak sudut pandang pembenaran yang merumitkan prinsip tentang kebenaran absolut.

Ekspresi kebimbangan menemukan jati diri dengan cara melampiaskan kemarahan dan kekerasan. Emosional remaja milenial dibenturkan dengan berbagai realita paradoks tentang kebenaran prinsip dan ideologi. Beberapa yang sudah menemukan garis kebijaksanaan tidak gampang tersinggung sebagai sikap toleransi menghargai keberagaman sudut pandang.

Solusi mendasar dari konflik ketersinggungan adalah dengan sikap maaf-memaafkan. Menurut Darby & Schlenker (1982), menemukan bahwa meminta maaf sangat efektif dalam mengatasi konflik interpersonal, karena permintaan maaf merupakan sebuah pernyataan tanggung jawab tidak bersyarat atas kesalahan dan sebuah komitmen untuk memperbaikinya.

Ketersinggungan tetap akan menciptakan konflik lanjutan jika tidak ada kebesaran hati untuk meminta maaf atas “kesalahan” yang telah diperbuat. Meskipun dalam laporannya tidak menemukan materi kesalahan yang dijadikan rujukan atas ketersinggungan secara personal maupun sosial. Di lain pihak, korban ketersinggungan juga harus legowo memaafkan tersangka yang dianggap menciptakan konflik akibat pernyataan atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang disepakati secara komunal.

Menyamakan moralitas seseorang untuk tidak berkata dan berperilaku yang berpotensi menyebabkan ketersinggungan terhadap yang lain adalah sikap intoleransi berlebihan. Ada situasi dan kondisi yang secara kontekstual menyepakati adanya penghinaan/ pelecehan sebagai bahan komedi, baik di panggung kesenian maupun di mimbar pengajian.

Kebencian terhadap seseorang atau kelompok tertentu kadang mengaburkan konsep komedi dengan narasi ketersinggungan. Hukum tidak melihat konteks dan substansi pelaporan berita acara pemeriksaan. Hukum hanya membutuhkan saksi dan bukti untuk menjerat seseorang menjadi tersangka/ terdakwa/ terpidana. Ketersinggungan tidak bisa dialasi motif komedi di hadapan hukum. UU ITE pun mengamininya.

Dunia digital adalah dunia ketersinggungan. Setiap konten, setiap ucapan, setiap tulisan berpotensi menyinggung perasaan orang lain. Politik identitas menebalkan rasa ketersinggungan seseorang yang dilandasi labelitas keagamaan, kelompok, dan harga diri. Ketersinggungan juga mewakilkan kepentingan tertentu untuk “menghabisi” lawan politiknya dengan sarana UU ITE.

Dalam dunia ketersinggungan, tidak ada lagi komedi, musik sarkastik, dan celotehan satire. Semua diam. Introspeksi. Mati!


Pernah dimuat di Benteng Sumbar

https://www.bentengsumbar.com/2021/03/catatan-joko-yuliyanto-dunia.html

“Mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat” adalah istilah yang sering dilekatkan dengan gadget, media sosial khususnya. Seseorang bis...

media sosial


“Mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat” adalah istilah yang sering dilekatkan dengan gadget, media sosial khususnya. Seseorang bisa duduk berjam-jam mengulik peran orang lain di berbagai aplikasi daring. Mempengaruhi paradigma berpikir dari para influencer dan teman-teman tertaut.

Tahun 1990 para ilmuwan yang berkerja di laboratorium fisika Switzserland membuat sebuah sistem interkoneksi dalam komputer yang dapat menampilkan hypertext, teks dan gambar visual yang dinamakan World Wide Web (www) Situs tersebut dimanfaatkan sebagai sumber informasi berbasis elektronik bagi ilmuwan.

Selanjutnya pada tahun 1998, Google merupakan penemuan mesin pencarian pertama yang memiliki fungsi untuk memindai informasi para pengguna di internet. Kemudian muncul mesing pencarian sejenis, yakni Yahoo!

Pesatnya perkembangan dunia digital mempengaruhi kehidupan manusia secara universal. Internet bagaikan candu bagi penggunanya ketika semua hal yang dibutuhkan disediakan secara mudah dan cepat. Internet memanjakan manusia yang dampaknya mengurangin intensitas sosialisasi antar sesama manusia.

Pada tahun 2020 We Are Social mencatat bahwa ada 175,4 juta pengguna internet di Indonesia. Ada kenaikan 17% atau 25 juta pengguna internet dari tahun sebelumnya. Persentase pengguna internet berusia 16 hingga 64 tahun yang memiliki masing-masing jenis perangkat, di antaranya mobile phone (96%), smartphone (94%), non-smartphone mobile phone (21%), laptop atau komputer desktop (66%), table (23%), konsol game (16%), hingga virtual reality device (5,1%).

 
Baca Juga : Menganalisis Hoax yang Merajalela

Virus Media Sosial

Friendster merupakan media sosial pertama yang berhasil menjajah gaya komunikasi di Indonesia. Sekira tahun 2002, Friendster digagas sebagai aplikasi yang digunakan untuk membangun relasi pertemanan dunia maya di seluruh dunia. Selanjutnya muncul Linkendin, MySpace, dan Flickr.

Dua tahun berselang, Facebook menjelma menjadi raksasa media sosial dengan fitur bertukar pesan pribadi maupun grup baik gambar maupun video. Selain itu, pengguna juga dapat mengirimkan permintaan teman kepada seluruh pengguna di dunia. Pertahun 2020, tercatat ada 130 juta penduduk Indonesia menggunakan Facebook sebagai aktivitas bermedia sosial.

Pada tahun 2006 muncul media sosial bernama twitter yang dirancang lebih sederhana untuk mengekspresikan segala hal. Kemudian 4 tahun berselang muncul Instagram sebagai platform untuk membagikan foto dan video. Disusul Line dan Snapchat di tahun berikutnya.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang tidak bisa mengakses media sosial dalam jangka waktu tertentu bisa menimbulkan kecemasan, kesepian, bahkan depresi. Hal itu disebabkan oleh fear of missing out (FOMO) atau takut ketinggalan (baik informasi maupun tren terkini). FOMO merupakan efek kesehatan mental akibat penggunaan media sosial secara terus menerus.

 

Baca Juga : Kemerdekaan Sains

Kebutuhan Eksistensi

Media sosial telah menjadi kebutuhan pokok setiap manusia. Kemampuannya dalam menyediakan pengetahuan sekaligus menjelajah dunia sangat memberikan peluang terhadap menyempitnya ide saat tak lagi berselera dengan dunia nyata.

Saling bersaing memberikan informasi tentang diri sendiri di media sosial yang mengakibatkan tekanan mental. Pilihannya adalah tentang pujian atau makian dari pengguna media sosial lainnya. Kemudahan seseorang yang menimbulkan satu hal yang membahagiakan belum tentu disikapi yang sama oleh orang lain.

Mengenai produksi media sosial, maka ruang sosial haruslah dirasakan, dipahami, dan dihidupi (perceived, conceived, and lived) secara sekaligus dalam keterikatannya dengan realitas sosial (Levebre, Henri dalam Schmid, Christian, 2008:28). Dunia virtual menawarkan bentuk yang berbeda, identitas kelompok yang lebih bebas, tidak terdesentralisasi, lebih cair, fleksibel, dan selalu dalam proses (tidak berhenti).

Eksistensi dari internet sebagai cyberspace sangat esensial bagi masyarakat terutama yang membutuhkan ruang ekspresi atas hal-hal yang tidak dapat dilakukan di dunia nyata. Media Sosial menjadi sebuah adiksi yang mengedukasi masyarakat bahwa pertukaran informasi bukan lagi semata bertukar pesan, namun di dalamnya mengandung seduksi yang mengkonstruksi sebuah peristiwa untuk dijadikan informasi.

Mayoritas pengguna media sosial adalah remaja yang notabene masih labil dalam mental dan perilaku. Remaja mempunyai rasa penasaran lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa yang cenderung lebih stabil. Remaja selalu ingin tampil eksis dan memiliki banyak teman. Media sosial memungkinkan seseorang menyalurkan semua hasrat eksistensi dalam dirinya, seperti membagikan foto, menulis status, mengunggah video, maupun berkomunikasi dengan orang di media sosial.

Pengguna media sosial harus cermat memanfaatkan kemajuan teknologi digital. Tidak sebatas eksistensi, media sosial bisa menjadi ajang berbisnis, menambah pengetahuan, dan menghilangkan kecemasan akan tersebarnya informasi terkini. Namun, kecanduan media sosial sebagai bentuk eksistensi diri juga bisa menjadi masalah dalam diri seseorang. Ketergantungan tersebut bisa mengurangi dialektika kehidupan secara nyata, memanipulasi diri, dan kehilangan kedewasaan berpikir.

Media sosial memungkinkan setiap orang berperilaku produktif, sebaliknya juga memudahkan melakukan praktek kejahatan. Jika pengguna media sosial tidak bijak berinteraksi di dunia maya, maka media sosial akan menjadi pemantik konflik dan perubahan sikap dalam diri seseorang.


Pernah dimuat di G-News

https://www.g-news.id/eksistensi-generasi-milenial/


M Fiqih Ayatullah alias Fiki Naki merupakan anak muda asal Pekanbaru yang akhir ini mengguncang jagat maya. Melalui akun OmeTV yang kemudian...

fiki naki

M Fiqih Ayatullah alias Fiki Naki merupakan anak muda asal Pekanbaru yang akhir ini mengguncang jagat maya. Melalui akun OmeTV yang kemudian dijadikan konten di YouTube, pemuda 20 tahun itu berhasil menghipnotis generasi milenial dengan kecerdasannya berdialog menggunakan berbagai bahasa.

Namanya banyak dikenal ketika ia membuat konten di OmeTV dengan Dayana, gadis cantik dari Astana, Kazakhstan. Wanita yang juga seorang mahasiswa Hukum dan Politik di Kazguu University itu berhasil menjadi obat dari pesakitan psikologi akibat pandemi. Saat ini YouTube Fiki Naki sudah lebih dari 3 juta subscribe dan dianggap berhasil menginspirasi banyak anak muda di Indonesia.

Berdasarkan pengakuannya, ia telah menguasai 4 bahasa internasional (Inggris, Rusia, Rumania, dan Spanyol). Sedangkan cita-citanya adalah berhasil menguasai 10 bahasa dunia. Menariknya Fiki Naki belajar bahasa asing tidak melalui guru atau kursus, ia mempelajari kesemuanya melalui media digital. Logatnya yang fasih ketika berbicara bahasa asing membuat banyak orang terkagum, meskipun tanpa menempuh pendidikan bahasa asing.

Selain keahliannya berbahasa asing, Fiki Naki juga berhasil mengubah citra OmeTv yang dikesankan sebagai aplikasi “negatif” menjadi aplikasi “positif”. Fiki Naki juga menjadi contoh bagi produsen konten di berbagai platform media digital agar lebih mementingkan prestasi, bukan sensasi untuk menjadi viral.

 

Baca Juga : Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia

Kecerdasan Artifisial

“Tidak ada orang bodoh, yang ada adalah orang yang tidak mau belajar”. Demikian yang selalu saya jadikan motivasi kepada orang lain. Kepandaian akan terlihat jika seseorang serius untuk belajar dan mengetahui banyak hal. Seperti Fiki Naki yang mengajarkan banyak hal tentang proses belajar yang efektif dan efisien tanpa mengandalkan seorang guru atau tentor di pendidikan formal.

Niat adalah pondasi utama agar mampu menguasai banyak hal. Selanjutnya fokus pada apa yang ingin dipelajari. Pandemi seharusnya menjadi momentum untuk mendalami minat, bakal, dan skill yang dimiliki. Ketika media digital memanjakan konsumen dengan beragam pengetahuan lintas ruang dan waktu.

Tidak ada gunanya meratapi nasib pendidikan nasional yang terpaksa dilakukan secara daring dengan banyaknya permasalahan teknis dan konsep kurikulum tiap sekolah. Semua orang harus bisa memposisikan diri sebagai manusia produktif. Mempersiapkan diri apabila kelak pekerjaan nonskill digantikan dengan teknologi (software/ robot).

Fiki Naki mengajarkan bahwa setiap orang harus segera mengasah keahliannya. Setiap orang harus aktif belajar dengan memanfaatkan media digital. Mulai dari hal yang paling disenangi, kemudian ditekuni, maka uang akan datang menghampiri. Bukankah pekerjaan paling menyenangkan adalah hobi yang dibayar?

Tidak harus seperti Fiki Naki yang menguasai banyak bahasa. Setiap orang punya minat dan bakat masing-masing yang tinggal diasah. Media digital hanya sarana yang membantu setiap orang mempercepat menemukan keahlian dalam hidupnya. Tidak ada alasan lagi untuk bermalas-malasan dalam mempelajari sesuatu.

 

Baca Juga : Demokratisasi Digital

Menunggu Panen

Ketika banyak kritik seputar dunia pendidikan di Indonesia, Fiki Naki mengajarkan bahwa untuk belajar tidak hanya dalam ruang sekolah dan kuliah. Pemerintah juga harus jeli memfasilitasi pendidikan nonformal agar berhasil mewujudkan kecerdasan kehidupan berbangsa.

Masalah yang sering membelenggu masyarakat Indonesia adalah sikap instan dalam melakukan apapun. Ingin segera mendapatkan hasil atas upaya yang dilakukan. Ibarat menanam benih padi, mereka berharap sorenya bisa dipanen. Sedangkan untuk memanen padi harus menunggu sekira 3 bulan dulu, baru menikmati hasilnya yang dilalui dengan proses panjang.

Kebanyakan orang tidak sabar menunggu hasil panen. Sehingga padi yang belum waktunya panen sudah dipanen. Hasilnya pun mengecewakan. Fiki Naki belajar berbagai bahasa sebelum membuat konten OmeTV dan YouTube. Kemudian viral akhir ini yang membuatnya dikenal banyak orang. “Mie Instan saja butuh proses.

Untuk meraih kesuksesan, seseorang harus sabar menunggu hasil, menekuni setiap proses, dan memanfaatkan peluang untuk belajar. Era globalisasi memaksa semua orang untuk mengasah keahliannya jika tidak ingin tergerus dengan teknologi. Jangan sampai manusia hanya dijadikan sasaran konumen teknologi tanpa mengetahui cara memproduksi teknologi.

Fiki Naki adalah inspirasi untuk bangsa Indonesia yang memimpikan mewujudkan generasi emas masa depan. Demografi penduduk yang mayoritas generasi milenial adalah potensi yang harus cermat dimanfaatkan. Pemerintah harus jeli melihat peluang dan memberikan fasilitas yang memadai untuk memudahkan setiap orang belajar tanpa bayang-bayang pendidikan formal di tengah pandemi.


Pernah dimuat di Sanad Media

https://sanadmedia.com/post/fiki-naki-dan-jendela-pendidikan